GridHot.ID - Terungkap bahwa Putri Candrawathi sempat ikut rapat singkat dengan Ferdy Sambo sebelum eksekusi mati Brigadir J.
Melansir Kompas TV, Bareskrim Polri menetapkan istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Penyidik menjerat Putri dengan Pasal 340 subsider 338 jo Pasal 55 jo 56 KUHP.
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian menjelaskan, hasil pemeriksaan saksi dan barang bukti serta gelar perkara penyidik meyakini Putri Candrawathi terlibat dalam pembunuhan berencana Brigadir J.
Salah satu barang bukti yakni rekaman CCTV baik yang ada di lokasi rumah pribadi Irjen Sambo di Jalan Saguling III, maupun yang ada di dekat tempat kejadian perkara di Duren Tiga.
"Inilah yang menjadi bagian dari circumstencial evidence atau barang bukti tidak langsung yang menjadi petunjuk bahwa ibu PC (Putri Candrawathi) ada di lokasi sejak di Saguling sampai Duren Tiga," ujar Andi saat jumpa pers di Mabes Polri, Jumat (19/8/2022).
Andi menjelaskan pihaknya berhasil menemukan digital video recorder (DVR) CCTV yang selama ini dihilangkan oleh oknum personel Polri yang terlibat skenario menutup jejak pembunuhan berencana Brigadir J.
Menurut Andi, rekaman CCTV yang sudah ditemukan ini sangat vital lantaran menggambarkan situasi sebelum, sesaat, dan setelah kejadian di Duren Tiga.
Dilansir dari wartakotalive.com, sesaat sebelum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dieksekusi dengan ditembak mati, ternyata ada rapat singkat yang dilakukan semua tersangka kasus pembunuhan itu di rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi (PC) di Jalan Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan, 8 Juli lalu.
Para tersangka yang melakukan rapat singkat, sekitar 20 menit sebelum Brigadir J dieksekusi adalah Irjen Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi, Brigadir RR, Kuwat dan Bharada E yang dipanggil terakhir dan selaku eksekutor.
Dari sana kemudian semua tersangka termasuk Irjen Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menuju ke rumah dinas Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan yang berjarak sekitar setengah kilo meter. Di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo inilah, Brigadir J dieksekusi dengan ditembak mati oleh Bharada E atas perintah Sambo.
Dipastikan saat eksekusi ini, Putri Candrawathi juga berada di sana.
Hal itu berdasarkan kesaksian Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, yang diungkapkan kuasa hukumnya Ronny Talapessy di akun YouTube TVonenews, Jumat (19/8/2022) malam.
"Jadi perlu kita sampaikan bahwa dengan ditingkatkannya status tersangka saudari PC ini, akan membantu klien kami di proses persidangan nantinya. Karena ini merupakan satu rangkaian peristiwa hukum yang memang saling berkaitan dan tidak bisa sepotong-sepotong saja ya. Jadi memang ini satu rangkaian hukum peristiwa," kata Ronny.
Ia berharap ke depan kasus ini semakin terang benderang. "Dan akan sedikit membuat harapan untuk klien saya untuk mendapatkan keadilan. Karena Bharada E ini adalah pangkat yang paling rendah dan dalam situasi itu tidak bisa berbuat banyak karena memang berdasarkan perintah," paparnya.
Ronny menceritakan sesaat sebelum eksekusi dilakukan dimana kliennya sempat dipanggil ke ruang rapat di rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo di Jalan Saguling di lantai 3.
"Kemudian yang diketahui oleh klien saya adalah bahwa saudari PC ini memang ada di rumah di Saguling dan juga ada di TKP," kata Ronny.
Saat di rumah pribadi di Jalan Saguling kata dia ada rapat singkat membahas soal Brigadir J.
"Ya, jadi memang bahwa ada proses waktu di lantai 3, ketika klien saya dipanggil ke dalam suatu ruangan meeting, ruangan rapat. Bahwa ternyata memang sudah ada Ibu PC ini di sana, bersma FS dan RR, membicarakan mengenai almarhum Yosua," katanya.
"Nah di situlah, waktunya memang sangat pendek, karena klien saya ini di sana menerima perintah itu, kemudian sampai ke TKP kurang dari 20 menit," katanya.
Menurut Ronny dari keterangan Bharada E bahwa memang di TKP atau di rumah sebelumnya di Saguling ada Putri Candrawathi di sana.
