Find Us On Social Media :

Pilot Susi Air Masih Hidup, Panglima TNI Tak Akan Tambah Pasukan Lagi untuk Serbu KKB Papua, Yudo Margono: Tidak Bisa Langsung Serang

Pilot Susi Air Masih Hidup, Panglima TNI Tak Akan Tambah Pasukan Lagi untuk Serbu KKB Papua, Yudo Margono: Tidak Bisa Langsung Serang

Gridhot.ID- Pilot Susi Air, kapten Philips Mark Marthens sudah disandera sejak 7 Februari 2023 oleh KKB Papua kelompok Egianus Kogoya.

Tak cuma menyandera Philips Mark Marthens sang pilot, KKB Papua dibawah Egianus Kogoya rupanya juga membakar pesawat Susi Air yang baru landing di lapangan terbang di Distrik Paro, Kabupaten Nduga.

Sebby Sambom mengatakan TPNPB, Organisasi Papua Merdeka, bertanggungjawab atas peristiwa pembakaran pesawat Susi Air dan penyanderaan Pilot Susi Air sejak 7 Februari 2023.

Upaya negosiasi pembebasan pilot susi air Asal Selandia Baru Philip Mark Merthens mulai menunjukkan perkembangan.

Baca Juga: Takut KKB Papua, Atmin Gwijangge Telepon Aparat setelah Jalan Kaki 2 Hari, Begini Curhatannya Usai Dievakuasi

Dikutip dari Kompas.tv, Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen Muhammad Saleh Mustafa menyatakan, jalur komunikasi tim negosiator dengan kelompok bersenjata sudah mulai terbuka.

Ia memastikan bahwa Kapten Philip sampai saat ini masih hidup.

TNI-Polri mempercayakan dialog komunikasi dengan tim negosiator dengan mengutamakan keselamataan kapten Philip.

Tim Satgas Damai Cartenz melakukan penyisiran di Kabupaten Nduga menyusul operasi penyelematan Pilot Susi Air.

Penyisiran dilakukan di Distrik Yuptul dan Distrik Paro lokasi awal pilot yang dibawa kelompok bersenjata usai membakar pesawat pada 7 Februari.

Baca Juga: Terbongkar Strategi Jitu TNI Polri Tumpas KKB Papua Egianus Kogoya dan Selamatkan Pilot Susi Air, Alutsista dan Almatsus Sampai Dikerahkan Habis-habisan

Hasilnya, ditemukan sejumlah barang alat komunikasi berupa telepon seluler handy talkie atau ht kamera profesional dan senjata.

Dikutip dari Kompas.com, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengatakan, kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Nduga, Papua Pegunungan, yang menyandera pilot Susi Air, Philip Mark Merthens, tidak bisa langsung diserang secara militer.

Menurut dia, pihak TNI dan Polri masih berupaya mengedepankan upaya persuasif dalam menyelamatkan pilot warga negara Selandia Baru tersebut.

"Bahwasanya ini adalah proses penegakan hukum, tidak bisa kita langsung laksanakan operasi militer. Tentunya kita tetap mengedepankan penegakan hukum karena ini orang asing yang disandera KKB, tentunya kita tetap upayakan dengan cara-cara persuasif," kata dia kepada wartawan di Denpasar, Bali, pada Rabu (22/2/2023).

Baca Juga: Pangdam Bongkar Sosok Penting yang Hubungkan TNI Polri dengan Komandan KKB Egianus Kogoya: Nanti akan Ada Tindakan

Yudo menjelaskan, upaya persuasif itu diambil karena saat ini kondisi di Papua masih dalam keadaan damai dan masyarakat setempat tidak jadi korban.

Saat ini, pihaknya telah meminta kepada Pj Bupati Nduga Namia Gwijangge bersama para tokoh agama dan adat setempat untuk bernegosiasi dengan KKB yang menyandera pilot Susi Air.

"Kita tidak bisa menyelesaikan ini dengan cara militer yang langsung diserang. Karena ini dalam situasi damai dan juga Papua ini ada masyarakatnya di situ," kata dia.

Yudo memastikan tidak akan ada penambahan pasukan untuk dikirim ke Papua terkait dengan peristiwa penyanderaan ini.

Baca Juga: Takut Disandera Komplotan KKB Papua, 10 Pekerja Bangunan di Distrik Alama Rela Lakukan Hal Ini Selama 2 Hari, Pangdam Cendrawasih Beri Keterangan Begini

"Itu kemarin sudah pergantian pasukan yang ada di sana, tidak menambah pasukan. Pasukan yang ditugaskan di sana yang BKO ada Polri dan juga ada pasukan-pasukan organik yang sudah standby di sana," kata dia.

Yudo menambahkan, peristiwa penyanderaan pilot Susi Air oleh KKB ini tidak perlu dibesar-besarkan.

Menurut dia, KKB melakukan itu agar terlihat sebagai organisasi besar dan untuk menekan masyarakat guna mendapatkan uang.

"Jadi, ini sebagian kecil jangan dianggap ini kelompok besar. Itu terlalu dibesar-besarkan kadang-kadang. Jadi kelompok kecil. Jadi kalau di Indonesia, di Jawa, atau di luar daerah ini, kayak premanisme. Hanya menekan masyarakat meminta uang, nanti setelah itu kembali lagi," kata dia.(*)