Gridhot.ID - Kasus kapal yang selundupkan migran Indonesia ilegal ke Malaysia dan tenggelam di tengah perjalanan kini berujung panjang.
Dikutip Gridhot dari Tribunnews sebelumnya, kapal yang tenggelam di pantai Tanjung Balau Kota Tinggi Johor, Malaysia tersebut tidak berangkat melalui pelabuhan yang resmi.
Kapal yang ditumpangi 64 pekerja migran Indonesia karam akibat dihantam ombak saat cuaca buruk di Pantai Tanjung Balau, Kota Tinggi Johor, Malaysia, pada Rabu (15/12/2021).
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, dari kecelakaan tersebut, 21 orang tewas, 30 orang belum ditemukan, dan 13 orang selamat.
Semua penumpang di dalam kapal tersebut adalah warga negara Indonesia.
Disebutkan, kapal terbalik pada Rabu pagi sekitar pukul 05.00 waktu setempat. Kapal tersebut ditemukan di 0,3 mil laut (500 meter) tenggara Tanjung Balau, Kota Tinggi, Johor.
Pada Kamis (23/12/2021), 11 jenazah korban dijemput menggunakan kapal milik Direktorat Polisi Air Polda Kepri.
Tangkap pemilik kapal di Kepulauan Riau
Tak menunggu lama, petugas mengamankan S alias Acing (43), otak penyelundupan pekerja migran yang kapalnya karam di Johor, Malaysia. Ia ditangkap di kawasan Tanjung Uban, Bintan, pada Minggu (2/1/2022) sore.
Acing adalah pemilik kapal yang karam yang membawa 64 buruh migran ke Malaysia.
Kepada petugas, ia mengakui bahwa Pelabuhan Gentong di Bintang Utara, Kepri, yang menjadi tiitk keberangkatan pada korban adalah miliknya.
Namun, ia bercerita baru pertama kali melakukan hal tersebut. Ia mendapatkan informasi dari agen pengumpul buruh migran yang beroperasi di berbagai provinsi di Indonesia.
Acing akan menyiapkan fasilitas untuk berangkat ke Malaysia, jika para agen ini telah mengumpulkan 80 orang buruh migran.
Selain itu, Acing juga menyediakan lokasi penampungan sementara yang tersebar di Batam.
Setelah menemukan waktu keberangkatan, Acing baru menginstruksikan agar para PMI yang berada di Batam langsung berangkat menuju Bintan.
Setelah menunggu beberapa jam di Bintan, para buruh migran akan dibawa ke Malaysia menggunakan kapal milik Aceng.
Sebelumnya, nama Susanto sendiri muncul dari keterangan yang dilontarkan oleh Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani beberapa waktu silam melalui media massa.
BP2MI juga menduga, ada keterlibatan oknum TNI dalam peristiwa kapal karam di Perairan Malaysia beberapa waktu lalu. Hal itu didasari oleh hasil investigasi yang dilakukan BP2MI terkait peristiwa kemanusiaan tersebut.
Baca Juga: Senyum Sambil Tegas Jawab Ada Sosok Pria yang Mendekatinya, Luna Maya: Gue Butuh Pacaran Lama
Oknum TNI AU juga diamankan
TNI Angkatan Udara (AU) menahan Sersan Kepala S yang diduga ikut membantu pengiriman pekerja migran Indonesia ilegal ke Malaysia.
Penahanan dilakukan Polisi Militer TNI AU (Pomau) menyusul pendalaman yang dilakukan TNI AU atas keterangan BP2MI beberapa waktu lalu.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsma TNI Indan Gilang Buldansyah mengatakan, Sersan Kepala S teah ditetapkan sebagai tersangka oeh penyidik Pomau.
Indan menjelaskan, keterlibatan Sersan Kepala S sebagai penyedia jasa transportasi darat.
Sementara itu, Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan, hasil investigasi pengiriman PMI itu dilakukan secara terorganisasi.
Dalam pelaksanaan pengiriman pekerja migran ilegal ini, ada calo-calo perekrut di daerah asal hingga pengurus transportasi di Bandara Hang Nadim, Batam, menuju pelabuhan di Tanjunguban.
Terkait peran Acing, Benny mengatakan, ia tak pernah tersentuh aparat penegak hukum.
Hal ini makin menguatkan dugaan BP2MI bahwa kegiatan pengiriman PMI ilegal itu sudah berlangsung lama dan diketahui banyak pihak.
"Dalam pelaksanaan kegiatannya, Susanto alias Acing tidak pernah tersentuh aparat keamanan dan aparat hukum," katanya.
Ia pun menduga kuat ada dukungan (backing) kuat dari anggota aparat penegak hukum setempat.
Bayar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta
Pekerja migran Indonesia yang berangkat secara ilegal ke Malaysia diketahui harus membayar uang berkisar antara Rp 10 juta-Rp 15 juta kepada calo perekrut.
Uang yang dibayarkan tersebut termasuk biaya tiket pesawat dari daerah asal ke Batam dan transportasi ke Malaysia.
Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Penempatan dan Pelindungan Kawasan Eropa dan Timur Tengah Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Irjen Achmad Kartiko dalam konferensi pers secara daring, Selasa (28/12/2021).
Achmad mengungkapkan, para pekerja migran yang diberangkatan secara ilegal ini bukan tenaga profesional. Mereka adalah tenaga kerja serabutan.
Menurut Achmad, para calo perekrut pekerja migran ilegal mengiming-imingi mereka gaji yang besar.
"Mereka dijanjikan untuk bekerja di tempat-tempat dengan gaji tinggi di Malaysia. Pada kenyataannya tidak seperti itu. Jadi ada unsur bujuk rayu dan tipu muslihat dari para calo-calo ini," tuturnya.
Selain Sersan Kepala S dan Acing, petugas juga menetapkan dua tersangka lainnya. Mereka adalah JIS dan AS, warga Batam.
Keduanya berperan sebagai perekrut PMI yang hendak dikirimkan ke Malaysia secara ilegal.
Ke Malaysia untuk biaya sekolah anak
Salah satu korban yang tewas tenggelam adalah Bangsal Udin Basar, warga Desa Kawo, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, NTB.
Istri Bangsal, Murni (40), mengatakan, suaminya berencana ke Malaysia karena desakan ekonomi dan kebutuhan biaya sekolah anaknya.
"Dia mau cari uang katanya, anak yang paling besar itu sekolah pondok, dan itu yang membuat keras hatinya ingin ke sana," ujarnya, Jumat (17/12/2021).
Bangsal berangkat ke Malaysia karena kesulitan mendapat pekerjaan dan ia ditawari oleh teman-temannya yang lebih dulu ke Malaysia.
"Karena di sini tidak ada pekerjaan, dan di sana (Malaysia) ada pekerjaan, dan ditelepon sama teman-temannya di sana, akhirnya punya inisiatif cari kerjaan sendiri," ucapnya.
Kepada sang adik, Roy, Bangsal tak pernah menceritakan bahwa perjalanannya ke Malaysia melalui jalur ilegal.
"Sebelumnya tidak pernah cerita, dia akan berangkat melalui jalur bahaya, dia bilang, ‘Saya mau berangkat, dan minta doa'," ungkapnya.
Roy menuturkan, sewaktu kakaknya masih di Batam, Selasa (14/12/2021), dirinya sekeluarga sempat menelepon Bangsal via video call aplikasi WhatsApp.
"Malam Selasa itu kita telepon, kita nasihat dia supaya hati-hati mengingat cuaca buruk. Dia hanya bilang, 'Mohon doa keselamatan'," kenangnya.
(*)