Gridhot.ID - Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG mengatakan tsunami di Pantai Barat Banten tak dipicu oleh gempa bumi.
Dwikorita menyatakan jika gelombang tinggi terjadi karena faktor cuaca.
"Gelombang tinggi terjadi karena cuaca," ujar Dwikorita dalam keterangan resmi yang dilansir dari Kompas.com, Sabtu (23/12).
Sebenarnya BMKG juga telah mendeteksi dan mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi yang mulai diberlakukan pada tanggal 22 Desember 2018 puku 07.00 WIB sampai 25 Desember 2018 pukul 07.00 WIB di wilayah perairan Selat Sunda.
Baca Juga : Sutopo Purwo : 50 Meninggal, 165 Orang Luka-luka, Data Korban Masih Mungkin Bertambah
Hal ini berarti sudah ada peringatan dini sekitar 14 jam sebelum tsunami menerjang pukul 21.30 WIB.
Selain faktor cuaca, BMKG juga menyebut adanya tsunami karena erupsi Gunung Anak Krakatau.
Tapi karena seismometer rusak maka dugaan adanya tsunami jadi tak terduga.
"BMKG berkoordinasi dengan Badan Geologi melaporkan bahwa pada 21.03 WIB Gunung Krakatau erupsi kembali sehingga peralatan seismometer setempat rusak, tetapi seismic Stasiun Sertung merekam adanya getaran tremor terus menerus," jelas Dwikorita.
Baca Juga : Pemain Bass Band Seventeen Jadi Korban Meninggal Bencana Tsunami Banten
Rekaman seismik dan laporan dari masyarakat menjadi dasar bagi BMKG untuk memastikan jika tsunami Banten tidak disebabkan aktivitas gempa bumi tektonik.
Namun sensor Cigeulis (CGJI) mencatat adanya aktivitas seismik dengan durasi waktu kurang lebih 24 detik dengan frekuensi 8-16 Hz pukul 21.03 WIB.