Gridhot.ID - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly buka suara terkait pengungsi Rohingya yang terus berdatangan ke Indonesia.
Yasonna menyebutkan, para pengungsi Rohingya di Aceh merupakan korban mafia tindak pidana penyelundupan orang (TPPO).
Yasonna mengatakan, pelaku TPPO itu tidak bekerja perorangan, melainkan sebuah sindikat yang saat ini sebagian dari mereka telah diamankan pihak kepolisian.
"Mereka (pengungsi Rohingya) juga adalah korban-korban dari mafia-mafia yang membawa mereka," kata Yasonna saat ditemui Kompas.com di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Minggu (10/12/2023).
Menurut Yasonna, para pengungsi itu telah menjual harta bendanya untuk biaya penyelundupan. Mereka dijanjikan kehidupan yang lebih layak.
Namun, kenyataannya setelah tiba di Indonesia mereka menghadapi penolakan dari masyarakat karena adanya perbedaan budaya dan persoalan lainnya.
"Di Medan, beberapa waktu yang lalu ada yang sampai membakar diri sehingga ada kepala-kepala daerah yang tidak mau lagi menerima mereka," tutur Yasonna.
Yasonna mengungkapkan, Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 Tentang Pengungsi dan Perlindungan Hukum Bagi Pengungsi. Sementara itu, dampak sosial sudah muncul di masyarakat.
Meski demikian, kata Yasonna, pemerintah sudah cukup melakukan banyak upaya baik dalam menampung pengungsi Rohingya.
"Di kita ini sekarang ada hampir 13.000-an ribuan lebih pengungsi, Afghanistan, Iran, yang terakhir Rohingya," kata Yasonna.
Adapun pengungsi dari Rohingya terus berdatangan dan merapat ke pesisir pantai di Aceh.
Dikutip dari Channel News Asia, Badan Pengungsi PBB (UNHCR) mengungkapkan sebelumnya sudah ada 1.200 orang dari etnis yang dipersekusi di Myanmar itu, yang tiba di Indonesia sejak November lalu.
Meski mendapat tempat sementara, terjadi penolakan oleh warga setempat kepada para pengungsi.
Belakangan terungkap, terdapat agen yang menyelundupkan pengungsi Rohingya itu dari kamp Bangladesh ke Kabupaten Pidie, Aceh dengan sejumlah bayaran.
Sejumlah agen itu telah diamankan pihak kepolisian dan menjalani pemeriksaan.
Sementara Presiden Jokowi dalam pernyataannya Jumat (8/12/2023), menjanjikan bekerja sama dengan organisasi internasional untuk menangani masalah ini.
(*)