Gridhot.ID - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut penyuap Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe, Rijatono Lakka selama 5 tahun penjara.
Rijatono Lakka dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama jaksa penuntut umum.
Jaksa meyakini Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo memberikan suap Rp 35,4 miliar kepada Lukas Enembe.
Terkait tuntutan 5 tahun penjara dari jaksa, Rijatono Lakka bakal menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi.
Lantaran masa penahanan yang terbatas, kubu Rijatono Lakka diberikan kesempatan selama tiga hari untuk menyiapkan nota pembelaan yang bakal disampaikan pada Jumat (9/6/2023).
"Kami akan mempelajari tuntutannya dan akan berusaha maksimal melakukan pembelaan untuk klien kami," kata kuasa hukum Rijatono Lakka, Pither Singkali ditemui Kompas.com usai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (6/6/2023).
Saat dimintai tanggapan terkait tuntutan jaksa, Pither Singkali menghargainya.
Tetapi, ia memandang bahwa perkara yang menjerat Rijatono Lakka merupakan rekaan KPK untuk menjadikan pintu masuk dalam mengusut dugaan korupsi Lukas Enembe.
"Kita menghargai bagaimana pemberantasan korupsi, tapi penerapan hukumnya harus betul-betul efektif dan lebih jujur," kata Pither Singkali.
"Kami akan membela dan meyakinkan hakim bahwa klien kami itu memang tidak bersalah dan akan meminta supaya klien kami dibebaskan untuk perkara ini," ujarnya lagi.
Adapun dalam surat tuntutan jaksa, Rijatono Lakka dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama jaksa penuntut umum.
Jaksa menyebut, Rijatono terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain pidana badan selama 5 tahun, Direktur PT Tabi Bangun Papua itu juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam kasus ini, jaksa menduga suap diberikan Rijatono Lakka bersama-sama dengan Frederik Banne selaku staf PT Tabi Bangun Papua pada tanggal 11 Mei 2020 dan di waktu-waktu lain antara tahun 2018 sampai dengan tahun 2021.
Menurut jaksa, suap terhadap Gubernur nonaktif Papua itu diberikan dalam bentuk uang dan pembangunan atau perbaikan aset milik Lukas Enembe.
"Bahwa selain memberikan fee sebesar Rp 1.000.000.000,00 kepada Lukas Enembe, pada kurun waktu 2019-2021, terdakwa juga memberikan fee kepada Lukas Enembe sebesar Rp 34.429.555.850 dalam bentuk pembangunan atau renovasi fisik aset-aset milik Lukas Enembe," kata jaksa.
Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (6/6/2023).
Jaksa memaparkan bahwa uang dan bantuan perbaikan aset diberikan oleh Direktur PT Tabi Bangun Papua melalui stafnya kepada Lukas Enembe dengan maksud supaya Gubernur Papua mengintervensi Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Papua Tahun 2018-2021 Gerius One Yoman.
Uang miliaran dan bantuan perbaikan aset diberikan supaya Lukas Enembe mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Rijatono Lakka bisa dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2018-2021.
Menurut jaksa, intervensi Lukas Enembe melalui Gerius One Yoman selama tahun 2018 sampai dengan 2021 berhasil membuat Rijatono Lakka memperoleh 12 proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua.
Proyek tersebut seperti rumah jabatan tahap I dan II, belanja modal peralatan dan pengadaan meubelair, pembangunan rumah jabatan penunjang, peningkatan jalan Entop-Hamadi dan pengadaan modular operating theater, serta rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang Paud Integrasi.
Kemudian, peningkatan Jalan Entrop-Hamadi, Talud Venue Softball dan Baseball Uncen, penataan lingkungan venue menembak Outdoor AURI, pembangunan pagar keliling venue Mmnembak AURI, dan pagar pengaman Pantai Holtekam.
(*)