Gridhot.ID - Kasus penyanderaan pilot maskapai Susi Air, Philips Marthen (37) oleh KKB Papua belum juga berakhir meski sudah berlangsung selama 3 bulan.
Sejak disandera KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya di Distrik Paro pada 7 Februari 2023, keberadaan Philips Marthen masih belum diketahui.
Berbagai upaya sudah dilakukaan oleh aparat gabungan TNI-Polri, mulai dari penempataan pasukan hingga membentuk tim negosiasi yang dikoordinasi Penjabat Bupati Nduga Namia Gwijangge.
Rupanya sebelum bertugas ke Papua dan menjadi korban penyanderaan KKB Papua, Philips Marthen sempat bertemu Susi Pudjiastuti, pemilik maskapai Susi Air.
Susi Pudjiastuti menjelaskan, kala itu Philips membawakan jenang, makanan yang disukainya.
Pertemuan keduanya terjadi di kediaman Susi di daerah Pangandaran, Jawa Barat.
Susi menjelaskan rumah keluarga istri Philips tidak jauh, jaraknya hanya 10 kilometer dari kediamannya.
"Diantar sama anaknya jenang, dodol dari Jawa itu. Dia bilang saya dengar dari istri ibu suka jenang. Philips itu salah satu pilot kesayangan saya," ujar Susi dalam wawancara eksklusif di program Rosi KOMPAS TV, Kamis (11/5/2023).
Susi menjelaskan pada 2013 Philips mengundurkan diri sebagai pilot Susi Air. Padahal Susi ingin mengangkatnya sebagai chief pilot.
Pada 2020, saat pandemi Covid-19, Philips kembali ke Susi Air setelah berhenti dari salah satu maskapai di Selandia Baru.
"Sebetulnya 2 minggu sebelum penculikan itu dia sudah mengajukan pengunduran diri. Karena dia tahu bekerja di Papua itu risikonya banyak," ujar Susi.
Susi menambahkan, tidak terpikirkan olehnya, Philips menjadi korban penyanderaan. Sebab Susi Air sudah sangat dikenal oleh masyarakat Papua.
Maskapai yang melayani penerbangan perintis itu sudah lalu lalang di Bumi Cendrawasih sejak tahun 2006.
Selama melayani masyarakat Papua, risiko terberat adalah faktor cuaca. Belakangan risiko meningkat lantaran banyak terjadi penembakan pesawat hingga penculikan.
"Tidak terpikir penculikan karena penculikan baru dengan... ya pertama kali ini," ujar Susi.
Ikut Membangun Papua
Lebih jauh, Susi mengecam tindakan yang dilakuakan oleh KKB Papua terhadap pilotnya dan juga masyarakat di Papua.
Sejak 2006, Susi Air ikut mambantu masyarakat dan membangun di Papua. Terutama di daerah pegunungan.
Melalui maskapai penerbangannya, kebutuhan masyarakat Papua di pegunungan cukup terpenuhi.
Bahkan Susi menyampingkan bisnis jika ada masyarakat membutuhkan pertolongan darurat.
Sebelum menjadi menteri, setiap 6 bulan sekali Susi lama tinggal di Papua sekaligus membuka batuan sosial di bidang kesehatan dan membawa obat-obatan yang diperlukan masyarakat.
"Kita selama ini bekerja kurang apa. Pesawat kita itu bukan hanya bawa beras bawa orang. Seng, semen, paralon, besi kita bawa semua. Di pegunungan itu kalau ada rumah pakai seng ada sandal jepit itu salah satunya pesawat kita yang bawa," ujar Susi.
Susi menegaskan dirinya sangat mendukung adanya kesejahteraan di Papua.
Ia merasa heran dengan tindakan KKB Papua yang mengeklaim ingin Papua sejahtera dengan memerdekakan diri, namun membakar fasilitas dan membunuh masyarakat sipil.
Bahkan akibat penyanderaan dan penyerangan KKB Papua terhadap prajurit TNI, layanan penerbangan perintis di daerah pengunungan harus dihentikan sementara.
Dampaknya pasokan makanan, obat-obatan untuk masyarakat di daerah pengunungan juga akan menipis.
"Jadi apa yang diuntungkan, yang dicari dari perjuangan ini apa? Kekerasan, masyarakat tidak bersalah jadi korban, pasokan bahan makanan tertahan, kelaparan. Apa yang dicari?" ujar Susi.
"Memperjuangkan kebebasan, kemanusiaan tapi Anda ambil. Anda rampas kebebasan orang lain, Anda lakukan hal-hal yang tidak manusiawi. Bagaimana Anda memperjuangkan kemerdekaan, kemanusiaan lalu Anda membunuh, menyandera. Itu tidak masuk akal bagi saya," sambung Susi.
"Saya tidak berhadapan dengan apa pun dengan siapa pun, tetapi saya berhadapan dengan orang yang tidak punya rasa kemanusiaan. Itu saya akan lawan, saya bicara itu tidak benar," tegasnya.
(*)