GridHot.ID - Kapten Philips Marthens, Pilot Susi Air masih belum bisa dibebaskan oleh TNI-Polri dari tangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Sebagai informasi, Philips yang merupakan warga negara Selandia Baru bersama lima penumpang Susi Air hilang kontak sesaat setelah mereka mendarat di Bandar Udara Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, pada Selasa (7/2/2023).
Diketahui dari TribunPapua, pesawat dengan nomor registrasi PK-BVY itu diduga dibakar oleh KKB pimpinan Egianus Kogoya sesaat setelah mendarat.
Lima penumpang merupakan orang asli Papua (OAP).
Kelimanya telah dievakuasi dan kembali ke rumah masing-masing.
Penyanderaan pilot pesawat Susi Air, Philips Mark Marthens (37), oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya telah memasuki hari ke-22.
Sejak ditawan pasca-peristiwa pembakaran pesawat pada 7 Februari 2023, pemerintah sebetulnya telah berupaya untuk melakukan pembebasan.
Akan tetapi, berbagai kendala tiba-tiba ditemui aparat TNI dan Polri ketika langkah pembebasan Philips akan dilakukan.
Salah satu kendalanya adalah ketika Selandia Baru, negara asal Philips, tiba-tiba meminta Indonesia supaya penyelamatan tersebut tidak dilakukan dengan cara kekerasan.
Hal ini pun membuat aparat TNI dan Polri yang tergabung dalam Satuan Tugas Damai Cartenz mengurungkan misi operasi pembebasan Philips.
Tak ayal, Indonesia untuk sementara waktu memilih jalur negosiasi yang hingga kini belum membuahkan hasil.
Pembakaran pesawat
Peristiwa penyanderaan ini bermula ketika pesawat yang dibawa Philips dibakar oleh KKB pimpinan Egianus Kogoya di Bandar Udara Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, Selasa (7/2/2023).
Pesawat dengan nomor registrasi PK-BVY tersebut membawa lima penumpang yang merupakan orang asli Papua (OAP).
Para penumpang telah berhasil diselamatkan aparat setelah sebelumnya sempat ditawan KKB. Tetapi tidak dengan Philips. KKB tetap menahan Philips dan membawanya ke hutan.
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono sempat membantah bahwa Philips disandera oleh KKB.
Kata Yudo, Philips justru menyelamatkan diri dari aksi kekerasan yang dilakukan KKB.
"Enggak ada penyanderaan, dia (mereka) kan ini menyelamatkan diri," ujar Yudo Margono di sela-sela Rapim TNI-Polri di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Pernyataan tersebut pun membuat publik bertanya-tanya mengenai kepastian nasib sang pilot.
Tak lama berselang, sebuah video yang memperlihatkan Philips tengah disandera KKB beredar luas di tengah masyarakat.
Dalam video tersebut terlihat Philips dibawa oleh KKB yang memasuki hutan. Ia nampak mengenakan celana pendek dan jaket berwarna biru.
Pada video itu pula, salah seorang separatis yang melakukan penyanderaan menyatakan penawanan ini dilakukan supaya mata dunia melihat kondisi di Papua.
"Kami bawa pilot ini karena Indonesia tidak pernah mengakui Papua Merdeka, jadi kami tangkap pilot. Karena semua negara harus buka mata soal Papua Merdeka," kata salah satu separatis.
Datangi Papua
Beberapa hari setelah pemberitaan mengenai Philips yang ditawan KKB semakin kencang, diplomat Selandia Baru mendatangi langsung ke Papua.
Para diplomat tersebut terdiri dari Deputi Misi Diplomatik untuk ASEAN, Brendan Andrew Stanbury, dan Sekretaris II Politik Kedutaan Besar, Patrick John Fitzgibbon.
Di Papua, mereka menemui Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III Letnan Jenderal I Nyoman Cantiasa di Rimba Papua Hotel Timika, Mimika, Papua, Senin (13/2/2023). Pertemuan ini tak lain untuk membahas Philips yang tengah ditawan KKB.
Cantiasa mengatakan, dari pertemuan tersebut, Selandia Baru menawarkan bantuan apabila ada hal yang diperlukan Indonesia dalam menyelamatkan Philips.
"Diplomat Selandia Baru menawarkan bantuan apabila ada yang diperlukan saat melakukan pencarian dan evakuasi pilot Susi Air yang saat ini sedang dalam pencarian oleh aparat gabungan TNI-Polri," kata Cantiasa.
Diplomat Selandia Baru juga menyampaikan harapannya agar Philips dapat segera ditemukan dalam keadaan aman dan selamat.
