Gridhot.ID - Istri mantan Menteri ATR/BPNFerry Mursyidan Baldan, Hanifah Husein ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan saham.
Hanifah Husein menjadi salah satu dari sejumlah pimpinan PT Rantau Utama Bhakti Sumatera yang ditetapkan sebagai tersangka atas laporan pengalihan saham pemilik PT Batubara Lahat.
Mengutip Tribunnews.com, penetapan tersangka ini berdasarkan surat ketetapan dengan nomor S.Tap/97/VIII/RES.1.11./2021/Ditipideksus.
Hal itu dibenarkan oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Ditipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan.
"Iya sudah (ditetapkan tersangka)," kata Brigjen Wisnu kepada wartawan, Sabtu (13/8/2022).
Selain Hanifah, kata Whisnu, penyidik juga menetapkan dua tersangka lainnya yaitu WW dan PBF.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana penggelapan saham dan penggelapan dalam jabatan yaitu Direktur Utama bersama-sama dengan komisaris dan direksi lain PT Rantau Utama Bhakti Sumatera.
Dijelaskan Whisnu, Hanifah dan 2 tersangka lainnya diduga mengalihkan saham milik pelapor yang juga pemilik PT Batubara Lahat.
Mereka memindahkan saham itu menjadi milik PT Rantai Bhakti Utama Sumatera dan PT Rantau Ranjang Utama Bhakti tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari pemegang saham.
Ia menerangkan, penetapan tersangka tersebut setelah penyidik melakukan serangkaian gelar perkara.
Hasilnya, penyidik telah menemuka alat bukti yang cukup terkait dugaan adanya tindak pidana penggelapan dalam jabatan.
"Berdasarkan keterangan saksi, dan adanya barang bukti serta hasil gelar perkara, telah diperoleh bukti yang cukup guna menentukan tersangka dalam penyidikan dugaan terjadinya tindak pidana penggelapan dalam jabatan," pungkas Wisnu.
Atas perbuatannya itu, Hanifah dan kedua tersangka lainnya disangkakan dengan pasal 372 KUHP dan 374 KUHP.
Terkait kasus ini, pengacara PT Rantau Utama Bhakti Sumatra, Ricky Hasiholan Hutasoit, menuding penetapan Hanifah sebagai tersangka oleh Bareskrim merupakan tindakan yang serampangan dan mengkriminalisasi investor pertambangan.
"Patut diduga penetapan tersangka ini adalah kriminalisasi sebagai alasan agar PT Batubara Lahat (BL) dapat dengan leluasa melanggar perjanjian kontrak kerja sama yang telah disepakati sebelumnya," ujar Ricky dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Minggu (14/8/2022).
Ricky menjelaskan, PT Batubara Lahat di Sumatera Selatan sudah dilaporkan terkait dugaan penjualan batubara secara ilegal yang merugikan para investor.
PT Batubara Lahat diduga telah melakukan penambangan secara ilegal tanpa seizin direksi PT Rantau Utama Bhakti Sumatra sebagai beneficial owner.
Dia pun mempertanyakan siapa yang sebenarnya melakukan penggelapan.
Ricky menyebut Polri telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Kami punya bukti kuat. Jadi sangat disayangkan di tengah kinerja dan kredibilitas Polri yang sedang disorot, para investor yang notabene ingin meningkatkan perekonomian Indonesia malah dikriminalisasi," tuturnya.
"Kami memiliki bukti bahwa pelapor adalah pihak yang ingin menguasai aset terlapor tanpa mengindahkan etika bisnis dan menggunakan celah hukum pidana," sambung Ricky
Adapun Hanifah merupakan sosok yang cukup dikenal sebagai pengusaha yang memberikan kontribusi di bidang pertambangan di Kabupaten Lahat.
Terpisah, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar, menjelaskan penanganan suatu tindak pidana oleh Polri seharusnya dilakukan secara hati-hati terhadap subjek pelaku tindak pidana.
"Dalam pengertian tidak mengganggu aktivitas bisnis korporasi. Jika salah langkah dan ketidaprofesionalan dalam penanganannya menyebabkan investor dan modalnya lari. Intinya jangan merusak iklim investasi," kata Fickar.
Fickar mengatakan, jika penyidikan kasus ini serampangan dan diduga ada upaya kriminalisasi, maka berpotensi membuat kepercayaan investor untuk menanamkan modal di Indonesia memburuk.
Dia berpesan kepada Polri agar tidak menjadi alat kriminalisasi oleh oknum atau korporasi yang mencari keuntungan.
"Sehingga membuat cara penanganan penyidikan menjadi tidak profesional dan mengganggu iklim investasi. Inilah yang harus dihindari, karena tidak mustahil akan mengakibatkan larinya PMA atau PMDN," ungkapnya.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Tanggor Sihombing, menyebut penyidik Polri perlu menjaga keberlanjutan usaha dan perlindungan tenaga kerja, khususnya dalam kasus ini.
"Salah satunya adalah terebosan ultimum remedium yang artinya hukum pidana di jadikan sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum," sebut Tanggor.
(*)