Gridhot.ID - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menanggapi soal keraguan status justice collaborator (JC) Bharada E atau Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Keraguan status justice collaborator Bharada E sebelumnya diungkap oleh Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mahrus Ali.
Hal itu disampaikan Mahrus Ali saat dirinya dihadirkan oleh kubu terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sebagai saksi ahli dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (22/12/2022).
Mahrus Ali mengatakan bahwa terdakwa tindak pidana pembunuhan berencana tidak bisa diberi status JC.
Menanggapi klaim pihak Sambo, Wakil Ketua LPSK Susilaningtias mengatakan, Bharada E telah memenuhi syarat untuk bisa menjadi JC dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Selain itu, Susilaningtias menegaskan bahwa keterangan Bharada E selama persidangan juga selalu konsisten.
Susilaningtias menilai Bharada E selalu menceritakan apa yang dia ketahui secara jujur, terbuka, dan tidak ada yang ditutup-tutupi.
"Richard selama persidangan ini konsisten, menceritakan semua yang dia ketahui, dia jujur, terbuka, tidak ada yang menjadi beban dan ditutup-tutupi olehnya," kata Susilaningtias dikutip dari Kompas TV, Jumat (23/12/2022).
Lebih lanjut, Susilaningtias menyebut Bharada E mampu memberikan barang bukti baru, berupa foto saat ia dijanjikan uang Rp 1 miliar oleh Sambo.
Uang Rp 1 miliar tersebut dijanjikan Sambo agar Bharada E mau mengikuti skenario pembunuhan Brigadir J.
"Richard sendiri menyampaikan bukti baru berkaitan dengan foto, yang itu bisa menjadi bukti petunjuk adanya perencanaan pembunuhan," jelas Susilaningtias.
Susilaningtias menambahkan Bharada E sejak mendapatkan perlindungan dari LPSK hingga saat ini, tetap konsisten menyatakan kasus tersebut merupakan peristiwa pembunuhan.
"Menurut saya menjadi poin besar bagi Richard, bahwa dia dari awal ketika mulai dilindungi LPSK sampai saat ini tetap konsisten bahwa itu peristiwa pembunuhan dan melibatkan pihak-pihak tertentu."
"Serta ada obstruction of justice (perintangan proses hukum, red), di mana banyak barang bukti dan TKP yang dikaburkan," pungkasnya.
Sebagai informasi, dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J, Bharada E adalah satu-satunya terdakwa yang menyandang status justice collaborator atau saksi pelaku.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan Bharada E memenuhi syarat untuk menjadi saksi pelaku yang bersedia mengungkap kejahatan sesungguhnya.
Adapun persyaratannya yakni, pelaku mau bekerjasama dengan pihak kepolisian dan memberikan keterangan yang jujur selama proses persidangan.
Kuasa hukum Bharada E, Ronny Talapessy, berharap hakim dan jaksa mempertimbangkan status JC kliennya karena Richard yang membongkar apa yang sebenarnya terjadi dalam kasus yang menewaskan Yosua.
Bharada E, kata Ronny, juga selalu kooperatif selama proses penyidikan.
Di sisi lain, dia membenarkan kliennya mengakui menembak Yosua tetapi atas perintah dari Sambo yang saat itu masih merupakan perwira tinggi Polri.
Dia juga berharap majelis hakim dan jaksa penuntut umum bisa melihat fakta itu sebagai sebuah kesatuan kronologi perkara.
"Kalau perbuatan, klien saya tidak mengelak, betul melakukan itu tetapi kan ada sebab dan akibatnya. Nah ini adalah rangkaian kronologis," ucap Ronny di program Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Senin (10/10/2022).
Terkait kasus ini, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf didakwa secara bersama-sama telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Atas perbuatannya, kelimanya didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Khusus Sambo, jaksa juga mendakwa eks Kadiv Propam itu terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan pengusutan kasus kematian Brigadir J.
Ia dijerat dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.
(*)