GridHot.ID - Kasus trading berkedok binary option terus menyita perhatian publik.
Mengutip Tribunjambi.com, kasus dugaan penipuan aplikasi berkedok binary option platform FBS memasuki babak baru.
Penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri sudah menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan penipuan aplikasi berkedok binary option platform FBS tersebut.
Ada 2 tersangka yang ditetapkan polisi dalam kasus tersebut.
Dilansir dari Kompas.com, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan penipuan aplikasi berkedok binary option platform FBS.
Total ada 2 tersangka yang ditetapkan polisi dalam kasus tersebut. Adapun hal itu berdasarkan laporan polisi nomor LP/A/0060/II/2022/SPKT/EKSUS BARESKRIM tanggal 3 Februari 2022.
“Dalam kasus ini penyidik telah menetapkan dua tersangka,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (4/4/2022).
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan seorang tersangka inisial WKA yang berperan dalam mempromosikan aplikasi FBS melalui media sosial dan pemilik rekening untuk penampungan dana dari para nasabah yang akan berinvestasi di FBS Indonesia.
Sementara tersangka kedua berinisial DDA. Menurut Ramadhan, DDA berperan sebagai customer support FBS dan mengendalikan WKA dalam menjalankan aksinya.
“Dan perantara dengan FBS Rusia, dengan barang bukti 4 unit komputer operasional costumer support FBS,” ucap Ramadhan.
Ramadhan mengatakan, berkas perkara WKA sudah dinyatakan lengkap atau P21 oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada 31 Maret 2022.
Sedangkan untuk tersangka DDA masih proses pemberkasan.
“Penyidik telah melakukan pemeriksaan tiga orang, dua saksi pelapor, dan satu saksi ahli ITE,” tuturnya.
Diketahui, Bareskrim Polri sebelumnya juga sudah melakukan penggerebekan terhadap ruko yang diduga milik WKA di daerah Bandung pada Rabu (9/2/2022).
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Brigjen Whisnu Hermawan menerangkan, awalnya korban mendapat informasi terkait trading online dengan nama FBS melalui aplikasi media sosial Facebook.
Menurut Whisnu, tersangka WKA disebutkan mengunggah promosi platform FBS dengan janji trading komoditi dengan sistem zero spread atau tidak memiliki selisih antara harga jual dan harga beli komoditi.
Kemudian, pada bulan Oktober 2021, para korban melakukan top up dengan total Rp 8.643.800. Namun ternyata korban justru dikenakan spread yang tinggi, yakni mencapai 1,3 persen.
Padahal, menurut Whisnu, Jakarta Futures Exchange yang merupakan bursa berjangka komoditi resmi di Indonesia mengatur kewajaran nilai selisih antara harga jual dan beli komoditi maksimal 0,5 persen.
“Korban hanya melakukan top up dan tidak mendapatkan untung sama sekali karena nilai spread yang tinggi di luar kewajaran,” ucapnya.
Tersangka WKA pun disangka dengan dugaan tindak pidana penipuan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan atau tindak pidana perdagangan dan atau tindak pidana transfer dana dan atau tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHP. (*)