Perlu digaris bawahi, first aid yang salah menyebabkan kondisi korban masuk ke fase yang menjadikan organ tubuh rusak dan membutuhkan antivenom.
Tri menyampaikan, anti venom (obat penawar) ular jenis ini belum diproduksi di Indonesia, melainkan hanya dibuat di Australia.
"Harganya mahal, sekitar Rp 80-an juta satu vialnya. Saya pernah membei antivenom death adder. Prosedur impor pun tidak mudah, harus mengurus ijin impor dulu yang bisa membutuhkan waktu 3 hingga 6 bulan," tutur Tri.
Tri menjelaskan, ular death adder banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian timur, seperti Papua dan Maluku.
"Saya pernah menemuinya (ular death adder) dari daerah Jayapura, Manokwari, Sorong, Timika. Itu di mana-mana (ditemukan). Di hutan, rumah, jalan, atau sungai," ujar Tri.
Kini jenazah almarhum Bripka Desri Sahroni pun telah dimakamkan di kampung halamannya di Salido, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Jenazah dimakamkan dengan upacara kedinasan Selasa (30/7/2019) pukul 11.00 WIB.
(*)