"Perlu saya sampaikan bahwa saudara Bharada E ini tidak mengetahui motif. Karena setelah kejadian di Magelang, sampai di Jakarta dia tidak mengetahui apa-apa. Itu nanti kita kita akan buktikan di Pengadilan. Bahwa memang dia hanya mendapatkan perintah itu last minute," ujarnya.
"Jadi perlu kita sampaikan kepada teman-teman, kepada publik, bahwa kami melihat jangan sampai nanti Bharada E ini yang menjadi korban malahan, ibaratnya menjadi kambing hitam. Karena dia pangkat paling rendah. Kemudian dalam kasus ini kepentingan kita adalah membawa Bharada E mendapatkan keadilan," kata Ronny.
Sehingga katanya Bharada E tidak dalam posisi untuk niat melakukan perencanaan pembunuhan.
"Jadi perlu saya sampaikan, klien saya tidak berbicara, tetapi klien saya melihat bahwa ibu PC itu ada di ruangan di lantai 3. Jadi ertemuannya itu, Ibu PC, pak FS kemudian saudara RR kemudian, dan yang terakhir Bharada E yang datang dipanggil saudara RR," katanya.
"Sewaktu masuk ruangan dia tidak melihat ibu PC, tetapi ketika duduk di sofa melihat ibu PC ada di dalam ternyata," ujar Ronny.
Menurutnya proses rapat di Saguling terlalu cepat hingga sampai di TKP.
Saat ditanya bagaimana kondisi dan keadaan Putri Candrawathi saat rapat di rumah di Saguling sebelum eksekusi, menurut Ronny, dari keterangan Bharada E, Putri Candrawathi menangis.
"Klien saya menyampaikan bahwa waktu kejadian sebelum ekseksi itu, Ibu PC dalam keadaan yang menangis. Kemudian Bapak FS ini dalam keadaan marah. Nanti detailnya ini kan menjadi nota pembelaan di pengadilan," katanya.
Sebelumnya Bareskrim Polri menetapkan istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana atas Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Andi Rian mengatakan Putri Candrawathi dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, junto Pasal 55 dan 56 KUHP tentang turut serta melakukan tindak pidana. Ancamannya hukumannya maksimal pidana mati, penjara seumur hidup dan 20 tahun penjara.
"Berdasarkan dua alat bukti, kami menetapkan saudara PC sebagai tersangka. Dia ada di Saguling sampai di Duren Tiga, yang menjadi bagian perencanaan pembunuhan terhadap Brigadir J," kata Andi di Mabes Polri, Jumat (19/8/2022).
Andi menjelaskan pihaknya sudah memeriksa 52 saksi terkait kasus pembunuhan ini termasuk sejumlah ahli dan penyitaan barang bukti.
"Alhamdulilah CCTV yang sangat vital yang menggambarkan situasi, sebelum, sesaat dan setelah peristiwa pembunuhan kami dapatkan," katanya.
Dari pemeriksaan CCTV itulah, kata dia, terlihat jelas Putri Candrawathi selalu ada di sejumlah lokasi perencanaan pembunuhan hingga eksekusi terhadap Brigadir J.
Pasal yang dikenakan ke Putri kata Andi sama dengan 4 tersangka lain sebelumnya.
Ia menjelaskan, karena alasan sakit pihaknya belum melakukan penahanan terhadap Putri Candrawathi.
"Ia meminta waktu 7 hari untuk beristirahat karena sakit," katanya.
Saat ini kata dia Putri Candrawati berada di rumah pribadinya di Jalan Saguling, Jakarta Selatan.
Setelah 7 hari kata dia, pihaknya akan melakukan penangkapan dan penahanan terhadap Putri Candrawathi.
Sebelumnya Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto mengatakan penetapan tersangka Putri Candrawathi setealah melewati gelar perkara.
"Setelah melewati gelar perkara, penyidik telah menetapkan PC sebagai tersangka," kata Agung didampingi Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto dan Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jumat (19/8/2022).
"Kami juga bekerja marathon terutama terhadap 4 tersangka sebelumnya secara maksimal dengan melengkapi pemberkasan berkas perkaranya. Selesai rlis ini, berkas perkara ke empatnya diserahkan ke kejaksaan," katanya.
Sebelumnya Polri telah menetapkan empat tersangka dalam kasus penembakan Brigadir J ini.
Mereka adalah Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Brigadir Ricky Rizal atau Brigadir RR, dan KM.
Diketahui, Brigadir RR adalah ajudan Putri Candrawathi. Lalu, KM adalah sopir Putri Candrawathi.
Keempatnya dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, junto Pasal 55 dan 56 KUHP. Dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati, penjara seumur hidup dan 20 tahun penjara.(*)