Efek Infeksinya Bisa Rusak Otak hingga Tingkat Kematian 75 Persen, Pakar Mikrobiologi Unair Beberkan Dampak Bahaya Virus Nipah: Berpotensi Bakal Jadi Pandemi Baru

Minggu, 07 Februari 2021 | 17:42
Livescience

Virus nipah disebut bakal jadi pandemi selanjutnya di Asia

Gridhot.ID - Belakangan ini dikabarkan munculnya virus baru bernama Nipah.

Dilaporkan pada Minggu (31/1/2021) oleh Intisari-Online, Medicine Foundation mengatakan virus Nipah China kemungkinan akan menjadi pandemi berikutnya, dengan angka kematian hingga 75%.

Wabah virus Nipah berpeluang menjadi pandemi karena perusahaan farmasi Big Mac belum siap karena masih fokus merespons Covid-19.

Baca Juga: Guru dan Siswa Sudah Tak Sabar Menanti Kuota Internet Gratis 2021, Murid SMP Ini Beri Pengakuan Bantuan Tahun Lalu Tidak Cukup: Terakhir Masih Kurang, Banyak Melihat Materi di Youtube

“Virus Nipah adalah penyakit menular lain yang muncul dan menimbulkan kekhawatiran besar."

"Nipah bisa merebak kapan saja."

"Pandemi berikutnya bisa jadi infeksi yang tahan terhadap obat,” ungkap The Guardian mengutip Jayasree K Iyer, Direktur Eksekutif Access to Medicine Foundation yang berbasis di Belanda.

Baca Juga: Ngaku Pernah Ditawari Raffi Ahmad Jadi Istri Kedua, Nita Thalia Banjir Hujatan, Mantan Istri Nurdin: Gigi Malah Support Aku

Dilansir dari Surya.co.id, Virus Nipah merupakan virus yang kali pertama ditemukan di Malaysia pada 1999.

Bahkan virus ini sempat menyebabkan wabah pada kalangan peternak babi di Malaysia pada tahun yang sama.

Wabah yang terjadi di Malaysia juga berdampak pada Singapura.

Penularan virus disebabkan kontak langsung manusia dengan babi sakit atau jaringan yang terkontaminasi.

Dosen Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Dr dr Agung Dwi Wahyu Widodo MSi MKedKlin SpMK mengungkapkan, virus ini berpotensi menjadi pandemi kedua.

Baca Juga: Go Internasional! Tak Hanya Lagu 'Ampun Bang Jago' yang Populer, Sederet Lagu-lagu Asal Indonesia Ini Juga Digilai Rakyat Myanmar..

Karena sifat virus dan cara penularannya mirip dengan SARS-CoV-2.

"Gejala yang ditimbulkan menyerupai influenza seperti badan meriang, demam, hingga otot-otot terasa nyeri. World Health Organization (WHO) dalam situsnya menyebutkan bahwa tingkat kematian pada virus ini diperkirakan mencapai 75 persen," urainya.

Ada beberapa hal yang mengakibatkan tingkat kematiannya mencapai 75 persen.

Baca Juga: Ketok Palu Perceraian Belum Terdengar, Rohimah Justru Sebut Akan Terima Kiwil Lagi: Insya Allah...

Pertama, penanganan yang kurang komperhensif.

Kedua, gejala yang tidak umum dan kejadian yang terjadi sangat cepat.

Ketiga, belum ditemukannya vaksin atau obat untuk virus ini.

“Pandemi bisa terjadi karena meski diakibatkan oleh kelelawar buah, tapi sudah terjadi penularan dari orang ke orang. Masa inkubasinya juga mirip dengan SARS-CoV-2, yaitu sekitar 5 sampai 14 hari,” urainya.

Selain itu, vaksin untuk virus ini juga belum ditemukan. Sehingga pencegahannya bisa terlambat

Baca Juga: Rayakan Ulang Tahun, Bella Shofie Tuai Kontroversi Soal Umur, Netizen Dibuat Bingung: Bukannya Kemarin 28?

Virus ini berpotensi menjadi pandemi karena sudah ada penularan dari manusia ke manusia.

“Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk virus ini. Pengobatannya hanya penatalaksanaan suportif saja agar penderita bisa bertahan hidup,” sebutnya.

WHO mencatat pada 2001, wabah virus Nipah terjadi di di Siliguri, India. Penularan virus itu terjadi pada layanan kesehatan.

Baca Juga: Penyebab Kematian Marco Panari Belum Diumumkan Secara Resmi, Sang Kakak Ngaku Belum Beri Statment ke Media, Angela Gilsha: Tersedak Itu, Ngaco!

Sebanyak 75 persen kasus di antaranya terjadi pada staff rumah sakit serta pengunjung.(*)

Tag

Editor : Nicolaus

Sumber Surya.co.id, intisari-online