Find Us On Social Media :

KKB Papua Diduga Terima Aliran Dana dari Lukas Enembe, Benny Wenda Bawa-bawa Nama Eksekutif ULMWP Minta Pembebasan Gubernur Papua

Kolase Lukas Enembe dan Benny Wenda pentolan KKB Papua

GridHot.ID - Pentolan Kelompok Kriminal Bersenjata alias KKB Papua, Benny Wenda, belakangan ini menjadi sorotan.

Pasalnya, pentolan KKB Papua itu diketahui getol minta Lukas Enembe dibebaskan.

Padahal, diketahui jika Lukas Enembe telah menggerogoti tanah kelahirannya, Papua.

Melansir Tribunnews.com, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD enggan ambil pusing terkait permintaan pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda agar Gubernur Papua Lukas Enembe dilepaskan karena tidak membahayakan.

“Ga, ga ikut Benny Wenda,” kata Mahfud di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/1/2022).

Mahfud menilai kasus Lukas Enembe tidak ada hubungannya sama Benny Wenda.

Penangkapan yang dilakukan aparat penegak hukum kepada Lukas Enembe sudah sesuai dengan aturan dan untuk menjawab kritik masyarakat yang menganggap pemerintah takut.

“Terserah dia saja. Kita engga mau tahu Benny Wenda itu. Ini sudah sesuai proses hukum dan lama. Kita dikritik oleh rakyat terus seakan-akan takut pada Lukas Enembe dan gengnya,” katanya.

Mahfud menambahkan kasus yang mejerat Lukas Enembe saat ini adalah kasus korupsi, bukan kasus politik atau separatisme.

“Enggak. Itu urusan politik. Lain lagi itu. Bukan urusan korupsi. Ga ada kaitan dengan Benny Wenda. Urusan separatis lain,” tuturnya.

Sebelumnya Benny Wenda meminta agar pemerintah Indonesia segera melepaskan Lukas Enembe.

Baca Juga: Tantang Bos KKB Papua Bertemu Empat Mata, Ali Kabiay Bongkar Rahasia Gelap Sebby Sambom yang Disembunyikan Rapat-rapat dari Anggota OPM

Menurutnya, kasus korupsi yang dituduhkan kepada Enembe adalah rekayasa.

"Indonesia harus segera melepaskan Gubernur Lukas Enembe yang ditangkap atas tuduhan korupsi palsu," tulis Benny melalui akun Twitter-nya, Rabu (11/1/2023).

Dinyatakan Sehat dan Fit

KPK menangkap Lukas Enembe di Kota Jayapura, Papua, pada Selasa (10/1/2023).

Pada saat itu, KPK langsung membawa Lukas Enembe ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto.

Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Lukas sudah selesai menjalani pembantaran penahanan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.

"Dari pemeriksaan tim medis, saat ini yang bersangkutan (Lukas Enembe) telah dinyatakan fit to stand trial sehingga dapat dilakukan pemeriksaan dalam rangka kelengkapan berkas perkaranya," ujar Ali, Kamis (12/1/2023).

Lukas Enembe bersama Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka (RL) telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua.

Tersangka Rijatono Lakka diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp1 miliar setelah terpilih mengerjakan tiga proyek infrastruktur di Provinsi Papua.

Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sementara itu, tersangka Lukas Enembe sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Baca Juga: KKB Papua Sesumbar Sudah Kuasai Daerah Oksibil, Juru Bicara Beri Ultimatum Ingin Beberapa Aktivitas Ini Berhenti Dilakukan Segera, Sebby Sambom: Ini Tanah Kami!

Dilansir dari tribunpekanbaru.com, pentolan KKB Papua yang mengaku sebagai Presiden Sementara Papua Barat, Benny Wenda meminta Lukas Enembe dibebaskan, lantas apa itu KKB Papua?

KKB Papua adalah singkatan dari Kelompok Krimininal Bersenjata di Papua yang ingin merdeka dan menuding Indonesia sebagai negara penjajah.

KKB Papua ini terdiri dari berbagai organisasi pendukung, satu di antara pentolannya adalah Ketua ULMWP yakni Benny Wenda.

Benny Wenda pun bereaksi atas ditangkapnya Gubernur Papua Lukas Enembe , dan Lukas Enembe disinyalir mengalirkan dana ke KKB Papua .

Benny Wenda pun mengeluarkan pernyataan setelah Lukas Enembe ditangkap.

"Atas nama Eksekutif ULMWP, saya menyerukan pembebasan segera dan tanpa syarat Gubernur Papua Lukas Enembe . Penangkapan Lukas Enembe oleh negara Indonesia mengikuti kriminalisasi pada September 2022, ketika dia dituduh melakukan korupsi dan dilarang bepergian ke luar negeri untuk perawatan medis penting," ungkap Benny Wenda.

Menurut Benny Wenda, Lukas Enembe adalah satu-satunya orang Papua Barat terbaru yang dikriminalisasi dengan cara ini.

Eltinus Omaleng, Bupati Mimika, ditangkap tahun lalu atas tuduhan korupsi palsu.

Korupsi adalah apa yang mereka klaim ketika orang Papua mencoba memperbaiki kondisi rakyatnya.

Ketika pengunjuk rasa Papua Barat turun ke jalan untuk menyerukan pembebasan Lukas Enembe, polisi bersenjata Indonesia memukuli, menembak, dan menangkap mereka dalam jumlah besar.

Sejauh ini, satu pengunjuk rasa telah dibunuh oleh polisi saat menyerukan pembebasan Gubernur Lukas Enembe.

