GridHot.ID - Ratusan Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) University terjerat pinjaman online alias pinjol.
Tepatnya, sebanyak 126 mahasiswa IPB menjadi korban penipuan dengan modus pencairan dana melalui aplikasi belanja dan dibayar menggunakan pinjol.
Jumlah nilainya pun fantastis Rp 2,3 miliar.
Melansir tribunjabar.id, Wakil Rektor (WR) 1 Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan IPB Universty, Drajat Martianto, mengatakan masih ada mahasiswa yang takut melapor menjadi korban penipuan pinjol.
"Sampai malam ini sebenarnya yang fiks (terjerat pinjol) 116 mahasiswa IPB. Data yang melapor ke polisi 302. Sisanya itu adalah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi," kata Drajat saat dialog Kompas Malam di KOMPAS TV, Selasa (15/11/2022).
Dia memperkirakan, jumlah mahasiswa terjerat kasus ini masih akan bertambah.
"Karena kami masih tetap membuka help desk, agar mahasiswa bisa melaporkan. Ada mahasiswa yang kita duga tidak mau melapor, karena malu, takut orang tua, dan sebagainya," imbuh Drajat.
IPB itu juga mengonfirmasi bahwa pelaku penipuan berinisial SAN bukan mahasiswa maupun alumni kampusnya.
"Dia orang luar, dia adalah pengusaha daring, dia punya toko online. Nah, kemudian dengan toko online itulah, dia memanfaatkan situasi untuk menjerat mahasiswa-mahasiswa ini, agar bekerja sama dengan yang bersangkutan," terang Drajat.
Drajat menjelaskan, kasus ini bermula saat terduga pelaku menawarkan kepada para mahasiswa untuk membeli produk di toko online.
Motifnya adalah untuk meningkatkan rating toko.
Mahasiswa lantas dibujuk meminjam ke pinjol agar bisa membeli produk tersebut dengan janji keuntungan 10 persen.
"Nah, mahasiswa diikat oleh suatu perjanjian. Karena itulah, mahasiswa, sebetulnya, beberapa di antara mereka, khawatir," terang Drajat.
"Faktanya, keuntungan 10 persen itu tidak pernah sampai pada mahasiswa. Artinya, toh kalau ada, hanya sebagian," imbuh dia.
Sementara sisa dana yang diterima dari pinjol itu diterima oleh pelaku. Mahasiswa dijanjikan bahwa pinjaman bakal dilunasi.
"Kenyataannya tidak terjadi seperti itu (tidak dilunasi -red)," terang Drajat.
Karena pelaku tak melunasi pinjol, para mahasiswa akhirnya ditagih debt collector untuk melunasi pinjaman itu.
Drajat mengatakan, IPB bakal melakukan tindakan yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang.
"Nah, IPB pertama kali tentu yang kita lakukan adalah mendata semua mahasiswa, kemudian kita melakukan upaya-upaya dalam jangka pendek maupun panjang," kata Drajat.
"Jangka pendeknya, kita memberi pendampingan hukum kepada mahasiswa, melakukan mediasi dengan perusahaan pinjol, agar bisa kita negosiasikan, bagaimana nanti soal pengembalian," sambung WR 1 IPB itu.
Ia menegaskan, hingga Selasa (15/11/2022) malam, pihaknya masih terus mendampingi mahasiswa demi mencari penyelesaian masalah.
"Agar mahasiswa ini mendapatkan ketenangan, bisa belajar kembali. Karena terus terang, itu sangat mengganggu mahasiswa," terang dia.
Untuk tindakan jangka panjang, Drajat mengatakan akan memberikan edukasi kepada mahasiswa terkait bahaya pinjol.
"Tentu kami akan menekankan pada aspek edukasi kepada mahasiswa, bahwa di balik kemudahan dalam pinjol itu, banyak hal yang berbahaya, apalagi bagi yang belum punya penghasilan," kata dia.
Dilansir dari Serambinews.com, tersangka penipuan investasi yang menjerat ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) ditangkap pihak kepolisian.
Hal tersebut dikonfirmasi oleh Kapolres Bogor, AKBP Iman Imanuddin di Mapolres Bogor, Jumat (18/11/2022).
Ia mengatakan, SAN ini berprofesi sebagai pedagang di marketplace.
Kini, SAN juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
SAN disangkakan penipuan dan penggelapan Pasal 278 dan Pasal 372 KUHP.
"Kami menetapkan SAN tersangka dengan persangkaan penipuan dan penggelapan Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun," kata Iman, dikutip dari TribunnewsBogor.com.
Fakta yang didapat Polres Bogor usai menangkap SAN adalah terkait sejak kapan dirinya beraksi hingga modus yang digunakan.
Kapolres Bogor, AKBP Iman Imanuddin menuturkan tersangka telah beraksi sejak Februari 2021.
Selain itu, Iman mengatakan modus yang digunakan tersangka adalah demi menaikkan rating penjualan dari toko online yang diakui miliknya.
Hanya saja, fakta berkata lain lantaran toko online yang dimaksud bukanlah miliknya.
Iman menjelaskan modus itu digunakan SAN dengan cara menawarkan kerja sama pada para mahasiswa IPB itu.
Lantas tersangka menyarankan agar korban dalam kerjasama yang disepakati untuk melakukan pinjaman online melalui aplikasi seperti Shopee Paylater, Shopee Pinjam, Kredivo, dan Akulaku.
Pinjaman tersebut, kata Iman, digunakan sebagai modal usaha.
Setelahnya, SAN menjanjikan keuntungan sebesar 10 persen dan akan dibayarkan setiap bulannya dilansir Kompas.com.
“Selanjutnya kami akan terus mengembangkan apakah ada dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Kerugian yang ditimbulkan dari tindakan pelaku yaitu Rp 2,3 miliar dari berbagai aplikasi pinjol yang ditawarkan pelaku kepada korban,” papar Iman.
Akibat aksi tersangka, Iman mengungkapkan jumlah korban mencapai 317 orang dan mengalami kerugian sekitar Rp 2,3 miliar.
Rata-rata setiap korban mengalami kerugian dari Rp 2 juta hingga Rp 20 juta.
Korbannya pun tak hanya dari IPB, mahasiswa dari kampus lain juga menjadi korban.
Iman menjelaskan uang hasil kejahatan itu digunakan tersangka untuk kebutuhan pribadinya seperti membeli motor dan melunasi utang.
“Uang hasil kejahatan sebagian digunakan pelaku untuk kebutuhan pribadi, kemudian sebagian lagi digunakan untuk membeli kendaraan bermotor, dan sebagian lagi untuk menutupi utang dari korban sebelumnya. Jadi gali lubang tutup lubang,” jelas Iman dikutip dari Tribun Bogor.
Lebih lanjut, Iman menegaskan bahwa SAN bukanlah lulusan IPB.
Ia menjelaskan pelaku memiliki rekan di kampus tersebut.
“Kebetulan ada yang kenal dengan pelaku dari kakak kelas korban, sehingga pelaku mengadakan seminar lewat Zoom meeting, menawarkan kerjasama kepada korban. Sudah sejak Februari 2022 melakukan aksinya," jelas Iman.
Imbasnya, SAN dijerat pasal 372 dan 378 KUHP tentang Penipuan dan Penggelapan dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara. (*)