Gridhot.ID -Polisi mengungkap fakta soal 11 debt collector alias Mata Elang yang mengancam Serda Nurhadi.
Serda Nurhadi merupakan prajurit TNI yang bertugas sebagai Babinsa Ramil Semper Timur II/05 Kodim 0502 Jakarta Utara.
Ketika Serda Nurhadi mengemudikan mobil warga yang sakit, tiba-tiba datang sekelompok debt collector.
Serda Nurhadi tidak mengetahui jika kondisi mobil tersebut nunggak selama 8 bulan.
Diketahui, para debt collector itu sudah ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka di Polres Metro Jakarta Utara.
Mengutip Tribunnews.com, polisi mengatakan ke-11 debt collector merupakan preman yang tidak dibekali Sertifikat Profesi Penagihan Pembiayaan alias SPPP.
"Ini preman-preman semuanya, tidak sah. Ini mereka ilegal semuanya, tidak punya kekuatan hukum," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Yusri Yunus di Mapolres Jakarta Utara, Senin (10/5/2021).
Yusri menyebut mereka direkrut oleh PT ACKJ. Perusahaan itu awalnya mendapat mandat atau surat kuasa dari PT Clipan Finance guna melakukan penarikan mobil terhadap debitur yang menunggak.
Namun, PT ACKJ merekrut preman-preman untuk melakukan pekerjaan itu padahal seharusnya mereka merekrut orang-orang yang miliki SPPP.
"Walaupun surat kuasa ada tapi tidak memiliki klasifikasi, keahlian, tidak memiliki dasar-dasar, SPPP-nya tidak ada sama sekali. Jadi itu ilegal," tandasnya.
Koordinator debt collector yang mengadang anggota TNI, Hendry Liautumumeminta maaf kepada Serda Nurhadi dan TNI AD atas tindakannya dan anak buahnya.
Hendry mengaku menyesal atas perbuatannya dan anak buahnya yang terekam dan viral di media sosial.
Delapan dari 11 pelaku yang melakukan percobaan perampasan, seperti dalam unggahan viral ialah atas nama DS, HHL, HRL, GL, JT, GYT, dan YAK.
Sehingga total 11 tersangka masing-masing adalah YAK (23), JAK (29), HHL (26), HEL (28), PA (30), GL (37), GYT (25), JT (21), AM (28), DS (35), dan HRL (25).
Hendry juga mengatakan akan bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut.
"Saya yang ditugaskan sebagai eksekutor untuk mengambil mobil tersebut. Dan pada saat kejadian itu, saya dan rekan-rekan sebesar-besarnya meminta maaf kepada, terutama TNI Angkatan Darat dan bapak Babinsa Bapak Nurhadi, saya minta maaf yang sebesar-besarnya Pak atas apa yang kita lakukan kemarin itu salah sebenarnya," kata Hendry saat konferensi pers, Senin (10/5/2021).
Ia mengaku baru pertama kali melakukan tindakan yang tidak patut tersebut selama pandemi Covid-19.
Hendry juga mengaku paham mengenai aturan dalam penagihan.
Namun demikian, kata dia, ia mengakui jika kejadian tersebut merupakan kelalaiannya dan rekan-rekannya.
Ia pun mengakui tindakannya tersebut keluar jalur.
"Kalau secara aturan, saya paham. Cuma mungkin kemarin karena, memang sudah kelalaian kita sendiri sampai terjadi kayak begitu. Saya mengakui bahwa tindakan saya keluar dari jalur," kata Hendry.
Atas perbuatannya Hendry dan 10 orang rekannya disangkakan Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, jo Pasal 53 KUHP tentang pecobaan tindak kejahatan, dan atau Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan jo Pasal 53 KUHP tentang pecobaan tindak kejahatan.
Mereka diancam dengan hukuman maksimal sembilan tahun penjara.
Tangisan histeris mewarnai konferensi pers di Mapolres Metro Jakarta Utara terkait penangkapan 11 debt collector yang mengepung Serda Nurhadi.
Selepas Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus memberikan keterangan lengkap terkait kasus ini, belasan tersangka digiring kembali ke tahanan.
Mengutip TribunJakarta.com, ke-11 debt collector itu berjalan beriringan dengan tangan terborgol.
Mereka mengenakan baju tahanan berwarna oranye serta memakai penutup wajah.
Sesampainya di tangga lantai 2 Mapolres Metro Jakarta Utara, ternyata kerabat dan keluarga dari para tersangka sudah menunggu.
Melihat belasan debt collector itu digiring ke tahanan, keluarga yang terdiri dari beberapa orang wanita langsung menjerit hingga menangis histeris.
Beberapa wanita itu menangis sambil menyebutkan nama anggota keluarga mereka yang menjadi tersangka dalam kasus ini.
Selesai digiringnya 11 debt collector ke tahanan, beberapa wanita itu masih larut dalam kesedihannya.
Salah satu dari wanita itu bahkan melontarkan emosinya lantaran merasa tak terima keluarganya ditahan dan ditetapkan tersangka.
"Ini bukan kasus pembunuhan!" teriaknya sambil beranjak meninggalkan lobby Mapolres Metro Jakarta Utara.
(*)