Sumpah Xi Jinping untuk Bawa Taiwan Kembali ke Pelukan China

Senin, 11 Oktober 2021 | 05:13
24h

Ilustrasi - militer China

Gridhot.ID - China dan Taiwan memang memiliki sejarah yang cukup rumit.

Dikutip Gridhot dari Kompas.com, beberapa tahun belakangan China memang terus menekan Taiwan agar bisa kembali bersatu dengan negaranya.

Kini Presiden China Xi Jinping pada hari Sabtu berjanji untuk mewujudkan penyatuan kembali secara damai dengan Taiwan.

Baca Juga: Rugi Miliaran Rupiah Gegara Bisnis Karaokenya Vakum Dampak Pandemi, Inul Daratista Layangkan Protes ke Wakil Gubernur DKI Jakarta

Dikutip Gridhot dari Kontan, kendati Xi tidak secara langsung menyebutkan penggunaan, setelah seminggu ketegangan dengan pulau yang diklaim China itu, memicu kekhawatiran internasional.

Berbicara di Balai Besar Rakyat Beijing, Xi mengatakan orang-orang China memiliki tradisi mulia dalam menentang separatisme.

"Separatisme kemerdekaan Taiwan adalah hambatan terbesar untuk mencapai penyatuan kembali tanah air, dan bahaya tersembunyi paling serius bagi peremajaan nasional," katanya pada peringatan revolusi yang menggulingkan dinasti kekaisaran terakhir pada tahun 1911 seperti dilansir Reuters, Sabtu (9/10).

Baca Juga: Tak Ada Penyesalan dari Brigjen TNI Junior Tumilaar, Ngaku Sadar Melakukan Kesalahan dan Tak Masalah Jabatannya Dicopot: Namanya Bertempur Ada Sesuatu yang Dikorbankan

Xi menuturkan reunifikasi yang damai paling sesuai dengan kepentingan keseluruhan rakyat Taiwan, tetapi ia juga menegaskan bahwa China akan melindungi kedaulatan dan persatuan negeri China.

"Tidak ada yang boleh meremehkan tekad teguh, kemauan keras, dan kemampuan kuat rakyat China untuk mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas teritorial," kata Xi. Menurut Xi, penyatuan kembali dengan Taiwan adalah tugas sejarah yang harus dipenuhi. "Dan pasti akan dipenuhi," ucapnya.

Xi menyerukan penyatuan dengan Taiwan sedikit lebih lembut daripada pada bulan Juli lalu, pidato terakhirnya yang menyebutkan Taiwan, di mana Xi bersumpah untuk menghancurkan setiap upaya kemerdekaan formal. Pada 2019, ia secara langsung mengancam akan menggunakan kekuatan untuk membawa pulau itu di bawah kendali Beijing.

Baca Juga: Lutfi Agizal Ngaku Banyak Stasiun Televisi yang Ingin Siarkan Pernikahan Tapi Ditolak Mentah-mentah Semua, Singgung Contoh Tidak Baik, Begini Alasannya

Namun, pidato itu direspons negatif di Taiwan. Kantor kepresidenan Taiwan mengatakan mereka adalah negara merdeka yang berdaulat, bukan bagian dari Republik Rakyat China, dan dengan jelas menolak tawaran China untuk satu negara, dua sistem untuk memerintah pulau itu.

"Masa depan bangsa ada di tangan rakyat Taiwan," kata kantor itu.

Dalam pernyataan terpisah, Dewan Urusan Daratan Taiwan yang membuat kebijakan China meminta Beijing untuk meninggalkan langkah-langkah intrusi, pelecehan, dan penghancurannya yang provokatif dan kembali ke pembicaraan.

Angkatan udara China melakukan serangan empat hari berturut-turut ke zona identifikasi pertahanan udara Taiwan mulai 1 Oktober, yang melibatkan hampir 150 pesawat, meskipun misi tersebut telah berakhir. Xi tidak menyebutkan penerbangan itu.

Baca Juga: Sebelum Isu Keretakan Rumah Tangganya Menyeruak ke Publik, Shandy Aulia dan David Herbowo Pernah Berdebat Tentang Perceraian

Taiwan mengatakan pulau tersebut adalah negara merdeka yang disebut Republik Cina, nama resminya. Republik Cina didirikan pada tahun 1912 dan pemerintahnya melarikan diri ke Taiwan pada tahun 1949 setelah kalah perang saudara dengan Komunis, yang mendirikan Republik Rakyat hari ini.\

Taiwan menandai 10 Oktober, ketika revolusi anti-kekaisaran dimulai di China, sebagai hari nasionalnya, dan Presiden Tsai Ing-wen akan memberikan pidato utama di Taipei pada hari Minggu.

China memperingati revolusi dengan mengingat kembali seruan pemimpin republik Sun Yat-sen untuk patriotisme, peremajaan nasional, dan pemerintahan yang baik.

Baca Juga: Suratnya untuk Kapolri Viral Sampai Jabatannya Dicopot, Brigjen Junior Tumilaar Sudah Menduga Dirinya Pasti Bakal Kena Hukuman, Ini Alasan Tindakannya

Xi menggunakan pidato tersebut untuk menggarisbawahi perlunya kekuatan yang kuat untuk memimpin negara, dan kekuatan yang kuat ini adalah Partai Komunis China. "Tanpa Partai Komunis China, tidak akan ada China Baru, dan karenanya tidak ada peremajaan rakyat China," katanya.

Xi telah memperketat kontrol partai dalam semua aspek kehidupan dan hampir pasti melanggar protokol dan tetap sebagai pemimpin Partai Komunis untuk masa jabatan ketiga akhir tahun depan, ketika sebuah kongres akan memilih kepemimpinan baru untuk lima tahun berikutnya.

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang

Sumber Kompas.com, kontan