Gridhot.ID - Innalillahi wa innailaihi rojiun, ilmuwan ternama di dunia ini meninggal dunia.
Meski telah lama meninggal dunia, namanya tak akan dilupakan berkat jasanya di bidang keilmuan sains yang melimpah.
Sosok yang telah meninggal dunia tersebut adalah Stephen Hawking.
Dikutip Gridhot dari Serambinews, Stephen Hawking meninggal dunia di usia 76 tahun.
Stephen Hawking meninggal dunia pada Rabu, 14 Maret 2017.
"Kami sungguh sedih bahwa ayah kami yang tercinta telah meninggal dunia hari ini," ucap anak-anak Hawking, Lucy, Robert dan Tim dalam pernyataan yang dikutip kantor berita Press Association Inggris, seperti dilansir AFP, Rabu (14/3/2018).
"Dia seorang ilmuwan yang hebat dan pria luar biasa yang kinerja dan peninggalannya akan hidup untuk bertahun-tahun ke depan," imbuh pernyataan itu.
Belum diketahui pasti penyebab meninggalnya Hawking.
"Kami sangat sedih karena ayah tercinta kami telah meninggal dunia hari ini," ungkap Lucy Robert dan Tim, anak-anak Hawking dikutip dari Sky News, Rabu (14/02/2018).
Fisikawan yang terkenal semenjak kisah hidupnya diangkat dalam film The Theory of Everything ini meninggal di usia 76 tahun.
Dia baru saja merayakan ulang tahunnya pada 8 Januari.
Baca Juga: 4 Weton Ini Paling Bahagia dan Panjang Umur, Sosoknya Akan Bawa Banyak Manfaat Buat Sekitar
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Hawking mengidap penyakit motor neuron sejak tahun 1963.
Meski menderita penyakit, Hawking tetap melanjutkan studinya di Cambridge University dan mengantarkannya sebagai salah satu fisikawan paling berpengaruh sejak masa Albert Einstein.
Stephen Hawking memiliki nama lengkap Stephen William Hawking.
Dia lahir pada 8 Januari 1942 di Oxford, Inggris. Dari berbagai catatan biografi, Hawking dikenal sebagai seorang profesor Lucasian dalam bidang matematika di Universitas Cambridge dan anggota dari Gonville and Caius College, Cambridge.
Ia dikenal dengan pemikiran-pemikirannya dalam bidang fisika kuantum, terutama teori mengenai kosmologi, gravitasi kuantum, lubang hitam dan radiasi Hawking.
Tulisannya yang berjudul 'A Brief History of Time', masuk dalam best seller Sunday Times London selama 237 minggu berturut-turut.
Dia juga sempat menyusun buku berjudul 'The Grand Design' bersama Leonard Mladinow.
Hawking mengalami tetraplagia karena sklerosis lateral amiotrfik (ALS).
Namun penyakit itu tak menghambatnya untuk berkarier dalam bidang ilmiah selama lebih dari 40 tahun.
Hawking dikenal sebagai seorang fisikawan dan ahli kosmologi di dunia.
Kisah hidupnya sempat diangkat ke dalam film layar lebar 'The Theory of Everything' yang dibintangi Eddie Redmayne pada tahun 2014.
Baca Juga: 6 Weton Ini Disebut Punya Pesona yang Tak Terbantahkan, Pandangan Mautnya Mampu Memikat Lawan Jenis
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, sebelum wafat, Hawking sempat meramal beberapa teknologi dan peradaban dunia di masa depan.
Termasuk teknologi kecerdasan buatan atau umum disebut AI (artificial intelligence) yang sedang marak muncul di beberapa teknologi mutahkhir satu dekade belakang.
Tahun 2017, Stephen Hawking terbilang vokal dalam menyoroti robot dan AI.
Dirinya meyakini, akan tiba waktu di mana AI akan sepenuhnya menjadi "makhluk" yang mengungguli bahkan menggantikan manusia.
"Saya khawatir jika AI akan menggantikan umat manusia. Jika manusia membuat virus komputer, seseorang akan merancang AI untuk memperbaiki dan mereplikasi dirinya", terang Stephen Hawking seperti dilaporkan Newseek dan dihimpun KompasTekno, Rabu (14/3/2018).
Dalam konferensi Web Summit Technology yang diadakan di Lisbon, Portugal pada 2017 lalu, Hawking tak menampik jika AI memiliki potensi untuk membantu mencegah kerusakan yang terjadi pada alam atau memberantas kemiskinan dan penyakit dalam setiap aspek masyarakat yang berubah.
Namun Stephen Hawking sendiri menyadari jika masa depan tidak dapat dipastikan arahnya.
"Keberhasilan menciptakan teknologi AI yang efektif, bisa jadi sebuah pencapaian besar dalam sejarah peradaban kita. Atau bahkan terburuk. Kita tak tau pasti. Jadi kita tak tau apakah nantinya AI akan membantu kita atau justru menolaknya, dan mengesampingkannya atau menghancurkannya", imbuh Stephen Hawking.
Ia menambahkan, ketakutan tersebut bisa direduksi jika para ilmuan menemukan cara untuk mengontrol perkembangannya.
"Hal itu (AI) membawa bahaya, layaknya senjata otonom yang dahsyat, atau sebagai cara baru bagi sedikit orang untuk menindas banyak orang. Hal itu bisa berdampak buruk bagi perekonomian kita", ujar fisikawan asal Inggris tersebut.
Meski berpandangan skeptis, Stephen Hawking yang juga menulis beberapa buku ilmiah, mengatakan jika dirinya optimis dengan kebaikan AI bagi umat manusia. Menyebut AI akan bisa berselaras dengan manusia di dunia.
(*)