Tanyai Responden Vonis Apa yang Pantas untuk Ferdy Sambo, Indikator Politik Indonesia Dapati Jawaban Begini, Nyawa Suami Putri Candrawathi Banyak yang Menyoroti

Selasa, 06 September 2022 | 13:25
Grid.ID

Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo saat hadiri kegiatan rekontruksi adegan pembunuhan Brigadir J.

Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar

Gridhot.ID -Hukuman mati terhadap dalang pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo rupanya tak disetujui semua orang.

Dilansir Gridhot.ID dari artikel terbitan TribunnewsBogot, 6 September 2022, tim dari Amnesty International menolak mentah-mentah hukuman mati terhadap Ferdy Sambo.

Menurut mereka, pada kasus pembunuhan berencana Brigadir J ini masih ada resiko bahwa di kemudian hari tidak terbukti.

Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid mengatakan, dirinya setuju kalau mantan Kadiv Propam itu harus dihukum setimpal dan seadil-adilnya.

"Kalau misalnya kita menggunakan hukum pidana, kan ada dua, pertama pasal 340 pembunuhan berencana, yang kedua obstruction of justice. Pembunuhan berencana jelas dalam hukum pidana kita ada hukuman matinya, sesuatu yang kami tolak," jelasnya dilansir dari Kompas TV, Senin (5/9/2022).

Menurut Usman Hamid, dirinya menolak Ferdy Sambo dihukum mati karena hal itu bertentangan dengan martabat manusia, bertentangan dengan konstitusi dan seterusnya.

"Meskipun pembunuhan itu juga bertentangan dengan martabat manusia?," tanya host.Ia pun membenarkan bahwa apa yang dilakukan Ferdy Sambo jelas bertentangan dengan martabat manusia.

"Tapi bukan berarti hilangnya nyawa itu harus dibalas dengan hilangnya nyawa yang lain," tegasnya.

"Kalau sekarang ada 4-5 tersangka, menghilangkan 1 nyawa, apakah 5 tersangka itu harus dihukum mati semua? Apakah itu keadilan? belum tentu," lanjut dia.

Baca Juga: Hotman Paris Jujur Ogah Jadi Pengacara Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Karena Takut: Saya Sudah Pikir-pikir, akan Terus Bahas Kasus Ini...

Ia pun menyebutkan, banyak sekali vonis-vonis pengadilan di berbagai negara yang lahir dari sistem peradilan yang tidak benar, sistem peradilan yang akhirnya keliru memvonis seseorang.

"Berdasarkan bukti yang salah, berdasarkan saksi yang salah, apalagi di pemerintahan-pemerintahan yang korup, pemerintahan yang tirad, yang peradilannya tidak independen. Jadi saya kira di dalam pandangan ini kita harus hati-hati," ungkapnya.

Kemudian untuk pasal obstruction of justice, pasal yang dikenakan pada Ferdy Sambo yakni pasal 233 hukum pidana dan pasal 52 hukum pidana.

"Itu yang satu empat tahun penjara, yang satu lagi ditambah dengan sepertiga, artinya bisa sampai 6-7 tahun. Kalau kita pakai di hukuman mati, seumur hidup atau 20 tahu, ditambah dengan 6 tahun itu. Itu pun kalau terbukti. Dalam perkara ini masih ada resiko bahwa di kemudian hari tidak terbukti," bebernya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, ada komplikasi antara opini publik dengan penegakan hukum soal hukuman terhadap Ferdy Sambo.

"Vonis sudah dijatuhkan publik kepada Ferdy Sambo, bahkan sebelum sidang dimulai. Jadi artinya kasus ini di mata publik sudah clear, cuma menjadi problematik karena dalam konteks penegakan hukum itu tidak bisa didasarkan pada opini atau pesepsi publik," jelasnya masih dilansir dari Kompas TV.

Menurut dia, kasus ini tidak bisa bisa dilepaskan begitu saja dari opini publik.

"Karena kalau tidak ada desakan publik, saya enggak yakin kalau ini bisa terungkap. Jadi karena desakan publik yang sangat kuat, maka kasus ini bisa terungkap," kata dia.Apalagi Presiden juga sampaik menyampaikan beberapa kali dan akhirnya kapolri mengambil sikap.

"Nah menjadi problematik ketika kasusnya sudah pada on the track, tapi kemudian persepsi publik sudah terbentuk," lanjutnya lagi.

