Biodata Bonyamin Saiman, Eks Pegawai KPK yang Bongkar Korupsi Jiwasraya, Lukas Enembe, Sampai Kelakuan Hedon Firli Bahuri

Selasa, 17 Oktober 2023 | 15:00
dokumen milik Tribun Solo dan Warta Kota.

Almas Tsaqibbirru dan Bonyamin Saiman

Gridhot.ID - Sosok Almas Tsaqibbirru menjadi sorotan baru-baru ini.

Pasalnya dikutip Gridhot dari Kompas.com, Almas Tsaqibbirru berhasil membuat gugatannya dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebelumnya diketahui Almas Tsaqibbirru menggugat terkait syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden yang harus di atas 40 tahun.

MK diketahui mengabulkan gugatan Almas Tsaqibbiru hingga membuat mereka yang pernah menjadi kepala daerah bisa mencalonkan diri menjadi calon presiden atau calon wakil presiden meski usianya belum 40 tahun.

Dikutip Gridhot dari Surya, sosok orangtua Almas Tsaibbbirru Re A, pengagum Gibran Rakabuming Raka yang gugatannya terkait batas usia capres cawapres dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya terungkap.

Ternyata Almas Tsaibbirru yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta ini adalah putra sulung aktivis antikorupsi Boyamin Saiman.

Boyamin Saiman adalah Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang kerap menjadi whistle blower sejumlah kasus korupsi besar, di antaranya kasus ekspor CPO dan kelangkaan minyak goreng, kasus dugaan korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe, serta kasus dugaan pungli pejabat Kemenkumham.

Hal ini diakui sendiri oleh Almas saat ditemui TribunSolo.com, di wilayah Manahan Solo, Senin (16/10/2023).

"(Putra Pak Boyamin) yang pertama," ujar Almas.

Almas juga mengatakan sosok mahasiswa UNS yang juga mengajukan gugatan syarat usia Capres-Cawapres bernama Arkaan Wahyu merupakan adiknya.

Pemuda kelahiran 16 Mei 2000 tersebut merupakan anak pertama Boyamin dari lima bersaudara.

Baca Juga: Terekam Kamera Momen Selvi Ananda Buat 'Love Sign' Bareng Member XODIAC, Ekspresi Gibran Rakabuming Justru Bikin Salfok

Sementara Arkaan merupakan putra kedua Koordinator MAKI.

Almas menambahkan bahwa sang ayah merupakan lulusan Fakultas Hukum UMS.

Namun ia tidak mengetahui secara pasti tahun berapa sang ayah mulai duduk di bangku kuliah.

Seperti diketahui, Almas Tsaqibbirru Re A mengajukan gugatan uji materi itu didampingi kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023.

Gugatan tersebut berisikan batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Dalam sidang pleno yang digelar di Gedung MKRI lantai 2 hari ini, Senin (16/10/2023), Ketua MK mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian.

Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi:

"Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."

Atas dikabulkannya gugatan tersebut, seseorang yang pernah/sedang menjabat sebagai kepala daerah dan pejabat negara yang dipilih melalui pemilihan umum dapat mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres meski berusia di bawah 40 tahun.

Keputusan ini membuat wacana menduetkan Wali Kota Solo yang juga putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dengan Prabowo Subianto, semakin santer.

Sebab saat ini, Gibran yang berumur 36 tahun sudah menjadi kepala daerah.

Baca Juga: Anak Prabowo Subianto Disindir, Gibran Tak Terima Sampai Pasang Badan, Simak Profil Didit Hediprasetyo dan Segala Prestasinya

Dalam gugatannya gugatan bernomor 92/PUU-XXI/2023, Almas menyebut mengagumi pejabat pemerintahan berusia muda yang dinilainya berhasil dalam membangun ekonomi daerah.

Termasuk putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Salah satunya adalah Gibran Rakabuming yang merupakan Wali Kota Surakarta yang berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi daerah Surakarta hingga 6,25 persen dari sebelumnya hanya -1,74 persen."

"Diakui Pemohon ada banyak data yang menunjukkan sejumlah kepala daerah terpilih yang berusia di bawah 40 tahun pada Pemilu 2019 disertai dengan kinerja yang baik."

"Dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Majelis Hakim menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally in constitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah," seperti keterangan yang tertera di laman mkri.id.

Dikutip Gridhot dari Surya, nama Boyamin Saiman semakin dikenal publik setelah mengungkap kasus Djoko Tjandra.

Sebelumnya, dia juga mengungkap kasus Jiwasraya serta adanya perilaku Ketua KPK Firli Bahuri yang kepergok menggunakan sebuah helikopter premium untuk pulang kampung.

