GridHot.ID - Ketika negaranya sedang menginvasi Ukraina, turis asal Rusia yang sedang berwisata ke Balijustru mulai mengalami kesulitan untuk menarik uang dari mesin ATM.
Dikutip GridHot.ID dari Kontan.co.id, tak bisanya turis Rusia di Bali menarik uang dari mesin ATMmerupakan imbas dari sanksi perang antara Rusia dan Ukraina.
Atas sansi yang dialami Rusia akibat menginvasi Ukraina, warga Rusia yang berada di luar negeri pun seperti dibiarkan sendiri untuk menemukan uang tunai atau beralih ke transaksi kripto agar mampu bertahan hidup.
Invasi negaranya terhadap Ukraina itu pun berimbas pada salah satu warga Rusia, Ivanov yang sedang berwisata di Bali.
Ivanov menyebut bahwa tranksaksinya diblokir saat ia ingin mengambil sejumlah uang pada mesin ATM di Bali.
"Ini telah menciptakan masalah besar bagi kami. Kami benar-benar kehilangan akses keuangan kami - sepertinya mereka telah benar-benar dibekukan dan kami tidak dapat menggunakannya sama sekali di sini," kata Ivanov, dikutip dari Kontan.co.id, Sabtu (12/3/2022).
Karena tak bisa mengambil sejumlah uang di mesin ATM lokal, Ivanon pun berpikiranbahwa dirinya mungkin harus mencari pekerjaan di Indonesia untuk mendapatkan uang dan memenuhi kebutuhannya.
Karenasanski yang diterima Rusia tersebut, membuat banyak pelanggan kafe di Bali yang berasal dari Rusia pun menurun.
Hal tersebut diungkapkan oleh Rifki Saldi Yanto, salah satu manajer sebuah kafe lokal di Bali.
Baca Juga: Perang Rusia dengan Ukraina Memanas, Harga Emas Antam Terancam Melonjak Drastis
Ia mengatakan bahwa dalam beberapa hari terakhir banyak turis Rusiayang membayar dengan uang tunai daripada kartu kredit.
Menanggapi hal tersebut, Kedutaan Rusia di Jakartapun turut buka suara.
Pihaknya berujar bahwa ada dukungan dari pemerintah Rusiaterhadap warganya yang tinggal di luar negeri, khususnya di Indonesia.
Denis Tetiushin, juru bicara Kedutaan Rusia mengatakan bahwa ada Bank Pochta Rusiayang menawarkan kartu virtual menggunakan sistem UnionPay China, bukan Visa atau Mastercard.
"Ini gratis dan orang dapat membukanya di mana pun mereka berada," katanya,dikutip dari Kontan.co.id, Sabtu (12/3/2022).
Tak hanya di Indnesia saja, lebih dari 7.000 warga Rusia di Thailand juga mengalami hal serupa terkait uang dan pembayaran.
Dikutip GridHot.ID dari Tribunnews.com, kondisi ekonomi Rusia memang sedangtidak stabil semenjak ia melakukan invasi terhadap Ukraina.
Kondisi ekonomi Rusia yang tak stabil itu merupakan salah satu sanksi ekonomi dari negara-negara Barat.
Lantaran hal tersebut, Bank Sentral Rusia memperkirakan inflasi di negaranya akan mencapai 20 persen tahun ini.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi Rusia akan anjlok 8 persen di tahun 2021.
Data tersebut didapat dari hasil survei yang diadakan Bank Sentral Rusia.
Ada 18 ekonom yang dimintai analisisnya oleh bank sentral, sejakawal Maret 2022.
Survei itu juga menyebutkan, suku bunga Rusia sepanjang 2021 rata-rata sebesar 18,9 persen.
"Revisi signifikan dari perkiraan konsensus mencerminkan perubahan drastis dalam kondisi ekonomi selama dua minggu terakhir," kata Deputi Gubernur Bank Sentral Alexei Zabotkin, dikutip dari Tribunnews.com, Sabtu (12/3/2022).
"Langkah-langkah yang diambil oleh bank sentral Rusia dan pemerintah ditujukan untuk membatasi skala penurunan ekonomi dan menghindari periode inflasi tinggi yang berkepanjangan," lanjutnya,dikutip dari Tribunnews.com, Sabtu (12/3/2022).
Nilaitukar rubel pun merosot ke posisi terendah dalam sejarah, akibat invasi Rusia ke Ukraina.
Untuk menanggulangi kondisi tersebut, Bank Sentral Rusiapun menaikkan suku bunga utamanya menjadi 20 persen dari 9,5 persen.
Perusahaan yang berorientasi ekspor juga diperintahkan menjual valas mereka dan menukarnya ke dalam mata uang rubel. (*)