GridHot.ID - Nasib apes kini menimpa seorang perwira TNI AU berpangkat Kolonel.
Pasalnya, setelah rela pensiun dini, ia jadi korban kekecewaan.
Melansir Tribunmanado.co.id, Perwira TNI AU berpangkat Kolonel, Rusnawi (53) tak bisa melupakan momen tanggal 1 April 2020.
Perwira TNI Angkatan Udara berpangkat Kolonel (Kes) itu resmi dilantik sebagai Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nusa Tenggara Barat (NTB).
Namun, peralihan Kepala BKKBN NTB itu harus dibayar mahal.
Sesuai Pasal 157 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017, Rusnawi diwajibkan mundur dari kedinasan TNI AU.
Rusnawi pun legowa mengajukan pensiun dini.
Anggota Korps Kesehatan TNI AU itu harus meninggalkan barak kerjanya di RSPAU dr S Hardjolukito Yogyakarta dan pindah ke NTB.
Tujuan Rusnawi ketika itu cuma satu, yakni melanjutkan pengabdian membangun Indonesia meskipun di pelosok negeri.
Rusnawi merasa percaya diri, karena pengangkatan dirinya sebagai Kepala BKKBN NTB telah dilewati secara profesional.
Namun, dilansir dari Kompas.com, pria berpangkat kolonel di TNI AU itu malah dikecewakan dengan pilihannya.
Nomor induk pegawai (NIP) milik Rusnawi yang dikirimkan oleh BKKBN NTB ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) ternyata bodong.
Bagaimana kisahnya?
Cerita Rusnawi berawal saat dirinya berencana mengikuti seleksi terbuka kepala perwakilan BKKBN NTB.
Setelah mengikuti semua proses, Rusnawi akhirnya lulus dan terpilih di jabatan tersebut.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017, Rusnawi diwajibkan mundur dari kedinasan TNI Angkatan Udara.
Pria ini kemudian memilih untuk menjadi bagian dari BKKBN untuk mengabdi dengan jalan lain kepada negara.
Pada 1 April 2020, dia dilantik di ruang Auditorium Kantor BKKBN pusat, Jakarta, langsung oleh Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.
Lagu Indonesia Raya berkumandang, acara berlangsung khidmat.
Seluruh peserta pelantikan dan tamu undangan dalam posisi berdiri selayaknya upacara.
"Ada lima orang yang dilantik, tiga orang sebagai kepala perwakilan dan dua orang lagi untuk jabatan direktur," kenang Rusnawi sembari mengelap keringat di wajahnya.
Nama Hasto tercantum dalam surat keputusan pengangkatan pegawai BKKBN.
Rusnawi ingat, saat prosesi pelantikan, hanya dibacakan nama dan pangkat. Sedangkan NIP tidak disebut.
"Kalau dibacakan saya pasti ingat, jumlahnya 18 digit, angka di belakangnya itu nol semua, tidak tahu saya dapat dari mana angka itu," kata Rusnawi.
Setelah pelantikan usai, Rusnawi dan para pejabat yang baru dilantik langsung berkumpul di ruang kerja Hasto.
Mereka diberikan pengarahan soal pekerjaan di BKKBN dan diminta secepatnya meluncur ke wilayah tugas masing-masing.
Masalah mulai terjadi
Rusnawi tidak menyangka bahwa momen yang seharusnya menjadi babak baru pengabdiannya sebagai aparatur negara, justru menjadi persoalan berat.
Tak lama berselang, ternyata NIP yang tercantum dalam surat keputusan pengangkatannya bodong alias tidak terdaftar di BKN.
Tentu saja nomor tersebut juga tidak diakui oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Alhasil, kas negara tidak bisa menggelontorkan gaji maupun tunjangan jabatan kepada Rusnawi selaku Kepala Perwakilan BKKBN NTB.
Baca Juga: Dinikahi Perwira TNI AD, Joy Tobing Beri Bocoran Nasibnya di Panggung Hiburan ke Depan
"Alurnya kan nomor induk kepegawaian atau NRP itu dari BKKBN, kemudian BKN dan KPPN. Orang di KPPN tidak bisa bayar (gaji dan tunjangan), karena nomornya bodong, tidak teregistrasi," ujar Ayah dua anak itu.
Karena tak kunjung mendapatkan haknya, pada 1 September 2020, Rusnawi memutuskan berhenti dari jabatannya.
