GridHot.ID - Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono, tersandung kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa periode 2017-2018.
Melansir Kompas TV, Budhi Sarwono membantah terlibat suap Rp2,1 miliar dalam pengadaan barang dan jasa periode 2017-2018.
Ia pun menantang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membuktikan dugaan yang disangkakan terhadapnya.
“Kan tadi saya diduga menerima uang Rp2,1 miliar, mohon untuk ditunjukkan yang memberikan siapa, kepada siapa, silakan ditunjukkan dan pemberinya siapa yang memberikan ke saya,” ujar Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono usai diumumkan sebagai tersangka oleh Ketua KPK Firli Bahuri, Jumat malam (3/9/2021).
“Insyaallah saya tidak pernah menerima pemberian dari para pemborong semua. Saya tidak pernah menerima sama sekali, sama sekali dan tolong ditunjukkan yang memberi siapa,”
Dalam keterangannya, Budhi Sarwono mengatakan perusahaan Bumi Redjo merupakan milik orangtuanya. Perusahaan Bumi Redjo, kata Budi Sarwono, tidak pernah mengikuti proyek yang disebut dalam dugaan kasus dalam pengadaan barang dan jasa periode 2017-2018
“Perusahaan Bumi Redjo itu milik orang tua saya, bukan milik saya. (Perusahaan Bumi Redjo -red) Tidak, Tidak ikut (proyek),” tegasnya.
Meski menyatakan tidak menerima uang yang disangkakan dalam pengadaan barang dan jasa periode 2017-2018, Budhi Sarwono menegaskan dirinya siap menjalani proses hukum yang disangkakannya.
“Semua saya serahkan kepada hukum, saya sebagai warga negara Indonesia menaati peraturan hukum,” ucap Budhi Sarwono.
Sebelumnya, mengutip Kompas.com, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Banjarnegara tahun 2017-2018, Jumat (3/9/2021).
“Dengan telah dilakukannya pengumpulan berbagai informasi dan data yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke penyidikan pada bulan Mei 2021, dengan menetapkan tersangka BS (Budhi Sarwono),” ujar ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, Jumat.
Selain Bupati Banjarnegara periode 2017-2022, KPK menetapkan satu orang pihak swasta bernama Kedy Afandi sebagai tersangka.
Untuk kepentingan penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan para dua tersangka tersebut untuk 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 3 September 2021 sampai 22 September 2021.
Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 dan Kedy Afandi ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.
Atas perbuatannya, Budhi dan Kedy disangkakan melanggar pasal sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pertama, Pasal 12 huruf (i) “Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya”.
Dalam Pasal itu disebutkan bahwa perbuatan para tersangka dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Kemudian, Pasal 12B (1) yang bunyinya "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi,
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah)".
“Serta disangkakan pula sebagaimana Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana,” ujar Firli.
Sebelumnya, melansir Tribunnewswiki,viralucapanBupati Banjarnegarayang menyebut Menko Luhut dengan “MenteriPenjahit” di media sosial dalam sebuah video berdurasi 1 menit 26 detik.
(*)