"Memang kesulitannya, mereka menggunakan pola operasi gerilya. Jadi mereka bisa ada di mana-mana, dan mereka menguasai medan, sementara bagi kita medan tersebut baru," kata Muhammad Aidi.
"Apalagi kita tak mengenal secara fisik orang-orang itu, kita tak pernah bertemu mereka. Kita tak pernah tahu secara fisik, dan hanya mengenal mereka dari foto-foto atau sinyalemen lain."
Hal lain, kata Kapendam XVII Cendrawasih ini, mereka dan masyarakat itu memiliki 'hubungan,' karena mereka merupakan warga dari desa yang begitu terpencil, susah dijangkau.
"Beda halnya dengan kalau kita mengejar teroris di Jawa atau di Sulawesi, misalnya. Tak ada masyarakat yang mendukung teroris itu. Karenanya, kalau masyarakat punya informasi, akan menyampaikan kepada aparat keamanan. Lain dengan gerilyawan ini, kan. Mereka ada di lingkungan warga. Kombatan ini bagian dari masyarakat," tambah Aidi.
Hal itu, katanya, menimbulkan kerumitan tersendiri.
"Makanya melihat pola-pola itu, kita lakukan pendekatan ke masyarakat. Bahwa yang dilakukan oleh para pelaku itu adalah tindakan tidak manusia tindakan yang sangat keji. Sehingga tak perlu dibela. Jadi kita akan selalu melakukan pendekatan."
Baca Juga : EKSKLUSIF: Sat 81, Pasukan Siluman Kopassus yang Diam-diam Diterjunkan untuk Buru KKB di Papua
Untuk itu, Danrem 172/PWY Kolonel Inf J Binsar P Sianipar mengajak warga Distrik Mbua, kabupaten Nduga, Papua, untuk tidak terprovokasi oleh hasutan kelompok-kelompok yang berseberangan dengan NKRI seperti KKB OPM dan sejenisnya.
"Jangan mudah terprovokasi oleh pihak-pihak maupun kelompok-kelompok yang bertentangan dengan NKRI. Kita semua harus mewaspadai jangan sampai mereka masuk ke tengah-tengah masyarakat dan mempengaruhi masyarakat," Kolonel Inf J Binsar P Sianipar ketika dihubungi dari Kota Jayapura, Papua, Senin (10/12/2018) seperti dikutip GridHot.ID dari Antaranews.