Gridhot.ID - Taliban kini telah menduduki Afghanistan.
Dikutip Gridhot dari Tribunnews sebelumnya, Taliban diketahui menduduki ibu kota Afghanistan hanya dalam tempo 10 hari saja.
Hal ini terjadi diduga setelah negara-negara sekutu setuju untuk menarik para pasukannya dari konflik Afghanistan selama ini.
Lalu mengapa tentara Afghanistan tak mampu membendung 'serangan' Taliban ini?
Lemahnya militer Afghanistan membuat negara itu kembali jatuh dalam kekuasaan Taliban, setelah pasukan asing pimpinan Amerika Serikat ditarik mundur.
Baca Juga: Nino Nekat Temui Reyna, Andin Marah-marah, Berikut Sinopsis Ikatan Cinta 20 Agustus 2021
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, tak berdayanya tentara Afghanistan turut disebabkan oleh kesalahan Pentagon selama 20 tahun berperang di sana.
Apa saja kesalahan Pentagon di Afghanistan? Berikut penjelasannya.
1. Salah peralatan AS menghabiskan 83 miliar dollar AS (Rp 1,2 kuadriliun) agar militer Afghanistan bisa sekuat mereka.
Artinya, AS juga menyuplai armada udara dan jaringan komunikasi berteknologi tinggi di Afghanistan yang hanya 30 persen penduduknya mendapat pasokan listrik memadai.
Pesawat terbang, helikopter, drone, kendaraan lapis baja, dan kacamata penglihatan malam contohnya.
AS tidak tanggung-tanggung mengeluarkan biaya untuk memperkuat tentara Afghanistan.
Belum lama ini militer "Paman Sam" bahkan memberi Afghanistan helikopter serang Black Hawk terbaru.
Masalahnya, banyak pemuda Afghanistan buta huruf dan negaranya kekurangan infrastruktur untuk mendukung peralatan militer mutakhir.
Akibatnya tentara Afghanistan tetap kewalahan menghadapi musuh yang peralatannya kurang lengkap dan tampaknya kalah jumlah.
Kemampuan mereka dinilai terlalu tinggi, menurut John Sopko, inspektur jenderal khusus AS untuk rekonstruksi Afghanistan (SIGAR), kepada AFP.
Setiap kali dia mencoba mengevaluasi tentara Afghanistan, ungkapnya, "Militer AS mengubah tiang gawang, membuatnya lebih mudah menunjukkan keberhasilan. Dan akhirnya, ketika mereka (tentara Afghanistan) gagal melakukannya, mereka (AS) merahasiakan penilaian."
"Jadi mereka tahu betapa buruknya militer Afghanistan."
Laporan terbaru kantornya kepada Kongres yang diajukan pekan lalu menyatakan, "Sistem senjata canggih, kendaraan, dan logistik yang digunakan oleh militer Barat berada di luar kemampuan pasukan Afghanistan yang sebagian besar buta huruf dan tidak berpendidikan."
2. Jumlah berlebihan
Selama berbulan-bulan, para petinggi Pentagon bersikeras pasukan Afghanistan unggul jumlah atas anggota Taliban.
Pentagon mengeklaim, tentara Afghanistan jumlahnya berkisar 300.000 ditambah polisi, dibandingkan Taliban yang diperkirakan sekitar 70.000 personel.
Akan tetapi jumlah tentara Afghanistan sebenarnya tidak sebanyak itu, menurut Pusat Pemberantasan Terorisme di Akademi Militer AS di West Point, New York.
Pada Juli 2020, menurut perkiraannya sendiri, dari 300.000 itu hanya 185.000 yang tentara atau pasukan operasi khusus di bawah kendali Kementerian Pertahanan, dan sisanya adalah polisi serta personel keamanan.
Kemudian, tak sampai 60 persen tentara Afghanistan adalah prajurit terlatih, kata para analis West Point.
Mereka menyimpulkan, perkiraan yang lebih akurat dari jumlah tentara Afghanistan setelah 8.000 personel angkatan udara tak dihitung, adalah 96.000.
Laporan SIGAR mengatakan, desersi (keluar dari pasukan secara ilegal) selalu menjadi masalah bagi tentara Afghanistan.
Ditemukan bahwa pada 2020, tentara Afghanistan harus mengganti 25 persen personelnya setiap tahun, sebagian besar karena desersi. Dikatakan pula bahwa tentara Amerika yang bekerja dengan Afghanistan sudah terbiasa melihat situasi itu.
3. Janji setengah hati
Para pejabat Amerika berulang kali bersumpah mereka akan terus mendukung tentara Afghanistan setelah 31 Agustus 2021, tanggal yang diumumkan untuk menyelesaikan penarikan pasukan AS.
Namun demikian, mereka tidak pernah menjelaskan bagaimana janji itu akan diwujudkan secara nyata.
Dalam kunjungan terbarunya ke Kabul pada Mei, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengemukakan kemungkinan membantu Afghanistan mempertahankan angkatan udara mereka dari jauh, melalui pendekatan yang disebutnya logistik di cakrawala.
Konsep itu menyiratkan penggunaan sesi pelatihan virtual dari Zoom, dan diprediksi tidak akan maksimal karena warga Afghanistan harus memiliki komputer atau smartphone dengan koneksi internet yang bagus.
Ronald Neumann, mantan duta besar AS untuk Kabul, percaya militer Amerika bisa membutuhkan lebih banyak waktu untuk mundur.
Kesepakatan yang dicapai oleh pemerintahan Trump dengan Taliban menyerukan penarikan penuh pasukan asing pada 1 Mei.
Penerus Trump, Joe Biden, memundurkan tanggal itu, semula menjadi 11 September lalu mengubahnya lagi menjadi 31 Agustus.
Namun, Biden juga memutuskan menarik semua warga Amerika dari Afghanistan, termasuk para kontraktor yang memainkan peran kunci dalam mendukung logistik AS di sana.
"Kami membangun angkatan udara yang bergantung pada kontraktor untuk perawatan dan kemudian menarik kontraktornya," sindir Neumann, yang menjadi duta besar di bawah Presiden George W Bush, kepada radio publik NPR.
Lebih buruk lagi, gaji tentara Afghanistan yang dibayar selama bertahun-tahun oleh Pentagon, dialihkan ke Pemerintah Kabul setelah pasukan ditarik.
4. Tidak dibayar dan tidak diberi makan
Banyak tentara Afghanistan mengeluh di media sosial, bahwa mereka bukan hanya tak dibayar selama berbulan-bulan bahkan kekurangan amunisi, tetapi dalam banyak kasus juga tidak mendapat makanan atau barang-barang pokok lagi.
Penarikan pasukan AS yang cepat pun semakin memperparah keadaan.
"Kita sangat membuat syok tentara dan moral Afghanistan dengan keluar dan menarik perlindungan udara," pungkas Neumann.
(*)