Gridot.ID - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengaku gemar mengkonsumsi minuman alkohol berjenis wine.
Hal ini diungkapkannya saat menjalani pemeriksaan lanjutan kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster atau benur di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tersangka kasus suap ekspor benur tersebut mengatakan merupakan pemeriksaannya yang ke-13.
"Lanjutan pemeriksaan seperti biasa. Ini pemeriksaan yang ke-13," ucap Edhy, Jumat(29/1) usai jalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Sebelumnya, KPK telah menguak adanya temuan ini.
Saat itu KPK menduga Edhy membeli wine yang duitnya berasal dari hasil suap ekspor benur. Tapi Edhy membantahnya.
"Begini saya beli wine itu dari dulu ya, saya suka minum wine, ya dan saya membayar dengan uang saya, kebetulan uang saya kan dikelola Amiril (Amiril Mukminin) ya, sejak di DPR dia jadi aspri (asisten pribadi) saya, di tahun 2014 sampai sekarang," jelasnya.
"Semua pengambilan uang kegiatan reses, kunker (kunjungan kerja), itu kan dicairkan langsung oleh dia, sebagai aspri saya sampai sekarang," sambung Edhy.
Termasuk saat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy menambahkan, uang operasionalnya dikelola oleh Amiril yang juga berstatus tersangka dalam kasus ini.
Edhy berani membuktikan bahwa tak ada sepeserpun uang hasil suapnya dipergunakan untuk membeli wine.
"Bagi saya, saya sudah menjalankan tugas saya, terus menyampaikan apa yang saya tahu, bahwa nanti dikaitkan dengan hasil tindak pidana korupsi nanti biarlah pengadilan. Saya sudah sampaikan semua," katanya.
Sekali lagi kata Edhy, uang pribadinya dikelola oleh Amiril. Kecuali uang gaji yang Edhy terima kala menjabat anggota dewan dan menteri.
"Saya merasa uang saya kan karena semuanya dikelola oleh Amiril, kecuali uang gaji itu masuk ke rekening saya waktu di DPR saya pakai Bank Mandiri, itu langsung ditransfer, kalau di menteri KKP uang gajinya masuk ke rekening BNI saya, yang sekarang sedang ditahan semua," terangnya.
KPK menduga Edhy Prabowo bersama sekretaris pribadinya, Amiril Mukminin meminum minuman beralkohol jenis wine yang dibeli dari eks caleg dari Partai Gerindra, Ery Cahyaningrum.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, uang untuk membeli wine tersebut diduga berasal dari hasil suap yang diterima Edhy.
Maka dari itu, tim penyidik KPK memeriksa Ery Cahyaningrum pada Rabu (27/1) untuk menggali lebih dalam temuan tersebut.
"Ery Cahyaningrum dikonfirmasi terkait kegiatan usaha saksi yang menjual produk minuman di antaranya jenis Wine yang diduga juga dibeli dan dikonsumsi oleh tersangka EP dan tersangka AM dimana sumber uangnya diduga dari pemberian pihak-pihak yang mengajukan izin ekspor benur di KKP," kata Ali.
Ery yang diperiksa penyidik KPK selama lima jam enggan berkomentar. Ia memilih bungkam ketika dicecar sejumlah pertanyaan oleh para pewarta.
Selain itu KPK juga menelusuri pembelian tanah oleh eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
KPK menduga Edhy beli tanah itu dari hasil suap izin ekspor benih bening lobster atau benur.
Untuk mendalami temuan ini, tim penyidik KPK memeriksa saksi dari unsur swasta bernama Makmun Saleh, Kamis (28/1).
Makmun diduga mengetahui transaksi pembelian tanah oleh bekas elite Partai Gerindra itu.
"Didalami juga terkait pengetahuan saksi mengenai dugaan sumber uang untuk pembelian tanah tersebut dari para eksportir benur yang mendapatkan persetujuan izin ekspor dari tim khusus yang dibentuk oleh EP (Edhy Prabowo)," ujar Ali Fikri.
Lembaga yang dikomandoi Firli Bahuri ini kembali mengultimatum para saksi kasus suap izin ekspor benur untuk koperatif.
Ali menegaskan, KPK tak segan menjerat para pihak yang menghalangi proses penyidikan dengan Pasal 21 dan Pasal 22 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"KPK kembali mengingatkan kepada siapa pun yang dipanggil sebagai saksi untuk bersikap kooperatif memenuhi kewajiban hukum tersebut," tegas Ali.
Ali sebelumnya menyatakan, lembaganya membuka peluang untuk menjerat Edhy Prabowo dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Sepanjang berdasarkan fakta yang ada dapat disimpulkan adanya bukti permulaan yang cukup," kata Ali.
Untuk mengusut dugaan TPPU itu, tim penyidik saat ini tengah mendalami aliran duit yang mengalir ke sejumlah pihak dari suap izin ekspor benur.
Salah satu yang didalami tim penyidik yakni bukti keterlibatan istri Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi.
Iis yang merupakan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Gerindra itu diduga ikut menikmati aliran duit haram dari suap ekspor benur.
Aliran duit dari suap benur yang diterima Iis sedang didalami tim penyidik melalui keterangan para saksi.
Pada Rabu (27/1), tim penyidik telah memeriksa salah seorang tenaga ahli Iis di DPR, Alayk Mubarrok. Dia diduga mengetahui adanya aliran duit yang diterima Edhy dari eksportir benur.
Bahkan, Alayk diduga merupakan pihak yang menyerahkan uang dari Edhy kepada Iis.
Iis Rosita diketahui sempat diamankan bersama sang suami dan sejumlah pihak lain saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (25/11/2020) lalu.
Saat itu, Iis yang baru tiba dari Hawaii, Amerika Serikat, sempat menjalani pemeriksaan di Gedung KPK.
Namun, Iis dilepaskan dan berstatus sebagai saksi.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tujuh tersangka. Ketujuh tersangka itu yakni, Edhy Prabowo, tiga staf khusus Edhy, Andreau Pribadi Misanta, Safri serta Amril Mukminin; Siswadi selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo; Ainul Faqih selaku Staf istri Menteri KP; dan Suharjito selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa.
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan 100 ribu dolar AS dari Suharjito.
Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa untuk menerima izin sebagai eksportir benur.Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.
Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.
Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor.
Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy. PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp 1.800 per ekor.
Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri.
Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.
Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.
Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.
Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.
Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.
Dikutip Gridhot dari Kontan, hingga detik ini KPK terus mendalami aliran dana Edhy Prabowo.
“Didalami pengetahuannya terkait dengan tahapan permohonan perizinan tambak udang di Provinsi Bengkulu yang pernah diajukan oleh SJT (Suharjito) sebagai salah satu eksportir Benur di KKP dan dugaan adanya aliran uang ke berbagai pihak atas permohonan perizinan tersebut,” kata Ali dalam keterangan tertulis, Jumat (29/1).
(*)