Gempa Besar Berkekuatan 8,7 Magnitudo Ancam Jawa Timur, BMKG Lempar Peringatan Tajam untuk Daerah Ini Agar Bersiaga dengan Tsunami Setinggi 18 Meter: Kapan Terjadinya Tidak Ada Satupun Orang yang Tahu!

Sabtu, 06 Maret 2021 | 10:00
freepik

Ilustrasi tsunami

Gridhot.ID - BMKG memang selalu memberikan peringatan dini untuk beberapa daerah yang terancam akan mengalami bencana.

Salah satunya yang baru saja mendapat peringatan terkait bencana alam besar adalah kabupaten Banyuwangi.

Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Banyuwangi memang memiliki wilayah yang sangat rawan gempa serta tsunami.

Kini yang terbaru, BMKG mengungkap adanya peringatan gempa besar yang akan terjadi dan mengakibatkan tsunami setinggi 18 meter yang bisa menerjang wilayah tersebut.

Baca Juga: Ditelan Bulat-bulat Buaya Saat Mandi di Sungai, Begini Kondisi Jasad Bocah 8 Tahun Saat Ditemukan di Perut Pemangsanya, Warga Teriaki Nama Korban

Gempa besar tersebut akan terjadi bila ada hujaman Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.

Dikutip Gridhot dari Tribun Jabar, BMKG pun menyebut bahwa gempa megathrust tersebut dapat mencapai magnitudo 8,7 dalam skenario terburuk.

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mengaku telah menyiapkan rencana evakuasi.

Mengutip kompas.id, Banyuwangi punya sejarah tsunami. Pada 2 Juni 1994, tsunami menghantam Desa Pancer, Banyuwangi.

Baca Juga: Sudah Setahun Panggung Hiburan Indonesia 'Mati', Menparekraf sandiaga Uno Bakal Buka Izin Pertunjukan Musik Secara Bertahap, Berikut Syaratnya!

Tsunami setinggi 13,9 meter itu disebabkan gempa magnitudo 7,8 SR.

Akibat tsunami itu, 121 orang tewas dan 27 orang luka-luka. Setidaknya 704 rumah penduduk juga hancur dihantam tsunami.

“Ini menunjukkan bahwa informasi potensi bahaya gempa yang disampaikan para ahli adalah benar. Besarnya magnitudo gempa yang disampaikan para pakar adalah potensi bukan prediksi, sehingga kapan terjadinya tidak ada satupun orang yang tahu," kata Kepala bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, pihaknya telah membuat permodelan gempa di wilayah selatan Jawa Timur itu. Gempa dengan magnitudo 8,7 SR itu dapat menimbulkan tsunami setinggi 18 meter.

Baca Juga: Dapat Bayaran Selangit dari 'Ikatan Cinta', Arya Saloka Justru Bingung Belanjakan Duitnya, Ogah Beli Barang Branded Suami Putri Anne Malah Beli Ini

Tsunami ini dapat menjangkau daerah berjarak 2 kilometer dari bibir pantai.

BPBD Banyuwangi menetapkan Bukit Gumuk Sainem sebagai lokasi evakuasi sementara saat terjadi tsunami. Bukit ini berjarak 1 kilometer dari bibir pantai.

Namun, bukit itu belum memiliki sarana prasarana pendukung evakuasi.

“Banyuwangi sudah memiliki peta rencana kontigensi bencana tsunami. Rambu-rambu evakuasi juga sudah disiapkan. Namun, sarana prasarana pendukungnya perlu ditingkatkan,” kata Dwikorita, dikutip dari Kompas.id.

Baca Juga: Putar Otak Agar Bisa Jajan, Mitha The Virgin Jual Kos-kosan hingga Gitar Kesayangan: Penghasilan Nol Banget

Dwikorita meminta pemda membangun jembatan untuk menyeberangi sungai di dekat Bukit Gumuk Sainem.

”Sungai itu juga berpotensi menjadi jalan masuk air laut. Kami merekomendasikan pemerintah daerah untuk menyiapkan jembatan agar jalur evakuasi tersebut aman dilewati saat warga melakukan evakuasi,” ujar Dwikorita.

Menurut Dwikorita, sungai itu memiliki lebar 20 meter dan berjarak 600 meter dari bibir pantai.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logisitik BPBD Banyuwangi Eka Muharam mengakui, Banyuwangi memang rawan gempa dan tsunami. Pihaknya sudah memasang 8 alat peringatan dini di beberapa titik.

Baca Juga: Susul Arsy dan Aurel, Kini Azriel Hermansyah Negatif Covid-19, Putra Anang Hermansyah Bagikan Cerita Pilu Saat Ibu Sambungnya Kritis Hampir Tak Tertolong

”Kedelapan sistem peringatan dini itu dipasang di Dusun Pancer dan Kecamatan Muncar, masing-masing dua unit, serta Desa Rajegwesi, Desa Blimbingsari, Desa Grajagan, dan Kampung Madar. Sistem peringatan dini tersebut sistemnya masih semimanual sehingga jika ada laporan bahaya tsunami butuh manusia untuk menekan sirene tanda bahaya,” ujar Eka.

Eka mengatakan, delapan tanda bahaya itu memiliki cara pengoperasian dan bunyi berbeda. Hal ini dapat membingungkan warga.

Eka berharap, sistem peringatan dini ini nantinya bisa sinkron.

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang

Sumber Kompas.com, Tribun Jabar