Gridhot.ID - Mantan Kapolres Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatra Selatan (Sumsel), AKBP Dalizon, tengah menjadi sorotan publik.
AKBP Dalizon yang kini menjadi terdakwa kasus dugaan suap mengungkap adanya aliran dana hingga ratusan juta yang wajib disetorkan setiap bulannya ke atasan.
Mengutip TribunSumsel.com, Dalizon mengaku harus menyetorkan uang sebesar Rp 300 juta hingga Rp 500 juta per bulan kepada atasannya, mantan Dirkrimsus Polda Sumsel, Kombes Anton Setiawan.
Pengakuan itu disampaikan Dalizon saat memberi keterangan di depan majelis hakim atas kasus dugaan penerimaan gratifikasi fee dalam proyek Dinas PUPR Kabupaten Muba tahun anggaran 2019 yang menjeratnya.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Rabu (7/9/2022) itu, Dalizon mengungkap bahwa dia harus menyerahkan 'setoran' kepada atasannya setiap tanggal 5.
"Dua bulan pertama saya wajib setor Rp 300 juta ke Pak Dir. Bulan-bulan setelahnya, saya setor Rp 500 juta sampai jadi Kapolres. Itu jatuh temponya setiap tanggal 5," ujar Dalizon, Rabu (7/9/2022).
Pengakuan tersebut langsung mendapat reaksi dari majelis hakim yang diketuai Mangapul Manalu SH MH.
Hakim lantas bertanya dari mana uang dengan nominal besar tersebut berasal.
"Saya lupa yang mulia (uangnya dari mana). Tapi yang jelas ada juga dari hasil pendampingan," ujarnya.
"Bayarnya juga sering macet, buktinya itu dapat WA (ditagih)," jelasnya.
Dalam kesempatan ini, Dalizon juga mengungkap alasannya yang ingin membuka kasus secara gamblang.
Dalizon mengaku sangat kecewa atas sikap atasan maupun anak buahnya.
Dimana kata dia, saat itu ada 3 anak buahnya yang ikut diperiksa di Paminal Mabes Polri yakni tiga kanit di Ditreskrimsus Polda Sumsel bernama Pitoy, Salupen dan Hariyadi yang memohon kepadanya untuk dilindungi.
"Mereka minta tolong. Komandan tolong, kasihani anak istri kami. Tolonglah komandan, kalau komandan menolong kami sama saja dengan menolong 100 orang meliputi keluarga kami," ujarnya.
"Kenapa saya berubah pikiran untuk membuka semuanya, karena saya tahu pak Direktur menjelek-jelekkan saya di belakang. Anggota juga mengkhianati saya, mereka tidak memenuhi janji untuk mengganti uang yang saya gunakan untuk menutupi yang mereka terima," katanya.
Mendengar pernyataan itu, hakim lalu menyinggung apakah Dalizon masih sayang pada bawahannya.
"Tidak lagi pak hakim," jawabnya singkat.
Menyinggung soal aliran dana sebesar Rp 10 miliar yang diduga bersumber dari Dinas PUPR Kabar Muba, Dalizon sama sekali tidak menampiknya.
Dia berujar, uangitu diberikan melalui Bram Rizal salah seorang Kabid Dinas PUPR Muba yang mengaku sebagai sepupu Bupati.
"Sebanyak Rp 2,5 miliar dari hasil kejahatan ini untuk saya. Terus Rp 4,250 miliar untuk Dir, sisanya saya berikan kepada tiga kanit. Terus ada Rp 500 juta fee untuk Hadi Candra," jelasnya.
Ditemui setelah persidangan, Dalizon enggan berkomentar banyak atas kasus yang kini menjeratnya.
Meski begitu, dia mengaku sangat lega telah mengungkap keterangan secara langsung di hadapan hakim.
"Iya, saya lega," ujarnya.
Anton bantah terima uang dari Dalizon
Mantan Dirkrimsus Polda Sumsel, Kombes Anton Setiawan, tak kunjung hadir dalam persidangan yang menjerat AKBP Dalizon.
Namun, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibacakan jaksa penuntut umum di ruang sidang pada 10 Agustus, Anton membantah keterangan Dalizon terkait penerimaan uang fee kepada dirinya.
Dalam persidangan sebelumnya, Dalizon selalu menyebut bahwa Anton telah menerima uang darinya.
Anton juga mengaku tak mengetahui kasus dugaan korupsi Dinas PUPR Muba yang dalam tahap penyelidikannya dihentikan terdakwa.
"Tidak ada perintah dari saya menghentikan proses penyidikan termasuk pengamanan proyek Dinas PUPR. Saya juga tidak pernah menerima uang, benda atau hadiah apapun terkait proses penghentian perkara di Kabupaten Muba," kata JPU membacakan BAP dari Anton.
Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Mangapul Manalu menyebutkan, AKBP Dalizon saat menjabat sebagai Kasubdit Tipikor Polda Sumsel, memaksa mantan Kepala Dinas PUPR Muba, Herman Mayori, membayar fee 5 persen agar proses penyidikan proyek Dinas PUPR Muba dihentikan.
Tak hanya itu, Dalizon juga meminta uang Rp 5 miliar sebagai pengamanan seluruh proyek di Dinas PUPR Muba.
"Terdakwa Dalizon juga meminta 1 persen dari seluruh proyek di Dinas PUPR Muba tahun anggaran 2019. Jika uang tidak diberikan maka terdakwa mengancam kasusnya akan naik ke dalam tahap penyidikan," kata Mangapul saat membacakan dakwaan.
Permintaan uang itu lalu dipenuhi oleh Kepala Dinas PUPR Muba Herman Mayori karena dia takut atas ancaman tersebut.
Lalu, seorang bernama Adi Chandra menghubungi terdakwa Dalizon untuk mengantarkan uang sebesar Rp 10 miliar yang dimasukkan ke dalam dua kardus.
Atas perbuatannya, terdakwa Dalizon diancam dengan pasal alternatif kumulatif, yakni sebagai aparat penegak hukum diduga telah melakukan tindak pidana gratifikasi dan pemerasan, yakni melanggar Pasal 12e atau 12b UU RI nomor 31 tahun 2001 tentang korupsi, atau Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI nomor 31 tahun 2001 tentang korupsi.
Untuk diketahui, kasus suap di Dinas PUPR Muba ini juga menjerat mantan Bupati Muba Dodi Reza Alex Noerdin, mantan Kepala Dinas PUPR Musi Banyuasin (Muba) Herman Mayori, dan Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air Dinas PUPR Muba Eddy.
Profil AKBP Dalizon
Melansir Kompas.com, Dalizon lahir di Tanjung Karang, Lampung, pada tahun 1979.
Setelah lulus dari Akademi Kepolisian (Akpol) pada 2002, Dalizon ditugaskan di Jawa Tengah pada 2007 hingga menjabat sebagai Kapolres OKU Timur sejak September 2020.
Selama berprofesi sebagai polisi, baik di Jawa maupun Sumatra, berbagai tugas pernah diembannya, seperti petugas patroli pengawal (Patwal), Reserse, Res narkoba, provost, serta pengasuh di Akpol.
Sejumlah kasus pun pernah dia tangani, termasuk kasus TKI yang bermasalah secara administratif, dan penyelundupan narkoba di salah satu penjara di Indonesia.
(*)