"Kita juga minta dukungan internasional untuk membicarakan kepada Komisioner Tinggi Dewan HAM Internasional terkait masalah tersebut," kata Cantiasa.
Intervensi
Belakangan baru diketahui bahwa sebetulnya aparat TNI dan Polri telah mengepung markas KKB pimpinan Egianus Kogoya untuk membebaskan Philips.
Tetapi, ketika upaya pembebasan akan dilakukan, aparat tiba-tiba menemui kendala.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan, aparat sebenarnya telah mengetahui titik koordinatnya.
Namun, ketika aparat ingin bergerak, pemerintah Selandia Baru meminta agar tidak ada kekerasan dalam operasi pembebasan itu.
"Saya katakanlah, loh kita sudah tahu itu tempatnya, di koordinat berapa sudah kita kepung. Tetapi begitu kita bergerak kan pemerintah Selandia Baru datang ke sini dan memohon tidak ada tindakan kekerasan karena itu warga kami (Selandia Baru) agar masalah ini tidak menjadi (masalah) internasional,” ujar Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (21/2/2023).
Uang dan senjata
Setelah urung melancarkan operasi penyelamatan, Indonesia akhirnya memilih jalur negosiasi.
Seperti dikutip dari Kompas.com, negosiasi pembebasan Philips dilakukan langsung oleh Penjabat Bupati Nduga Namia Gwijangge.
Dalam negosiasi ini, Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri mengungkapkan, Egianus Kogoya pernah menyampaikan permintaan uang dan senjata sebagai syarat pelepasan Philips.
"Memang pernah dia menyampaikan tuntutan untuk bisa mengganti senjata dan uang," ujar Mathius di Mimika, Kamis (23/2/2023).
Permintaan Egianus tersebut, kata Fakhiri, sulit untuk dipenuhi, terutama terkait senjata api dan amunisi.
Fakhiri mengatakan, tuntutan tidak mungkin disetujui karena justru akan memperburuk situasi.
"Namun, kami tahu psikis kelompok ini yang juga afiliasinya kepada kelompok politik yang suka memanfaatkan semua isu ini untuk politik mereka sendiri yang akan dijual ke luar," kata dia.
Sementara itu, Komandan Korem 172/Praja Wira Yakthi Brigadir Jenderal Juinta Omboh Sembiring menegaskan, permintaan Egianus tidak mungkin dikabulkan, terutama terkait senjata api.
Ia menegaskan, TNI-Polri dan Pemerintah Kabupaten Nduga akan berusaha menyelamatkan Kapten Philip dalam keadaan hidup.
Berpindah
Selain permintaan Selandia Baru, kendala yang dihadapi aparat Indonesia adalah KKB pimpinan Egianus Kogoya kerap berpindah-pindah. Bahkan, mereka berbaur dengan masyarakat.
“Jadi gerombolan yang tempatnya berpindah-pindah dan bersama-sama dengan penduduk. Nah ini kan tidak mudah untuk mengambil dari penduduk ini,” ujar Yudo di Mako Paspampres, Jakarta, Senin (27/2/2023).
Yudo juga mengatakan, belum ada target kapan operasi pembebasan itu dirampungkan.
"Kita enggak ada target. Itu tadi, mereka (KKB) berlindung selalu dengan masyarakat, malah dengan anak-anak. Ya kita usahakan ya sedapat mungkin kita laksanakan secara persuasif. Kita tidak mau masyarakat menjadi korban karena itu,” kata Yudo.
Ia juga mengatakan bahwa TNI-Polri masih mengedepankan cara persuasif untuk membebaskan Philips.
Operasi senyap
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan operasi secara senyap bisa saja dilakukan oleh TNI apabila negosiasi gagal membuahkan hasil.
Menurutnya, TNI sangat mungkin menggelar operasi yang dirancang secara senyap untuk meningkatkan efektifitasnya.
Dengan begitu, menjaga kerahasiaan dan kesenyapan dengan tidak mempublikasikan rencana operasi adalah langkah yang wajar.
Di sisi lain, Fahmi mengingatkan supaya para pejabat pemerintah maupun TNI dan Polri juga harus memiliki kesadaran untuk menghindari publikasi atau penyampaian informasi yang kurang produktif agar tidak membahayakan misi operasi.
"Publik juga harus memahami bahwa kesenyapan dan pendadakan yang termanifestasi dalam bentuk pembatasan informasi publik seringkali merupakan langkah yang harus ditempuh untuk meningkatkan efektivitas dan peluang keberhasilan operasi," katanya kepada Kompas.com, Selasa (27/2/2023).
(*)