Baca Juga: Jangan Lupa Berdoa Agar Jadi Kenyataan, Ini Arti Kedutan di Telapak Tangan Kanan Menurut Primbon Jawa, Konon Bakal Ada Rejeki Nomplok

Ia juga mengatakan bahwa kegeraman publik sangat luar biasa kepada Ferdy Sambo.Hal itu lantas yang membuat publik sudah menjatuhkan vonis bahkan sebelum sidang dimulai.

"Ini jadi problematik ketika misalnya keputusan pengadilan itu tidak sesuai dengan persepsi publik. Misalnya kalau pengadilan tidak sampai pada keputusan untuk menjatuhi hukuman mati, bagaimana legitimasi sosial pengadilan? Sementara vonis publik sudah jatuh," bebernya.

Kemudian yang kedua, kata dia, kalau misalnya kejaksaan, karena bukti yang dibawa polisi tidak mampu menunjukkan motif lain di luar dari pengancaman dan pelecehan seksual sehingga Brigadir J dibunuh, itu juga menimbulkan masalah.

"Karena publik sudah mengaggap Brigadir J dibunuh karena faktor pelecehan seksual. Jadi ini komplikasi opini publik vs penegakan hukum," tandasnya.

Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan KompasTV, 3 September 2022, diberitakan sebelumnya,kemarahandalam kasus Ferdy Sambo tercermin dalam survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia.

Efek Sambo juga meruntuhkan kepercayaan publik pada kepolisian.

Menurut survei 11-17 Agustus 2022 kepercayaan publik pada Polri berada pada angka 54,4 persen.

Sedangkan pada Mei 2022 kepercayaan publik pada Polri masih di angka 66,7 persen, merosot tajam, 37,7 persen.

Responden menilai kondisi penegak hukum buruk.

Baca Juga: Perang Dingin, Komnas HAM Peringatkan LPSK yang Sudah Kelewat Batas: Dia Urus Saja Tupoksinya!

Sambo telah menjadi tersangka. Sidang etik telah memutuskan Sambo dipecat dari Polri.

Survei Indikator Politik Indonesia pada 11-17 Agustus 2022 menangkap reaksi publik atas skandal Duren Tiga.

Indikator Politik Indonesia menanyakan kepada respondennya vonis apa yang pantas untuk Sambo:

Penjara 20 tahun sebesar 3,4 persen.

Penjara seumur hidup sebesar 26,4 persen.

Hukuman mati sebesar 54,9 persen.

Hukuman lainnya 5,2 persen.

Tidak tahu/tidak jawab 10,1 persen.

Sebelumnya, Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto mengatakan Sambo terancam vonis mati.

Baca Juga: Usai Putri Candrawathi Ngotot Jadi Korban Kekerasan Seksual, Kini Polri Ungkap Tak Ada Rekaman CCTV di Magelang, LPSK: Ada Motif Baru!

Sebanyak 66,3 persen responden mengetahui pernyataan dari Kabareskrim dan mayoritas 76 persen responden setuju Sambo dijatuhi vonis mati.

Sambo dijerat pasal 340 KUHP bersama Bharada E, Rizal, Kuat Maruf dan Putri Candrawathi. Ancaman maksimal dari pasal 340 KUHP adalah vonis mati.

Menjadi tugas penyidik dan Jaksa untuk membuktikan pasal 340 KUHP.

Hal yang perlu dicermati dalam kasus Sambo adalah bagaimana pemberkasan tersebut akan dilakukan.

Jika pemberkasan terpisah, sangat mungkin terjadi saksi akan diambil dari terdakwa lain dalam kasus terpisah dan sama.

Jika berkas dijadikan satu, penyidik perlu mencari alat bukti tambahan agar peran masing-masing terdakwa kian terang benderang.

Untuk itu, perlu dipertimbangkan putusan Mahkamah Agung dalam kasus pembunuhan Marsinah.

Dalam kasus Marsinah ketika semua saksi mencabut keterangannya dalam berita acara pemeriksaan semua terdakwa kemudian dibebaskan hakim.

Kasus Marsinah harus jadi pelajaran berharga bagaimana kasus Sambo akan diberkas.

(*)

(*)

Tag

Editor : Dewi Lusmawati

Sumber TribunnewsBogor.com, KompasTV