Gridhot.ID - Sidang kasus obstruction of justice perkara dugaan pembunuhan Brigadir J sudah berjalan hampir 3 bulan, terhitung sejak pertengahan Oktober 2022.
Dalam perkara ini, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Ferdy Sambo juga menjadi terdakwa.
Dalam persidangan, Majelis Hakim dibuat heran dengan alat bukti yang diajukan Ferdy Sambo dalam kasus obstruction of justice.
Mengutip Kompas.com, alat bukti yang dimaksud berupa screenshot atau tangkapan layar percakapan WhatsApp antara Brigadir J dengan Kodir, asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo, mengenai CCTV rusak.
Sambo sedianya hadir sebagai saksi dalam sidang kasus obstruction of justice dengan terdakwa Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, dan Arif Rachman Arifin di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2023).
Sambo memberikan kesaksian soal kerusakan CCTV di rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, yang tak lain merupakan tempat kejadian perkara (TKP) penembakan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Ia mengatakan, CCTV tersebut rusak sekitar 3 minggu sebelum peristiwa penembakan.
Namun, Sambo mengaku baru mengetahui CCTV rusak sesaat setelah Yosua tewas ditembak.
Informasi itu diketahui Sambo dari Kodir, asisten rumah tangganya.
"Yang pertama saya tanyakan setelah peristiwa (penembakan) itu ke Kodir, CCTV di dalam ini hidup apa tidak. Kemudian Kodir menjawab 'sudah lama rusak, Pak'," kata Sambo di hadapan Majelis Hakim.
Sambo juga berkata, jika saja CCTV itu berfungsi, dirinya tak mungkin berani menyusun skenario kebohongan soal baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E.
"Kalau CCTV itu ada mungkin saya tidak akan lanjutkan, Yang Mulia, cerita skenario itu. Karena pasti akan terbuka peristiwanya bukan tembak-menembak," ujarnya.
Namun, Sambo membantah bahwa rusaknya CCTV itu bagian dari skenario pembunuhan terhadap Yosua.
Dia menegaskan, CCTV tersebut sudah rusak sekitar 3 minggu sebelum penembakan.
Bahkan, kata Sambo, kerusakan CCTV itu pertama kali dilaporkan Kodir ke Yosua melalui pesan WhatsApp sekitar pertengahan Juni 2022.
Pasca penembakan, Sambo mengaku sempat memerintahkan Kodir untuk mengambil gambar tangkapan layar atau screenshot percakapan mengenai CCTV rusak tersebut.
"Tanggal 12 (Juli) saya panggil Kodir. 'Dir, itu CCTV di rumah rusak atau gimana?'," kata Sambo mengingat percakapannya dengan Kodir.
"(Kodir bilang) Rusak, Pak. Saya sudah WA (WhatsApp) Om Yosua bahwa CCTV rusak. Saya sampaikan 'mana WA-nya?'. Kemudian saya bilang, 'kamu capture'," lanjut Sambo.
Sambo lantas menyebut bahwa screenshot chat Kodir dan Yosua itu dia ajukan sebagai alat bukti di persidangan.
Mengetahui hal itu, hakim bertanya-tanya.
Hakim ragu tangkapan layar tersebut bisa dijadikan alat bukti karena tak ada bukti asli percakapan antara Kodir dan Yosua di WhatsApp.
"Kalau seperti ini apa bisa menjadi bukti bagi kami tanpa menunjukkan aslinya?" tanya Hakim Ketua Ahmad Suhel.
Hakim juga heran karena Kodir mengaku ponselnya rusak pasca peristiwa penembakan.
"Karena Kodir mengatakan bahwa rusak HP-nya. Itu pula yang kami tanyakan kepada (jaksa) penuntut umum, kenapa kok kerusakan itu serempak," lanjut Suhel.
Menurut Majelis Hakim, gambar tangkapan layar saja tak cukup dijadikan alat bukti tanpa menyertakan bukti asli berupa percakapan WA antara Kodir dan Yosua.
Sebabnya, majelis harus membandingkan antara gambar tangkapan layar dengan percakapan asli.
"Ketika ini diajukan tidak ada aslinya, secara hukum kan kita tidak bisa," kata Hakim Suhel.
Mendengar penjelasan itu, Sambo hanya terdiam dan tak memberikan tanggapan apa pun.
Sebagaimana diketahui, 7 orang menjadi terdakwa kasus perintangan penyidikan kematian Brigadir J. Ferdy Sambo salah satunya.
Lalu, enam terdakwa lain merupakan mantan anak buah Sambo di kepolisian yakni Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Irfan Widyanto.
Para terdakwa disebut merusak barang bukti kasus kematian Brigadir J dengan cara menghapus arsip rekaman CCTV dan mengganti digital video recorder (DVR) CCTV di sekitar lokasi penembakan di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Kasus ini juga menetapkan lima terdakwa perkara pembunuhan berencana Brigadir J.
Kelimanya yakni Ferdy Sambo; istri Sambo, Putri Candrawathi; ajudan Sambo, Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR; dan ART Sambo, Kuat Ma'ruf.
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, pembunuhan itu dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri yang mengaku telah dilecehkan oleh Yosua di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.
Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Bharada E.
Brigadir J dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan perwira tinggi Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
Atas perbuatan tersebut, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
(*)