Namun, kata dia, pemberhentian tersebut tak resmi. Rusnawi tak merinci pemberhentian tak resmi yang dimaksud.
Yang jelas, pada 1 Januari 2021, surat keputusan (SK) pengangkatannya dibatalkan.
Rusnawi mencoba mendapatkan haknya kembali dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negar (PTUN) pada 1 Februari 2021.
Kemudian pada Mei 2021, PTUN mengeluarkan putusan nomor 95/G/2021/PTUN.JKT yang isinya mengabulkan seluruh gugatan yang dilayangkan Rusnawi.
Pengadilan memerintahkan BKKBN untuk memproses dan memenuhi hak Rusnawi selaku pegawai negara.
"Sayangnya BKKBN justru tidak mengikuti perintah pengadilan. Mereka banding dan membawa kasus ini ke pengadilan tinggi," ujar Rusnawi.
Rusnawi mengadu ke Bareskrim
Pada Maret 2021, Rusnawi juga sempat mengadukan kasusnya ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Pengaduan pada Maret itu terkait dugaan kasus pemalsuan NIP di BKKBN.
Sebelum membuat aduan, Rusnawi telah melapor ke BKKBN pusat dan BKN. Namun, pengaduan yang disampaikan tidak membuahkan hasil.
Dalam surat tertanggal 16 Juni 2021 yang ditandatangani atas nama Direktur Tindak Pidana Umum Kasubdit I Kombes Wira Satya Triputra, dijelaskan bahwa Bareskrim telah mewawancarai Rusnawi selaku pelapor.
Kemudian meminta keterangan saksi dari pegawai dari BKKBN, panitia seleksi, dan pegawai BKN.
Dalam surat itu, Bareskrim mengatakan, mereka tidak menemukan unsur niat jahat. Namun, akan melanjutkan kasus jika putusan di pengadilan telah inkrah.
Rusnawi jadi pegawai kontrak
Sambil terus menunggu mendapatkan kembali haknya, Rusnawi pergi ke Bangka, Kepulauan Bangka Belitung untuk mencari kerja.
Kedatangan Rusnawi ke Bangka berbekal informasi dari kenalannya. Selain itu, Rusnawi juga pernah kuliah kerja nyata (KKN) di Bangka Tengah.
Berbekal ijazah pendidikan dokter yang dimilikinya, Rusnawi mendatangi sejumlah rumah sakit.
Ia mencoba melamar pekerjaan demi mendapatkan penghasilan bagi keluarganya.
"Sudah coba beberapa rumah sakit, kebetulan penuh. Saya spesialis kulit, akhirnya dapat di rumah sakit swasta, statusnya kontrak," kata Rusnawi.
Demi mendapatkan penghasilan tambahan, Rusnawi membuka layanan kesehatan yang bekerja sama dengan platform online.
Bekerja di rumah sakit dengan status kontrak, harus mengandalkan klaim dari pembayaran BPJS Kesehatan.
Itu pun pembayarannya bisa memakan waktu berbulan-bulan sejak klaim diajukan. Beruntung Rusnawi masih memiliki simpanan dari uang pensiun anggota TNI.
Namun, uang itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup bulanan dan sulit diandalkan untuk membayar biaya sekolah anak-anaknya.
Rusnawi juga harus memikirkan biaya dua anaknya yang masih kuliah.
"Saya kan pensiun dini atas permintaan sendiri, jadi masa tugasnya terhitung masih sedikit dan pensiunan juga tidak banyak," ujar Rusnawi.
Apa kata BKKBN?
Kepala Bidang Hukum BKKBN Ahmad Fuadi membenarkan kasus yang menimpa Rusnawi.
Ahmad mengatakan, BKKBN sedang menunggu keputusan banding dari pengadilan.
Dia berharap ada keputusan pengadilan yang bisa dilaksanakan oleh BKKBN maupun BKN.
"Saat ini agendanya baru pengajuan memori banding, jadi kami masih menunggu. Mudah-mudahan nanti ada keputusan yang terbaik buat Pak Rusnawi," ucap Ahmad.
Terkait nomor kepegawaian yang tidak terdaftar, menurut Ahmad, ranahnya berada di bidang kepegawaian.
"Waktu itu ditambahkan angka nol di belakang agar bisa di-print out suratnya. Karena NRP empat angka, sementara yang harus diisi 18 digit. Namun, tetap nanti kita lihat hasil pengadilan," ucap Ahmad.(*)