Gridhot.ID - Operasi pembebasan pilot Susi Air, Kapten Philips Marthen yang disandera KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya hingga kini belum menemui titik terang.
Belakangan, KKB Papua justru meminta tebusan kepada pemerintah agar pilot berkebangsaan Selandia Baru itu dapat dibebaskan.
Permintaan itu disampaikan Egianus Kogoya, pimpinan tertinggi KKB Papua yang menyandera Philips Marthen kepada Tim Negosiasi yang dibentuk Pemkab Nduga, pada 17 Februari lalu.
KKB Papua meminta senjata sebagai syarat untuk melepas pilot Susi Air yang saat ini dalam penyanderaan mereka.
Terkait permintaan itu, anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta menilai, KKB Papua kini mulai melemah karena mengajak pemerintah berkompromi.
"Sinyal kompromi ini menunjukkan posisi mereka yang melemah dibanding awal dulu," ujar Sukamta saat dimintai konfirmasi Kompas.com, Kamis (2/3/2023).
Sukamta pun mengingatkan agar pemerintah jangan sampai berkompromi dengan KKB Papua. Pasalnya, posisi pemerintah akan melemah bila hal itu dipenuhi.
"Pemerintah harus tegas dalam mengambil keputusan," ucap Sukamta.
Di sisi lain, Sukamta memuji pemerintah yang tidak mau berkompromi dengan KKB Papua dalam melepas pilot Susi Air.
Menurutnya, keputusan pemerintah itu harus didukung bersama. Sukamta yakin TNI bisa membebaskan pilot Susi Air sesegera mungkin.
"Saya yakin kalau diberi kewenangan, TNI akan mampu membebaskan sandera dengan aman," imbuhnya.
Sebelumnya, dalam video yang disebar KKB Papua di media sosial, mereka awalnya meminta Indonesia mengakui Papua Merdeka.
"Kami bawa pilot ini karena Indonesia tidak pernah mengakui Papua Merdeka, jadi kami tangkap pilot. Karena semua negara harus buka mata soal Papua Merdeka," kata salah satu anggota KKB Papua.
Namun demikian, kabar terbaru yang disampaikan Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri, Egianus Kogoya menyampaikan permintaan sebagai syarat agar pilot Susi Air bisa bebas.
"Memang benar Egianus ajukan sejumlah permintaan di antaranya senjata api dan amunisi yang akan ditukar dengan pilot asal Selandia Baru," ujar Fakhiri di Mimika, Kamis (23/2/2023).
Permintaan KKB Papua itu, kata Fakhiri, sulit untuk dipenuhi, terutama terkait senjata api dan amunisi.
"Sudah pasti tidak akan dipenuhi permintaan tersebut. Namun, kami tahu psikis kelompok ini yang juga afiliasinya kepada kelompok politik yang suka memanfaatkan semua isu ini untuk politik mereka sendiri yang akan dijual ke luar," kata dia.
Karena itu, tim negosiasi akan berkomunikasi ulang dengan Egianus Kogoya agar Kapten Philips dapat segera dilepaskan dalam keadaan sehat.
Namun, Fakhiri juga menyatakan bahwa aparat keamanan tidak bisa membiarkan situasi penyanderaan Kapten Philips berlarut-larut karena kasus ini sudah menjadi atensi dari dunia internasional.
"Negosiasi yang sedang dilakukan aparat pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat ini kita kedepankan, tetapi tentu aparat TNI-Polri tidak akan berlama-lama menunggu itu karena kita melihat kondisi dari pilot Susi Air yang sedang disandera," kata dia.
KKB Papua siap hadapi TNI-Polri
Menanggapi upaya dialog yang dilakukan, Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby Sambom mengatakan, negosiasi boleh-boleh saja.
Namun, Sebby menegaskan KKB Papua siap berhadapan dengan TNI-Polri bila negosiasi berakhir dengan jalan buntu.
"Kami sudah tambahkan pasukan dari Distrik Yambi, Sinak, maupun Timika serta Lanny Jaya," ungkap Sebby kepada Tribun-Papua.com, Kamis (23/2/2023).
Terkait stok amunisi dan senjata yang dimiliki KKB Papua, menurut Sebby dalam posisi aman.
"Kita prinsipnya satu senjata lawan 1.000, jadi kami bisa lawan," tambahnya.
Sebby juga memastikan bahwa Kapten Philips saat ini dalam kondisi baik dan semua kebutuhannya selalu terpenuhi.
"Kami sudah sampaikan bahwa kondisi pilot tetap aman karena pasukan TPNPB-OPM menjaga dia. Jadi dia aman-aman saja," papar Sebby.
Sebagai informasi, penyanderaan pilot Susir Air oleh KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya terjadi sejak 7 Februari 2023 lalu.
Penyanderaan pilot Susi Air dilakukan sesaat setelah korban mendaratkan pesawatnya di Bandara Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan.
(*)