GridHot.ID - Setelah ditetapkan menjadi tersangka dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J, Mantan Kadiv Propam Mabes Polri, Ferdy Sambo kini dihadapkan dengan berbagai tuduhan salah satunya Bisnis Haram Judi Online 303.
Bahkan, kini beredar luas skenario Fredy Sambo bekingi Judi Online 303.
Melansir Pos-Kupang.com, dalam skenario itu nama Kapolda Metro Jaya Irjen. Pol. Mohammad Fadil Imran hingga Crazy Rich Indonesia, Tom Liwafa ikut terseret.
Uang yang diterima Fadil Imran dari hasil Judi Online 303 disebut-sebut diberikan kepada anak perempuannya yang merupakan anggota DPR RI (F-PAN) yang menikah dengan Perwira Polisi.
Dalam narasi itu juga disebutkan, Kekayaan Fadil Imran disebut sangat fantastis, dan tidak tercatat di LHKPN
Dalam skenario yang beredar, selain Fadil Imran nama Dirsidik DENSUS 88 Antiteror Polri Brigjen. Pol. Herry Heryawan, S.I.K., M.H ikut disebut. Herry Heryawan disebut sebagai Ketua Tim Pukul
Ada juga jenderal yang berugas sebagai Ketua Tim Pungut Setor
Dua Jenderal lainnya yang namanya ikut disebut yakni Irjen Polisi Suwondo Nainggolan dan Irjen Polisi Adi Deryan J.
Keduanya ditugaskan Fredy Sambo untuk menangani Project 2024 yakni menjadikan Fredy Sambo Kapolri agar Judi Online 303 terus beroperasi.
Skenarionya, Fredy Sambo bersama dengan Irjen Suwondo Nainggolan, Irjen Adi Deriyan memimpin operasi Capres Potensial, mendukung calon RI 1 dengan dana Judi. TARGET : menjadikan Ferdy Sambo sebagai KAPOLRI di 2024 sehingga Konsorsium 303 tetap berjalan.
Seluruh hasil Judi Online 303 disetorkan ke Ferdy sambo. Masih menurut data yang beredar, setiap tahun Ferdy Sambo dan Kroninya menerima setoran Rp 1,3 Triliun.
Sementara itu, Crazy Rich Indonesia yang disebut masuk dalam pusaran Judi Online yakni Tom Liwafa. Tugasnya, Mencuci uang setoran 303 melalui TL (Crazy Rich Surabaya).
Menggunakan banyak macam usaha legal milik TL. Hasil pencucian uang disetorkan TL kepada Nico Afinta melalui Taufik Herdiansyah. Taufik berperan sebagai kasir wilayah Jatim.
TL & SS (Crazy Rich Surabaya) melakukan investasi di judi online dengan membuat lebih dari 10 website bekerjasama dengan mafia judi Philipina.
Sementara itu, dilansir dari tribunjakarta.com, nama Tom Liwafa yang dikenal dengan sebutan crazy rich Surabaya terseret dalam pusaran kasus Irjen Ferdy Sambo.
Namanya dicatut dalam bagan aliran dana judi online Konsorsium 303 yang beredar di media sosial hingga aplikasi pesan singkat.
Dalam skema tentang aliran dana hingga perlindungan atau backing itu, Ferdy Sambo berada di pucuk pimpinannya.
Di media sosial Instagramnya Tom Liwafa kemudian angkat bicara memberikan klarifikasi.
Ia dengan tegas membantah dirinya tak terlibat dengan konsorsium 303.
"Itu tidak benar, saya beraktivitas dengan normal hari ini, saya masih bekerja," ucapnya.
"Saya pastikan saya tidak terlibat judi online 303,"
"jadi saya sekarang sedang dirumah santai dan tak ada masalah," tegasnya.
Tom Liwafa mengaku kaget saat namanya dan temannya Stefan dicatut dalam skema tersebut.
"Saya juga kaget nama saya dicatut, Stefan itu temen saya, beberapa pejabat juga teman saya," katanya.
Ia lalu menjelaskan terkait dirinya yang dekat atau bersahabat dengan sejumlah pejabat.
"Saya juga bertemen dari bupati dan wali kota, kita kan sering event bareng," imbuhnya.
Di akhir pernyataannya, Tom Liwafa menegaskan ia tak terlibat dengan hal tersebut.
