Kutuk China yang Gunakan Vaksin Covid-19 Sebagai Alat untuk Menekan Negara Lain, Pemerintahan Joe Biden Banggakan Hal Ini

Sabtu, 31 Juli 2021 | 17:25
Chicago Sun-Times

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.

GridHot.ID -Pandemi Covid-19 belum juga berakir.

Melansir Worldometers, per Sabtu (31/7/2021), total kasus Covid-19 di dunia kini mencapai 197.943.446 kasus.

Dari jumlah tersebut, pasien Covid-19 yang meninggal dunia sebanyak 4.222.934 orang.

Sementara itu, total pasien yang sembuh 178.872.928 orang dari seluruh dunia.

Baca Juga: Geger Kasus Covid-19 Indonesia, WHO Bongkar Fakta Banyak Nakes di Indonesia Belum Divaksinasi, Wilayah Penuh Pesona ini Jadi Sorotan

Untuk mengatasi pandemi Covid-19 yang terus meningkat itu tentu dibutuhan banyak dosis vaksin.

Nah, erkait vaksin itu, Amerika Serikat baru-baru ini mengutuk taktik China.

Ada masalah apa?

Melansir Serambinews.com, Amerika Serikat mengutuk keras taktik China untuk menekan negara-negara di seluruh dunia yang menerima bantuan Vaksin Covid-19.

Baca Juga: Kebijakaannya Darurat Covid-19 Buat sang Raja Kecewa, Nasib PM Malaysia Dibawah Bayang-bayang Seruan Mengundurkan Diri

China menghubungkan vaksin dengan pengobatan yang menguntungkan oleh Ukraina.

Dilansir AP, Jumat (30/7/2021), pemerintahan AS, Joe Biden mengatakan mengetahui laporan taktik tekanan Beijing terhadap negara-negara penerima bantuan dari China.

"Kami mengutuk laporan RRT yang menggunakan vaksin sebagai alat pemaksaan di seluruh dunia, termasuk di Ukraina," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS.

Baca Juga: Dipasarkan 8 Kali Lipat Lebih Mahal dari HET, 4 Pegawai Apotek di Cikarang Dicokok Polisi Usai Jual Obat Covid-19 Tanpa Resep Dokter

Dia merujuk pada China dengan inisial nama resminya, Republik Rakyat China.

"Vaksin penyelamat nyawa tidak boleh digunakan sebagai alat tekanan politik," katanya.

"Kami mengutuk keras segala upaya untuk mengikat penyediaan vaksin dengan kondisi atau bantuan politik atau ekonomi," tambahnya.

"Sebaliknya, Amerika Serikat bangga baru saja mengirimkan 2 juta dosis Moderna vaksin ke Ukraina, tanpa pamrih," tambah juru bicara itu.

Baca Juga: Viral Perjuangan Lansia Kayuh Sepeda 15 Kilometer Demi Vaksin Covid-19, Sempat Ragu hingga Pasrah Tak Bisa Daftar Vaksinasi hingga Terpaksa Lakukan Hal Ini

Evelyn Farkas, yang merupakan wakil asisten menteri pertahanan AS untuk Rusia, Ukraina dan Eurasia dari 2012 hingga 2015, mengatakan Ukraina tidak naif tentang China.

Meskipun ada ketidakpuasan dengan Washington atas pipa gas Nord Stream 2 Rusia.

"Saya tidak berpikir mereka ingin meningkatkan ketegangan apapun yang ada di tingkat resmi saat ini," ujarnya.

"Itu tidak masuk akal bagi Ukraina," tambahnya.

Baca Juga: Info Lowongan Kerja Agen Ekspedisi TrawlBens, Buka Rekrutmen Besar-besaran dan Mitra Bisnis, Begini Cara Daftarnya

"Dalam jangka panjang, dalam jangka menengah dan jangka pendek, mereka tahu bahwa kepentingan mereka terletak pada Amerika Serikat," kata Farkas.

Oleg Nikolenko, juru bicara kementerian luar negeri Ukraina, mengatakan Ukraina tetap berkomitmen untuk masa depan trans-Atlantik.

Dia menambahkan, itu tidak berarti akan secara artifisial menahan kemajuan dalam hubungan bilateral dengan negara atau wilayah tertentu.

"Kepentingan nasional Ukraina akan selalu menjadi prioritas utama kami, di mana pun negara yang kami minati berada," tegas Nikolenko.

(*)

Tag

Editor : Siti Nur Qasanah

Sumber Serambinews.com, Worldometers