Gridhot.ID - Indonesia dan Malaysia di era sekarang memang terbilang cukup akur.
Hal ini cukup unik karena beberapa tahun lalu beberapa kali Indonesia dan Malaysia bersinggungan.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, sebut saja hal-hal seperti pengakuan beberapa budaya Indonesia yang diklaim sepihak Malaysia dan membuat geger banyak orang.
Belum lagi pertandingan sepak bola antar Timnas yang selalu panas.
Namun pernah ada masa di mana Malaysia dan Indonesia benar-benar sangat sulit untuk akur.
Dikutip Gridhot dari Grid.ID, semenjak selesainya konfrontasi antar kedua negara tahun 1966, Indonesia-Malaysia berusaha memperbaiki hubungan diplomatik yang sempat renggang.
Salah satu cara untuk memperbaiki hubungan kedua negara ialah latihan atau patroli militer bersama.
Tahun 1974 Gugus Tempur Laut (Guspurla) TNI AL mendapat perintah dari Mabes TNI untuk menjalankan operasi pengamanan di Selat Malaka.
Operasi pengamanan itu layaknya patroli laut yang sudah biasa dilakukan oleh unsur kapal perang Indonesia di sana.
Tapi kali ini menjadi berbeda lantaran patroli pengamanan dilakukan bersama dengan Tentera Laut Diraja Malaysia (TLDM)/Angkatan Laut Malaysia.
Dalam Gugus Tempur yang dikirim TNI AL untuk patroli pengamanan selat Malaka terdapat satu unsur kapal selam, yakni RI Pasopati.
RI Pasopati saat itu dikomandani oleh Kapten (P) Soentoro, sedangkan komandan Guspurla dipegang oleh Laksamana Pertama Mardiono.
Lantas dilakukanlah perencanaan operasi antar TNI AL dan TLDM untuk pengamanan selat Malaka itu di Belawan, Medan.
Rencananya TNI AL dan TLDM akan berpatroli di teritori laut masing-masing yang terbagi dalam dua etape.
Kemudian keduanya akan berkumpul di suatu titik untuk berlayar bersama ke Penang, Malaysia (etape I)
Etape II sendiri hampir dilakukan sama dan kedua AL akan berlayar bersama menuju Sabang, Indonesia.
Namun dalam perencanaan operasi, pihak Malaysia tidak suka adanya unsur kapal selam (KS) Indonesia dalam operasi pengamanan tersebut.
"Untuk apa (kapal selam)...!? kata para perwira Malaysia.
Para perwira Malaysia khawatir jika KS Indonesia itu akan menyelinap masuk tak terdeteksi ke wilayah lautnya meningat TLDM tak punya kemampuan anti-kapal selam.
Dengan penolakan tidak etis itu komandan RI Pasopati, Kapten Soentoro marah dan ingin mencak-mencak kepada para perwira militer Malaysia.
Niatnya itu segera dihalangi oleh komandan Guspurla dengan alasan persahabatan dua negara.
Tapi komandan RI Pasopati itu diam-diam akan memberi pelajaran kepada TLDM.
Pada etape I setelah selesai berpatroli dan semua kapal perang berkonvoi menuju Penang tiba-tiba saja RI Pasopati muncul mendadak di muka pintu pelabuhan.
Hal ini sontak membuat panik rombongan konvoi yang dipimpin oleh TLDM karena tak bisa mendeteksi keberadaan RI Pasopati (dikira KS asing).
Bahkan panglima TLDM Kolonel Laut Sidiq kesal bukan main akibat kelakuan kapal selam Indonesia tersebut.
Belum cukup sampai situ 'kenakalan' RI Pasopati.
Pada etape II RI Pasopati melakukan free hunting (tidak mengikuti) pola patroli dan bebas bergerak kemanapun mereka suka.
Saat memasuki pelabuhan Sabang, RI Pasopati nekat dalam mode masih menyelam memasuki pelabuhan.
Padahal kedalaman alur pelabuhan hanya 20 meter.
Periskop dinaikkan dan terlihat kapal TLDM jenis Landing Ship Tank yang menjadi kapal komando konvoi tak sadar disekat diam-diam oleh RI Pasopati.
Setelah berjarak hanya beberapa meter dari lambung kapal TLDM, RI Pasopati muncul tiba-tiba sembari membunyikan gauk (sirine) amat keras.
Terperanjat syok bukan main awak kapal TLDM mendengar ada suara sirine keras secara tiba-tiba di samping kapal mereka.
Kejadian itu menjadikan syok terapi bagi TLDM karena dua kali kapal perang mereka tak sanggup mendeteksi kedatangan RI Pasopati. Untung situasi tersebut dalam rangka patroli bersama, lha kalau dalam kondisi perang? habislah sudah!
Malamnya Kapten Soentoro kena 'semprot' komandan Guspurla akibat tindakan nekatnya itu.
Komandan Guspurla sambil tersenyum dan berkata "Jangan Sembrono lagi ya...", dijawab "Siap Laksamana" oleh Kapten Soentoro.
(*)