Gridhot.ID - Kasus yang perkosaan yang terjadi di sebuah pesantren di Bandung mengguncang nurani masyarakat.
Dikutip Gridhot dari Tribun Jabar, salah seorang guru, Herry Wirawan dilaporkan melakukan pemerkosaan terhadap 12 santriwati di bawah umur bahkan hingga hamil dan melahirkan.
Banyak pejabat dan petinggi negara ikut memberi komentarnya terkait kasus mengerikan ini.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid menilai pelaku pemerkosaan terhadap 12 santriwati, Herry Wirawan, pantas diberikan hukuman kebiri.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, menurutnya, hukuman itu perlu menjadi pertimbangan lantaran kasus-kasus kekerasan seksual tidak semakin mereda, tapi justru terus terjadi.
Ia mendorong agar aparat penegak hukum menggunakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, terkhusus mengenai tambahan hukuman yaitu kebiri dijatuhkan pada Herry.
"Kalau saya setuju Perppu itu diberlakukan ya karena kasus-kasus ini kan bukan semakin reda, tapi kasus kejahatan seksual ini tidak semakin reda-reda, tidak semakin berkurang, mereka yang melakukan kejahatan dalam tanda kutip, katakanlah tidak jera gitu ya," kata Hidayat kepada wartawan, Jumat (10/12/2021).
Ia menekankan agar negara memberlakukan Perppu tersebut, terkhusus tambahan hukuman kebiri, meskipun Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pernah menolak menjadi eksekutor hukuman itu.
Pasalnya, dia menilai negara perlu melindungi setiap warganya agar terhindar menjadi korban kasus kekerasan seksual.
"Perppu itu sebagai kewajiban negara untuk melindungi seluruh WNI. Sementara di perintah Undang-Undang Dasar (UUD) untuk melakukan perlindungan itu diberi kewenangan termasuk membuat Perppu," jelasnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua MPR itu juga berpandangan bahwa situasi kasus kekerasan seksual di Indonesia saat ini sudah dalam kondisi darurat.
Oleh karenanya, dia mengusulkan agar para pelaku kekerasan atau kejahatan seksual itu justru tak hanya mendapatkan hukuman kebiri, melainkan hingga hukuman mati.
"Karena dalam UU itu, hukum itu terbuka kok bagi mereka yang melakukan kejahatan kepada anak-anak, bila melibatkan anak-anak dalam kejahatan narkoba," kata dia.
"Bila itu seandainya itu bisa diberikan hukuman mati, kenapa tidak bagi mereka yang melakukan kejahatan kepada perempuan? (Yang) melakukan pemerkosaan, kejahatan seksual, apalah dalam kondisi semacam ini, menurut saya hukuman maksimal itu bisa diterapkan," lanjutnya.
Sebagai informasi, Perppu Nomor 1 Tahun 2016 telah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 25 Mei 2016.
Melalui Perppu ini, pemerintah mengubah dua pasal dari UU sebelumnya, yaitu Pasal 81 dan Pasal 82, serta menambahkan satu Pasal 81A.
Perppu tersebut memperberat hukuman bagi pelaku kejahatan seksual, yaitu hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal penjara 20 tahun dan minimal 10 tahun.
Selain itu, Perppu ini juga menyebutkan tiga hukuman tambahan, yaitu kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, dan pemasangan alat deteksi elektronik.
Perppu yang mengatur tambahan hukuman kebiri ini kembali jadi perbincangan usai terkuaknya kasus pemerkosaan 12 santriwati yang diduga dilakukan seorang guru pesantren MH di Cibiru, Bandung, Jawa Barat.
Diketahui, pelaku pemerkosaan bernama Herry Wirawan.
Akibat perbuatannya, delapan korban yang di bawah umur sudah melahirkan. Sementara dua orang sedang hamil.
(*)