Gridhot.ID -Persidangan kasus dugaan izin suap ekspor benur digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/3/2021).
MelansirKompas.com, istri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi dihadirkan sebagai saksi.
Iis Rosita Dewi menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito.
Ia mengaku setiap bulannya diberikan uang Rp 50 juta dari Edhy sebagaimana suami menafkahi istri.
Uang tersebut juga diperuntukan untuk keperluan rumah tangga.
"Apa saja yang dikasih (Edhy) ke saksi?" tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/3/2021) dikutip dari Tribunnews.com.
"Saya diberikan sejumlah uang setiap bulannya untuk keperluan rumah tangga dari pak Edhy," jawab Iis.
Jaksa memperdalam pertanyaannya dengan bertanya jumlah uang yang diberikan Edhy Prabowo.
Namun, Iis sempat sangsi menjawab.
Ia kemudian bertanya ke hakim apakah pertanyaan jaksa perlu dijawab atau tidak.
Hakim Ketua Albertus Usada mempersilakan Iis menjawab lantaran pertanyaan jaksa dianggap masih relevan dengan dalil perkara yang disidangkan dan demi kepentingan hukum.
"Yang mulia, apa saya boleh (menjawab)?" tanya Iis.
"Baik, oleh karenanya pertanyaan penuntut umum masih relevan untuk dijawab tentang berapa jumlah nomial. Ini kan kewajiban nafkah suami, diungkap di sini, pro justitia," tutur Albertus.
Iis menerangkan bahwa setiap bulannya Edhy Prabowo memberi uang sekitar Rp 50 juta.
Uang itu diberikan baik secara transfer maupun tunai.
"Sekitar Rp 50 juta. Selama saya menikah dengan Pak Edhy, ada yang transfer dan ada yang tunai," pungkas Iis.
Jaksa kemudian bertanya apakah Iis mengetahui suaminya punya penghasilan lain di luar jabatan sebagai menteri? Iis menjawab tidak tahu menahu.
"Kalau penghasilan lain pak Edhy pada saat jadi menteri?" tanya jaksa.
"Saya tidak tahu," kata Iis.
Dalam perkara kasus dugaan suap ini, KPK menetapkan total tujuh orang tersangka.
Enam orang sebagai penerima suap yakni eks Menteri Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.
Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp 2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp 1,44 miliar) dan Rp 706.055.440 kepada Edhy.
Suap diberikan melalui perantaraan Safri dan Andreau Misanta selaku staf khusus Edhy, Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy yang juga anggota DPR RI Iis Rosita dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sekaligus pendiri PT Aero Citra Kargo (ACK).
Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasusnya, Edhy diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor.
Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri.
Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy dan istrinya untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.
Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.
Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.
Selain itu, Edhy juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.
Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.
(*)