Kisahkan Kengerian Kerusuhan Mei 1998 di Kampung Halaman Jokowi, Dokter Tirta Saksikan Sendiri Jasad yang Gosong Terpanggang di Kantor Ibundanya yang Dibakar Massa: Saya Dilindungi Tetangga...

Senin, 17 Mei 2021 | 19:00
Arbain Rambey dan Instagram/Dokter Tirta

Ilustrasi kerusuhan Mei 1998 dan Dokter Tirta

Gridhot.ID - Mei memang merupakan bulan yang kelam dalam sejaran Indonesia.

Dikutip Gridhot dari Kompas.com, pada 13 Mei 1998 lalu, terjadi kerusuhan besar di Indonesia yang berlangsung hingga 15 Mei.

Kerusuhan ini pula yang memicu mundurnya presiden Soeharto kala itu.

Kerusuhan tersebut nyatanya juga menyerang rakyat Tionghoa Indonesia yang berada di sekitar kota kerusuhan.

Toko-toko dan rumah milik warga Tionghoa dibakar habis dan segala tempat jual beli dijarah habis-habisan.

Tak hanya di Jakarta yang menjadi pusat terjadinya kerusuhan tersebut, kampung halaman Joko Widodo yaitu di Solo yang cukup jauh dari Ibukota nyatanya juga terdampak kerusuhan yang sama.

Baca Juga: Bak Jumpa Fans, Video 20 Detik Ini Tampilkan Potret Epy Kusnandar Kang Mus Preman Pensiun di Pos Penyekatan Lingkar Nagreg, Netizen: Mantan Preman Taat Aturan

Kisah kerusuhan Mei 1998 di kota Solo ini diceritakan dokter Tirta Hudi melalui utas di akun Twitternya.

"13-15 mei 98, saya di solo, kelas 2 SD.

Kantor mama saya dibakar. Mama saya loncat dan masih bisa selamat sampe rumah. Matahari singosaren dibakar.

Saya sendiri dilindungin tetangga saya, dan kawan2 kampung sembunyi di rumah mereka," tulis dokter Tirta mengawali ceritanya.

Dokter Tirta menceritakan saat itu kantor ibundanya yang berada di Singosaren dibakar dan diserang massa.

Ayahnya yang kebingungan akhirnya memilih pulang untuk menemani dirinya yang masih bersekolah kala itu.

Baca Juga: Memilukan, Ikut Jadi Korban Perahu Terbalik di Waduk Kedung Ombo, Jasad Ibu dan 2 Anak Kembarnya Ini Ditemukan dalam Posisi Begini

"Papa saya memilih ke rumah nemenin saya, Pasrah kejadian apapun yg menimpa mama saya," ungkapnya.

Dokter Tirta sendiri merupakan separuh keturunan tionghoa yang berasal dari ibundanya.

Ibunya yang berketurunan tionghoa membuat dirinya was-was kala itu.

"7 jam mama saya ga ada kabar, akhirnya sampe ke rumah, dianterin temen2 nya, Kondisi mama saya histeris, saya masih ingat, dan masuk kamar d tenangin tetangga, Kampung saya baturan, bapak2 nya berjaga di gang, Di depan rumah ditulis "milik pribumi""

Dokter Tirta kala itu berusaha memahami keadaan dan datang ke kantor ibunya yang sudah hangus dibakar massa.

"Saya pake kacamataitem. Jaket. Helm kecil. Jadi ga tau kalo saya bermata sipit

Di singosaren itulah saya melihat mayat pertama kali

Yang gosong terperangkap karena kepanggang di dalem"

Baca Juga: Pacaran dengan Sultan Pemilik Pulau Pribadi dan Kapal Pesiar, Intip Mewahnya Rumah Aaliyah Massaid yang Jarang Terekspos Media, Tampak Begitu Asri

Kerusuhan Mei 1998 membuat dirinya menjadi keras dan temperamental.

Saat akhirnya bertemu dengan kawan-kawan karang taruna di Baturan, dokter Tirta mulai memikirkan kejamnya kerusuhan tersebut.

"Sejak smp itulah saya tertarik mendalami kedokteran, dan forensik. Lalu mendalami ilmu keuangan , lebetulan papa saya seorang dosen ekonomi, Kenapa? Karena di koran2 saya baca saat itu kerusuhan terjadi akibat krisis ekonomi dan kerusuhan rasial"

Dirinya terus bertanya-tanya mengapa kejadian mengerikan tersebut bisa merembet ke kota Solo yang bisa dibilang jauh dari Jakarta.

"Memori 98, membuat saya jadi keras pada diri saya sendiri, Karena saya dah melihat keberingasan manusia terhadap sesamanya. Dan ngebuat saya tau, mudahnya orang di provokasi akibat krisis ekonomi,"

"Suatu saat, saya yakin, dalang mei 98 akan ditangkep. Kalo pun aman duniawi, saya yakin d akhirat sang pelaku bakal kena

Ingat. Jangan lupakan sejarah!" pungkasnya.

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang

Sumber Kompas.com, Twitter