Gridhot.ID - Sosok Mandra sudah menjadi pelawak atau komedian legendaris di era sekarang.
Namanya memang sudah melejit semenjak era 1970-an.
Dikutip Gridhot dari Gridpop, Mandra Naih merupakan komedian lenong Betawi yang terkenal akan logatnya yang khas.
Mandra sudah memulai karirnya sejak tahun 1977.
Bersama Haji Bokir, Mandra terus wara-wiri di berbagai pertunjukan lenong hingga ke layar lebar.
Nama Mandra akhirnya meledak usai bermain bersama Rano Karno dan Benyamin Sueb di mega sinetron Si Doel Anak Sekolahan yang muncul di tahun 1994.
Dari sekian banyak panggung yang dia jalani, ternyata ada yang memiliki pengalaman paling berkesan.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, pelawak kawakan Mandra Naih menceritakan pengalaman hidupnya sebagai komedian yang tak terlupakan.
Salah satu pengalamannya yang juga bersejarah, kata Mandra, adalah ketika dia diminta melawak di depan Presiden ke-2 RI Soeharto dan Ibu Negara Siti Hartinah atau Ibu Tien.
Saat itu, Mandra diminta melawak bersama para pemain sinetron Si Doel Anak Sekolahan, yakni Benyamin Sueb, Rano Karno, dan Suti Karno.
Namun, Mandra tak mengukur kapan tanggal dan tahunnya, hanya menyebut awal dekade 90an saat masih di era Orde Baru.
Mandra bersama Rano Karno, Suti Karno, dan pelawak legendaris Benyamin Sueb diminta menghibur Ibu Tien yang akan mengadakan acara di Taman Mini Indonesia Indah atau TMII.
“Pada saat gua sama Babe Benyamin diundang Ibu Tien, bersejarah juga ini. Presidennya Pak Harto, acaranya ini kumpulan ibu pejabat, diminta tampil di Taman Mini Indonesia Indah di gedung Sasono Langen Budoyo, kan dulu enggak semua orang bisa masuk situ dulu,” ucap Mandra seperti dikutip dari kanal YouTube Baba Mandra, Jumat (15/9/2023).
Namun, setelah mendapat dan menerima permintaan tersebut, Mandra bukannya senang malah menjadi was-was.
Mandra mengakui dirinya menjadi ketar-ketir karena ternyata untuk menghibur Presiden Soeharto dan Ibu Tien saat itu, banyak sekali protokoler dan pantangan yang harus dipahami.
Bahkan, kata Mandra, dirinya jadi rutin didatangi tentara tiap dua hari sekali setelah menerima undangan tampil tersebut.
Setiap tentara yang datang menemui Mandra selalu memberi tahu tentang larangan, aturan, dan semacamnya untuk dipatuhi oleh Mandra.
“Dari setelah dapet undangan tampil itu, gue jadi tahu, ‘pantes semua pelawak kalau main di depan Ibu Tien, depan Pak Harto enggak ada yang lucu, coba perhatiin dah’, lah gimana enggak mau tegang, dua bulan sebelum acara kita sudah di-booking istilahnya, dari mulai di-booking sampai dua bulan ke depan sampai jelang acara itu kita enggak pernah lepas, setiap dua hari didatengin, didatengin tentara dikasih tahu, diarahin ‘nanti ngomongnya begini, nanti caranya begini,’ lah itu pelawak cepirit bisa, gimana mau melawak hayo,” tutur Mandra.
Semakin dekat jelang hari acara digelar, Mandra mengatakan, intensitasnya bertemu tentara semakin sering, bahkan sampai sesaat sebelum melucu di depan Ibu Tien.
Sadar gaya melawaknya yang ceplas-ceplos, Mandra semakin berpikir bagaimana bisa tampil dengan lucu tetapi tetap mengikuti semua aturan dan arahan yang sudah disampaikan sebelumnya.
Saat itu, Mandra dan Benyamin Sueb yang kedapatan bagian melawak kebingungan mencari cara. Sementara, Rano Karno dan Suti Karno kebagian peran yang berbicara serius.
“Dari pertama dikasih tahu ‘enggak boleh ngomong begini, enggak boleh ngomong begitu’, makin lama, makin dekat acara makin rajin yang datengin, ntar dari sini, dari sini, protokolernya segala macem. Sampai pas datang di lokasi, ada sound tapi enggak boleh gede suaranya, kecil aja, biar enggak bikin ibu Tien kaget, pas sudah mau mulai masih aja dipaparin terus, kalau Rano Karno kali ya dia ngomong serius pantes, lah gue sama dia berdua-dua bingung, kita enggak melawak tapi emang tugas kita, mau melawak tapi juga bingung,” ucap Mandra mengenang.
Beruntung, Mandra saat itu berhasil melucu bersama Benyamin dan bisa membuat Ibu Tien terhibur.
Keberhasilan ini, kata Mandra, tak lepas dari ajakan Benyamin Sueb untuk berani mendobrak sedikit protokoler yang dirasa membebani tugasnya untuk melawak.
“Itu pas mau tampil, Babe Benyamin ngomong, ‘kita lawan aja yok (protokoler)’, ya gua mah ayok, tapi beneran, asal bareng ya, daripada gue diborgol dia kagak,” ucap Mandra.
“Akhirnya ujung-ujungnya, mulai dah ngomong, nah itu di tiap ujung itu paspampres itu kumisnya tebel-tebel, melotot semua, lah saya berdua sama Babe Benyamin udah takut, itu baru ngerasain ngelawak sama Babe Benyamin ngelawak nunduk,” imbuh Mandra.
Setelah berpikir panjang, Mandra akhirnya memberanikan diri mengikuti ajakan Benyamin Sueb.
Mandra dan Benyamin Sueb menyanyikan salah satu lagu khas Jakarta, yakni “Ondel-ondel”.
Tanpa disangka dan diduga-duga, ternyata Ibu Tien ikut berdiri untuk turut bernyanyi meski hanya sebentar.
Mandra dan Benyamin Sueb akhirnya sedikit bernapas lega, meskipun sejumlah paspampres yang ada tiap sudut ruangan saat itu semakin tak henti-hentinya menyorot dirinya dan Benyamin Sueb.
“Akhirnya kita nyanyi, lagunya 'Ondel-ondel' lagi, pas bagian 'nyok kite nonton ondel-ondel', gua diminta Benyamin sodorin mic-nya ke Ibu Tien, lah gua takut, akhirnya Benyamin yang deketin, akhirnya ternyata Ibu Tien mau bangun ikut bernyanyi sebentar. Lah itu orang semua udah pada terhibur lihat Ibu Tienbangun, tapi semua paspamres itu yang diujung-ujung makin melotot, setelah itu kita udah kepikiran ini gimana nasibnya,” ucap Mandra.
(*)