Kurangnya kejelasan, seperti halnya staf kementerian sebagian besar diisi oleh petugas militer aktif, telah memberi TNI pengaruh informal cukup besar atas kebijakan pertahanan.
Memang reformasi militer pasca-Suharto telah mengukuhkan profesionalisme militer dan kontrol sipil.
Namun, karena Kementerian Pertahanan bukanlah bagian dari rantai komando operasional, maka secara institusional Kemenhan terkendala dalam menegaskan hak prerogatif sipil dalam merumuskan kebijakan pertahanan, mewakili kepentingan militer serta mengelola TNI.
Kehadiran Prabowo telah membuatnya berhasil mencapai otoritas tertinggi Kemenhan untuk membentuk kebijakan pertahanan dan mengendalikan kebijakan pengadaan senjata.
Pada kebijakan pertahanan, ia telah mencari cara menyeimbangkan perubahan dan kontinuitas institusional.
Pada pidato 2019 darinya kepada DPR, ia menjelaskan sistem pertahanan total sebagai dasar dari kebijakan pertahanan Indonesia.
Pada dasarnya ia melatih kebijakan pertahanan berpusat pada pulau berdasarkan struktur komando wilayah TNI.
Orientasi wilayah ini kini diseimbangkan dengan pendekatan lebih kuat pada laut dan udara.
Regulasi Kebijakan Pertahanan Negara 2020 dan 2021 membayangkan kemampuan pengawasan laut dan udara yang lebih kuat, penempatan kesatuan TNI terpadu di pulau-pulau terpencil, dengan perhatian khusus pada perluasan kemampuan rudal dan penyangkalan wilayah lainnya.