Laporan Wartawan Gridhot.ID, Septiyanti Dwi Cahyani
Gridhot.ID - Hampir lima bulan berlalu, NASA memiliki temuan baru terkait gempa yang meluluhlantakkan Palu pada bulan September 2018 lalu.
Seperti yang dilansir dari Tribun Timur, NASA baru saja mengungkap fakta terbaru mengenai bencana likuifaksi di Kampung Petobo dan Gempa Palu di Sulawesi Tengah yang terjadi pada 28 September 2018 lalu.
Gempa yang kemudian disusul tsunami dan likuifaksi itu menewaskan 2.086 jiwa dengan total kerugian mencapai Rp 18,48 triliun.
Ternyata, peristiwa ini tergolong langka yang hanya terjadi sebanyak 15 kali dalam catatan sejarah geografi.
Baca Juga : Gempa 5 SR Guncang Pangandaran, BPBD Minta Masyarakat Tetap Tenang
Menurut Ilmuan Laboratorium Propulsi Jet atau JPL NASA, bencana likuifaksi yang terjadi di Palu disebabkan karena gelombang bergerak menelusuri sesar bumi dengan kecepatan super yang memecahkan batas kecepatan geologis.
Studi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature Geoscience itu mengungkap adanya retakan yang bergerak di sepanjang sesar dalam kecepatan yang sangat tinggi.
Hal inilah yang memicu gelombang naik turun atau sisi ke sisi yang mengguncang permukaan tanah dan menyebabkan likuifaksi.
Hasil studi ini juga sejalan dengan kesaksian korban selamat dari lumpur likuifaksi yang menelan nayawa dan harta warga di Kawasan Balaroa, Petobo dan Jogo One.
Getaran yang tercipta jauh lebih kuat daripada gempa bumi.