"Saya bisa pastikan saya tidak terlibat 303, boleh dibuktikan," tegasnya.
Sementara itu menanggapi tentang 'Kekaisaran Ferdy Sambo', Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan bahwa Inspektorat Khusus (Itsus) saat ini sedang fokus pembuktian pembunuhan berencana dalam penerapan Pasal di kasus yang menewaskan Brigadir J.
“Itsus saat ini fokus pembuktian pasal yang sudah diterapkan adalah (yaitu Pasal) 340 subsider 338 juncto 55 dan 56. Fokus di situ,” ujar Dedi kepada wartawan, Kamis (18/8/2022).
Hasil dari pembuktian Itsus, lanjut Dedi, akan disampaikan ke jaksa penuntut umum (JPU) dan akan diuji di persidangan.
“Pembuktian baik secara materil maupun formil karena itu nanti yang akan kita sampaikan ke JPU dan nanti diuji di persidangan yang terbuka yang transparan,” katanya.
Dedi menambahkan bahwa informasi terkait perkembangan hasil pengusutan pembunuhan Brigadir J akan disampaikan oleh Polri pada nesok hari, Jumat (19/8/2022).
“Besok kita sampaikan secara komprehensif,” jelas Dedi.
Ferdy Sambo Punya Kerajaan di Polri?
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD mengatakan ada Kerajaan Ferdy Sambo di dalam institusi polri.
Kerajaan Ferdy Sambo ini, kata Mahfud MD, seperti Sub-Mabes dan sangat berkuasa di institusi Polri.
Sehingga saat kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat diselidiki banyak sekali hambatan-hambatannya.
Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD dalam Youtube Akbar Faisal, Rabu (17/8/2022).
“Yang jelas ada hambatan hambatan di dalam secara struktural ya karena ini tidak bisa dipungkiri, ini ada kelompok Sambo sendiri nih yang seperti menjadi kerajaan Polri sendiri di dalamnya, seperti Sub-Mabes yang berkuasa.”
“Dan ini yang menghalang-halangi sebenarnya, kelompok ini yang jumlahnya 31 orang itu, yang sekarang udah ditahan.”
Memahami adanya hambatan secara structural di internal Polri. Mahfud MD mengatakan, telah menyampaikan kepada Kapolri untuk segera menyelesaikan persoalan ini.
“Ya, Saya sudah sampaikan ke Polri dan apa Ini harus selesaikan,” ujarnya.
Apalagi dalam pembunuhan Brigadir J dengan tersangka utama Irjen Ferdy Sambo, Mahfud MD mengatakan ada 3 klaster.
“Satu, pelaku yang merencanakan dan mengeksekusi langsung, nah ini yang kena tadi pasal pembunuhan berencana karena dia ikut melakukan, ikut merencanakan, dan ikut memberi pengamanan di situ,” ucap Mahfud MD.
Lalu klaster kedua adalah, klaster obstruction of Justice. Pihak-pihak dalam klaster ini tidak ikut dalam eksekusi tewasnya Brigadir J.
“Tetapi karena merasa Sambo, (pihak) ini bekerja nih, bagian obstruction of Justice ini membuang barang ini, membuat rilis palsu dan macam-macam, ini tidak ikut melakukan,” ujar Mahfud MD.
“Nah menurut saya kelompok 1 dan 2 ini tidak bisa kalau tidak dipidana ya, kalau yang ini tadi karena melakukan dan merencanakan, yang obstruction of Justice yang menghalang-halangi penyidikan itu, memberi keterangan palsu, membuang barang, mengganti kunci, mengganti barang bukti, memanipulasi hasil autopsi, nah itu bagian obstruction of Justice.”
Kemudian klaster ketiga ini, lanjut Mahfud MD, adalah orang yang hanya ikut-ikutan.
“Kasihan ini, karena jaga di situ kan, terus di situ ada laporan harus diteruskan, dia teruskan, padahal laporannya ndak bener, prosedur jalan, diperintahkan ke sana jalan, suruh buat ini ngetik, ngetik,” jelas Mahfud.
“Nah itu bagian yang pelanggaran etik, saya berpikir yang harus dihukum tuh dua kelompok pertama yang kecil-kecil ini, yang hanya ngetik hanya mengantarkan surat, menjelaskan bahwa Bapak tidak ada, memang nggak ada yang begitu, ndak usah hukuman pidana cukup disiplin.” (*)