Baca Juga: Tertembak Timah Panas, Warga Pemilik Bengkel di Sugapa Jadi Korban Keganasan KKB Papua Pimpinan Undius Kogoya, Begini Kondisinya

Inilah yang disebut Kapolda Papua sebagai ‘insiden kecil’ – membunuh seorang warga sipil Papua Barat bukanlah apa-apa bagi pasukan pendudukan Indonesia.

"Perlakuan Lukas Enembe tak lepas dari sikapnya yang semakin vokal menentang kebijakan kolonial Indonesia di Papua Barat .

Dia menentang pembagian Indonesia atas Papua Barat menjadi provinsi baru, sebuah taktik memecah belah dan menguasai yang dirancang untuk mencuri sumber daya alam kita dan memungkinkan militerisasi lebih lanjut di desa kita.

Pembagian provinsi adalah bagian dari paket pembaharuan 'Otonomi Khusus' kolonial, yang hanya membawa kehancuran selama dua puluh tahun atas nama 'pembangunan'.

Otonomi Khusus berarti pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil Papua Barat oleh tentara Indonesia.

Itu berarti penghancuran gunung dan hutan kita untuk perkebunan dan tambang baru seukuran Jakarta.

Lebih dari 600.000 orang Papua Barat telah menandatangani petisi yang menolak program 'Otonomi Khusus' palsu.

Ketika dia berbicara menentang pembagian provinsi baru, Enembe berbicara untuk rakyat," papar Benny Wenda.

Lebih lanjut Benny Wenda mengatakan, penangkapan Lukas Enembe menunjukkan bagaimana Indonesia menanggapi perbedaan pendapat, bahkan dari tokoh-tokoh yang menerima keberadaan mereka secara ilegal di tanah Papua.

"Kita tidak bisa melupakan bahwa Lukas Enembe menjadi sasaran meskipun bekerja di dalam institusi Indonesia.

Kita juga tidak boleh melupakan banyak pemimpin Papua Barat yang meninggal secara misterius selama tiga tahun terakhir.

Baca Juga: Hidup Atau Mati Diburu TNI, KKB Papua Bakal Ketar-ketir Usai Danrem Jo Sembiring Turun Lapangan Buru Ananias Ati Mimin Karena Alasan Ini

Setidaknya enam belas telah meninggal sejak tahun 2020, banyak dari mereka sendiri, di rumah sakit atau hotel.

Ada kecurigaan yang kuat dan beralasan bahwa mereka diracuni.

Inilah mengapa Gubernur Enembe harus segera dibebaskan, tidak ada orang Papua Barat yang aman dalam tahanan Indonesia, apalagi orang yang sudah dalam kondisi kesehatan yang buruk," tuduh Benny Wenda .

Benny Wenda juga mengatakan, peristiwa ini mengingatkan pada apa yang terjadi tahun lalu, ketika Zode Hilapok meninggal sepuluh bulan setelah penangkapannya karena mengibarkan bendera Bintang Kejora pada 1 Desember 2021.

Hilapok sudah sakit ketika ditangkap, tetapi Indonesia menolak merawatnya di rumah sakit sipil.

Sebaliknya, mereka membawanya ke rumah sakit militer Bhayangkara, di mana perawatannya dirahasiakan.

Indonesia tidak menginginkan perdamaian di Papua Barat.

Mereka menginginkan ketegangan dan kekerasan, mereka ingin Papua Barat tetap menjadi zona perang untuk membenarkan pengerahan pasukan yang semakin banyak.

Lebih dari 25.000 pasukan tambahan telah dikerahkan ke Papua Barat sejak pemberontakan pada tahun 2019.

Peningkatan militerisasi yang dramatis ini telah menciptakan perpindahan massal, hingga 100.000 orang mengungsi akibat operasi militer selama empat tahun.

Saat Indonesia membersihkan Papua Barat dari penduduk aslinya, mereka membangun jalan raya besar dan perkebunan yang merusak ekologi di tempat mereka.

Baca Juga: 106 Pentolan KKB Papua Masuk Daftar DPO, Foto Wajah Diseberluaskan untuk Persempit Ruang Gerak, Begini Strategi Aparat

Di Papua Barat, kepentingan bisnis dan militer adalah satu hal yang sama.

"Penangkapan ini terjadi saat Indonesia meningkatkan kampanye mereka untuk menutupi pendudukan mereka.

'Rainforest OPEC' baru yang mereka bentuk dengan Brasil dan DRC adalah PR murni, tabir asap yang mereka bangun saat mereka terus menghancurkan hutan hujan kita.

Presiden Joko Widodo juga baru-baru ini mengumumkan bahwa dia “sangat menyesalkan” pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu di Indonesia.

Tapi genosida di Papua Barat bukanlah kejahatan masa lalu yang harus diabaikan atau dimintai maaf – itu terjadi sekarang," singgung Benny Wenda.

Benny Wenda menambahkan, terlepas dari upaya Indonesia, masalah Papua Barat tidak akan hilang.

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia telah mencoba untuk masuk ke Papua Barat selama bertahun-tahun, tetapi telah dilarang oleh Jakarta.

Indonesia mengabaikan keinginan 18 negara di Forum Kepulauan Pasifik dan 79 negara di Organisasi Negara-negara Afrika, Karibia, dan Pasifik dengan menolak masuknya PBB.

"Tidak peduli berapa banyak dari kita Indonesia yang menangkap, memukuli, atau membunuh, kita akan terus berjuang sampai perjuangan penentuan nasib sendiri selesai," semangat Benny Wenda dalam rilis resminya.(*)