Gridhot.ID - Masyarakat kini sedang dihebohkan dengan RKUHP terkait pasal penghinaan Presiden.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, pasal tersebut nantinya bisa digunakan untuk mempidanakan mereka yang secara nyata menyerang Presiden atau Wakil Presiden.
Kini Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengungkapkan, pasal penghinaan presiden di RKUHP bertujuan agar masyarakat tak menjadi liberal.
Dikutip Gridhot dari Warta Kota, menurut Yasonna, pasal semacam itu sudah lumrah diterapkan di beberapa negara, seperti Thailand dan Jepang.
"Saya kira kita menjadi sangat liberal kalau membiarkan (penghinaan terhadap presiden)."
"Tadi dikatakan, kalau di Thailand malah lebih parah, jangan coba-coba menghina raja, itu urusannya berat."
"Bahkan di Jepang atau di beberapa negara (pasal) itu hal yang lumrah."
"Enggak bisa kalau kebebasan sebebas-bebasnya, itu bukan kebebasan, itu anarki," ujar Yasonna, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (9/6/2021).
Yasonna juga menegaskan, pasal ini berbeda dari yang telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi.
Melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006, MK diketahui pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurutnya, pasal penghinaan presiden dalam RUU KUHP merupakan delik aduan.
Selain itu, pasal itu ditujukan bukan bagi mereka yang memberikan kritik, melainkan bagi mereka yang menyerang harkat dan martabat presiden.
Dia mencontohkan tak masalah jika dirinya dikritik tak becus mengemban tugas sebagai Menkumham.
Namun, dirinya tak akan diam jika diserang harkat dan martabatnya.
"Kalau saya dikritik, MenkumHAM tak becus, lapas, imigrasi, that's fine with me."
"Tetapi kalau sekali menyerang harkat dan martabat saya."
"Misalnya saya dikatakan anak haram, wah itu di kampung saya enggak bisa itu."
"Anak PKI-lah, tunjukan pada saya kalau saya anak PKI, kalau enggak bisa, gua jorokin lu," tuturnya.
Dia menegaskan pasal ini tak hanya ditujukan untuk melindungi harkat dan martabat presiden saat ini, namun juga presiden di masa yang akan datang.
"Kita tahu lah, presiden kita sering dituduh secara personal dengan segala macam isu itu, dia tenang-tenang saja."
"Beliau mengatakan kepada saya tidak ada masalah dengan pasal itu."
"Tapi, apakah kita biarkan presiden yang akan datang digitukan?"
"Harus ada batas-batas yang harus kita jaga sebagai masyarakat Indonesia yang berkeadaban," paparnya.
Sebelumnya, draf rancangan Undang-undang KUHP dibuka kepada publik.
Dalam draf itu, diatur pula pasal-pasal terkait penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.
Berdasarkan draf RUU KUHP yang didapatkan Tribunnews, hal itu termaktub pada Bab II yang mengatur Tindak Pidana terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Awalnya diatur pasal yang akan dikenakan kepada orang yang menyerang diri presiden maupun wakil presiden.
Ancaman pidana lima tahun menanti bagi yang melanggar pasal ini.
(*)