Pemilu Myanmar Dituduh Penuh Kecurangan, 'Negeri Pagoda Emas' Kini Diambang Kudeta Militer, PBB dan Belasan Kedubes Siap Pasang Badan

Sabtu, 30 Januari 2021 | 14:42
Kongsberg

Myanmar Sudah Beli Rudal Pertahanan Udara Jarak Jauh SY-400 Berjangkauan 400 Km

Gridhot.ID - Konflik antar negara sedang marak di tengah pandemi yang sedang menyerang dunia.

Melansir dari intisari-online.com, Laut China Selatan kini sedang jadi medan perang antara China dengan Amerika dan Eropa.

Sementara itu, di Asia Tenggara ternyata konflik juga rawan bakal terjadi.

Baca Juga: Semasa Hidupnya Belum Kesampaian, Irfan Hakim Ngaku Deg-degan Bantu Wujudkan Keinginan Syekh Ali Jaber: Cita-cita Sahabat Saya...

Baru-baru ini dikabarkan Kompas.com, Myanmar sedang diambang kudeta militer.

Belasan kedutaan besar termasuk delegasi Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa, pada Jumat (29/1/2021) mendesak militer Myanmar mematuhi norma-norma demokrasi.

Kedubes-kedubes itu bersama PBB menyuarakan keprihatinan pada Myanmar yang berada di ambang kudeta militer.

Baca Juga: Ribut Harta Gono-gini, Atalarik Syach Disebut Minta Mantan Istri Kembalikan Seserahan Hingga Hadiah Saat Pacaran, Tsania Marwa: Ini Konyol Banget

Myanmar baru satu dekade keluar dari hampir 50 tahun pemerintahan militer.

Demokrasi Myanmar diatur dalam konstitusi yang dibuat oleh junta, untuk menentukan pembagian kekuasaan antara pemerintahan sipil dan para jenderal negara.

Selama beberapa minggu terakhir militer menuduh ada kecurangan di pemilu Myanmar pada November tahun lalu, yang dimenangkan oleh partai National League for Democracy (NLD)-nya Aung San Suu Kyi.

Ancaman kudeta militer semakin kuat usai Jenderal Min Aung Hlaing, yang bisa dibilang orang terkuat di Myanmar, pada Rabu (27/1/2021) berkata konstitusi negara dapat dicabut dalam keadaan tertentu.

Anggota parlemen terpilih akan mulai menjabat pada 1 Februari, tetapi hari ini keamanan di ibu kota Naypyidaw sudah diperketat.

Baca Juga: Usut Dugaan Bancakan Korupsi Bansos Eks Menteri Juliari Batubara, KPK Pakai Strategi 'Makan Bubur dari Pinggir', Begini Penjelasan Ali Fikri

Polisi menjaga jalan dengan pagar kawat berduri.

Kedubes AS bersama 16 negara termasuk Inggris dan delegasi Uni Eropa, pada Jumat (29/1/2021) merilis peringatan agar militer mematuhi norma-norma demokrasi.

"Kami menanti pertemuan damai parlemen pada 1 Februari dan pengangkatan presiden serta DPR," kata mereka.

Baca Juga: Nyaris Dituntut Ganti Rugi 1 Triliun US Dollar oleh Ayah Nagita Slavina, Terungkap Rieta Amalia Miliki Kekayaan Fantastis Hingga Punya Kartu Elit Para Miliarder

"(Kami) menentang segala upaya untuk mengubah hasil pemilu atau menghalangi transisi demokrasi Myanmar," lanjutnya dikutip dari AFP.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menyampaikan keprihatinan besar atas kondisi Myanmar belakangan ini, kata juru bicaranya, Stephane Dujarric.

"Dia mendesak semua yang terlibat untuk menghentikan segala bentuk hasutan atau provokasi, menunjukkan kepemimpinan, dan mematuhi norma-norma demokrasi serta menghormati hasil (pemilu)," ujar Dujarric.

Pemilu Myanmar pada November 2020 adalah pemilihan umum demokratis kedua sejak keluar dari tirai kediktatoran militer selama 49 tahun.

Seperti yang diprediksi, Suu Kyi dan partainya menyapu bersih pemilu dan mempertahankan kekuasaan mereka selama lima tahun ke depan.

Baca Juga: Dari Wartawan ke Senayan, Ketua MPR RI Bamsoet Pamer Foto Jadul Saat Kerja di Media, Manajer 1 Miliar Hingga Eks Menteri Ini Pernah Diwawancarainya

Namun, militer Myanmar menuduh ada 10 juta suara palsu dan menuntut penyelidikan serta meminta KPU merilis daftar pemilih agar bisa diverifikasi.

KPU Myanmar pada Kamis (28/1/2021) memberikan pembelaan, bahwa pemungutan suara itu dilakukan bebas, adil, kredibel, dan mencerminkan keinginan rakyat. Komisi tersebut juga membantah tuduhan kecurangan pemilih, tetapi mengakui ada kesalahan data dalam daftar pemilih di pemilihan sebelumnya.

Mereka berkata, saat ini sedang menyelidiki total 287 pengaduan.(*)

Tag

Editor : Nicolaus

Sumber Kompas.com, intisari-online