Serangan Israel ke Palestina Makin Brutal, Wanita di Gaza Terpaksa Minum Pil Penunda Haid Demi Keselamatan Nyawa

Sabtu, 04 November 2023 | 15:42
EPA

Perang Israel Palestina ancam kondisi kesehatan para wanita Gaza

Gridhot.ID - Innalillahi, peperangan di Palestina akibat serangan brutal Israel hingga kini masih berlangsung.

Serangan Hamas ke Israel telah meningkatkan eskalasi perang yang kian hari kian sengit.

Dikutip Gridhot dari Kompas.ID, 2,3 juta warga sipil Gaza, Palestina kini makin terancam karena nyawa mereka bisa hilang kapan saja akibat serangan Israel.

Israel sendiri mengaku serangannya ke Palestina merupakan aksi balasan akibat serangan Hamas.

PBB bahkan menyakan perang kali ini sebagai serangan paling mematikan di wilayah Gaza selama 50 tahun terakhir.

Dilaporkan sudah lebih dari 10.000 jiwa tewas akibat peperangan Israel dan Palestina.

Serangan bertubi-tubi yang dilakukan Israel membuat warga Palestina semakin menderita.

Mereka yang mengungsi harus menjalani hari-hari dengan kesulitan dan dibayangi dengan kematian.

Selain anak-anak, perempuan menjadi kaum yang ikut menderita.

Para perempuan di sana harus berjuang sekuat tenaga untuk bertahan hidup.

Meski saat ini pasokan kebutuhan pokok, termasuk air bersih, diblokade Israel.

Baca Juga: Dokter Israel Sukses Sambungkan Kepala Bacah asal Palestina yang Nyaris Putus dari Lehernya

Selain itu, salah satu dampak dari masalah ini adalah minimnya sanitasi dan pembalut untuk kaum wanita.

Dikutip Gridhot dari Tribunstyle, kondisi pengungsian yang terlalu padat hingga kurangnya akses air bersih itulah yang memaksa perempuan di sana untuk mengonsumsi tablet Norethisterone.

Pil ini biasanya ditujukan untuk kondisi seperti pendarahan menstruasi yang parah, endometriosis, dan nyeri haid atau rasa tidak nyaman saat menstruasi.

Dr Walid Abu Hatab, konsultan medis kebidanan dan ginekologi di Nasser Medical Complex di selatan kota Khan Younis, mengatakan tablet tersebut menjaga kadar hormon progesteron tetap tinggi untuk menghentikan rahim melepaskan lapisannya.

Alhasil menstruasi yang biasanya datang saban bulan tertunda.

Menelan pil tersebut tak sepenuhnya tanpa risiko.

Pil tersebut mungkin memiliki efek samping seperti pendarahan vagina yang tidak teratur, mual, perubahan siklus menstruasi, pusing dan perubahan suasana hati.

Namun, para wanita di Gaza tidak punya pilihan lain.

Mereka tetap menelan pil tersebut di tengah risiko blokade bantuan Israel dan gencarnya pengeboman yang dilakukan tentara Zionis.

Salah satunya adalah perempuan bernama Salma Khaled ini.

Salma diketahui meninggalkan rumahnya di lingkungan Tel al-Hawa di Kota Gaza dua minggu lalu dan tinggal di rumah kerabatnya di kamp pengungsi Deir el-Balah di Gaza tengah.

Baca Juga: Israel Deklarasikan Perang Melawan Hamas Palestina, Amerika Siap Kirim Bantuan Kapal Perang dan Jet Tempur

Salma mengatakan bahwa dia terus-menerus berada dalam ketakutan, ketidaknyamanan dan depresi, yang berdampak buruk pada siklus menstruasinya.

“Saya mengalami hari-hari tersulit dalam hidup saya selama perang ini,” ujar Salma.

"Saya mendapat menstruasi dua kali di bulan ini – yang sangat tidak teratur bagi saya – dan mengalami pendarahan hebat." tambahnya.

Salma mengatakan tidak tersedia cukup pembalut di beberapa toko dan apotek yang masih buka.

Jangankan pembalut, mendaapat air bersih untuk minum dan mandi saja adalah sebuah kemewahan baginya.

Itu pun penggunaan kamar mandi harus dijatah dan dibatasi hanya beberapa hari sekali.

Tanpa sarana untuk mengatur menstruasinya seperti biasanya, Salma memutuskan untuk mencoba mencari pil agar tidak menstruasi.

Ketika pembalut lebih sulit ditemukan, tablet penunda menstruasi lebih banyak tersedia di sejumlah apotek karena jarang digunakan.

"Saya meminta putri saya pergi ke apotek dan membeli pil penunda menstruasi," kata Salma.

“Mungkin perang ini akan segera berakhir dan saya tidak perlu lagi menggunakannya,” tambahnya, yang juga khawatir dengan efek samping pil tersebut pada tubuhnya.

Tak sampai di situ saja, penderitaan wanita lain di Gaza adalah sejumlah ibu yang terpaksa melahirkan secara caesar tanpa anestesia atau bius.

Baca Juga: Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun, Pengusaha Kondang Ini Meninggal Dunia Usai Berjuang Lawan Kanker Tiroid, Sangat Peduli dengan Rakyat dan Pernah Menyusup di Israel

"Setiap hari kami mendengar dokter-dokter melahirkan bayi dari perempuan yang bernafas. Ini adalah bencana besar," dilansir dari The Guardian.

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang

Sumber kompas.id, Tribunstyle