Sosok Boyamin yang selalu menyajikan informasi A1 kemudian menjadi perbincangan hangat publik Tanah Air.

Boyamin merupakan pribadi sederhana yang pernah bekerja di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dia pernah habis-habisan membela mantan Ketua KPK Antasari Azhar periode 2007-2009.

Pada Jumat sore, 28 Agustus 2020, Boyamin menyambangi Markas Tribun Network di Palmerah Barat, Jakarta.

Baca Juga: Saling Sindir Gibran dan Yenny Wahid, Berawal dari Petugas Parkir Sampai Senggol Wakil Presiden

Ini kunjungan perdana Boyamin.

Boyamin tiba di kantor Tribun Network sekira pukul 16:30 WIB menumpangi sebuah motor Beat.

Mengenakan jaket hoddie warna abu-abu, Boyamin tersenyum semringah disambut awak Tribun Network yang dikomandoi News Director Febby Mahendra.

Saat itu Boyamin tampak mengenakan pakaian seadanya.

Menyandang julukan sebagai 'detektif swasta' dari publik, Boyamin hanya tersenyum dan tertawa. "Saya tadi sempat nyasar ke belakang pas mau ke sini (Kantor Tribun Network)," tutur Boyamin.

Boyamin mengenakan celana bahan warna hitam dan sandal. Dia juga membawa sebuah face shield, semprotan disinfektan mini, dan sebuah tas selempang warna hitam.

Sesaat sebelum diwawancara, Boyamin meminta agar diberikan kesempatan menunaikan Salat Azhar.

Wawancara dengan Boyamin menghadirkan kesan yang mendalam. Ia menceritakan berbagai fakta-fakta penting terkait proses hukum Djoko Tjandra dan terbakarnya Gedung Utama Kejaksaan Agung RI.

Saat bertolak dari Markas Tribun Network, Boyamin kembali mengendarai motornya.

Ia pamit dan lekas memacu sepeda motornya dengan santai

Boyamin Saiman juga menjadi sorotan setelah mengembalikan uang 10.000 dollar SIngapura atau setara Rp 1,08 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (7/10/2020).

Baca Juga: Jan Ethes Disorot Gara-gara Digandeng Kiper Timnas Argentina, Gibran Beri Reaksi Kocak: Malah Nyasar Sama Martinez

Uang Rp 1,08 miliar itu diduga sebagai suap kepada Boyamin Saiman yang saat ini getol membongkar kasus suap Djoko Tjandra.

Seperti diketahui, Boyamin Saiman dikenal sebagai sosok yang membongkar skandal gratifikasi Djoko TJandra hingga menyerat Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai tersangka.

Uang 100.000 dollar Singapura itu diberi seorang laki-laki yang sudah dikenal Boyamin cukup lama.

Boyamin menuturkan, uang itu diterimanya usai ia melaporkan adanya istilah 'bapakku-bapakmu' dalam kasus Djoko Tjandra beberapa waktu yang lalu.

Ia menyebut uang tersebut diberikan langsung oleh salah satu teman lamanya yang mengaku diutus oleh orang lain.

"Jadi setelah saya datang ke sini ( KPK) ketemu teman-teman itu, ada teman yang sebenarnya temen lama sekali dan sudah akrab terus dia ngajak ngobrol terus memberikan amplop terus pergi.

Teman saya itu tadinya dia ngomong kalau dia diutus oleh temennya yang lain," ujar Boyamin.

Boyamin mengaku tidak bisa menolak pemberian tersebut karena temannya dapat dianggap gagal menyelesaikan amanah dari orang yang mengutus bila uang tersebut tak diserahkan ke Boyamin.

"Saat itu saya juga tidak bisa menolak dan kemudian saya tahu kalau saya kembalikan kepada dia, dia pasti gagal dan kepada yang mengutus dia tadi mestinya agak tidak enak dan itu berjenjang setahu kira-kira saya sampai empat atau lima berjenjang," kata Boyamin.

Oleh sebab itu, Boyamin akhirnya memutuskan menyerahkan uang tersebut ke KPK sebagai bentuk laporan gratifikasi.

Menurut Boyamin, hal itu merupakan bentuk tanggung jawabnya sebagai masyarakat dalam memberantas korupsi.

"Saya hanya ingin menyerahkan kepada KPK diserahkan kepada negara sebagai gratifikasi karena saya apapun melakukan tugas negara membantu negara memberantas korupsi dengan peran serta masyarakat," kata Boyamin.

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang

Sumber Kompas.com, Surya