Pasukan INTERFET, khususnya Australia, sebenarnya sedang bingung karena dalam briefing untuk pendaratan di Dili mereka mendapat informasi intelijen jika kota Dili dalam situasi perang dan dikendalikan oleh para milisi bersenjata.
Sejumlah milisi bersenjata memang ada di Tim-Tim tapi tidak sampai menguasai Bandara Komoro yang masih dikendalikan oleh pasukan Paskhas.
Tapi sewaktu mendarat di Bandara Komoro, pasukan INTERFET yang mendapatkan tugas utama menguasai bandara, bukannya langsung menghadapi pertempuran.
Mereka justru menghadapi pasukan Paskhas berseragam resmi sebagai tentara reguler, bersenjata lengkap, dan secara profesional mampu mengendalikan lalu-lintas Bandara Komoro.
Pasukan ITERFET sebenarnya juga mendapatkan tugas untuk melucuti semua personel yang bersenjata di Tim-Tim dan menembak mati bagi mereka yang melawan.
Namun, ketika menyadari jika pasukan Paskhas adalah pasukan resmi, mereka membatalkan diri untuk melucuti senjata mengingat pasukan Paskhas juga dalam posisi siap melaksanakan pertempuran.
Kemampuan pasukan Paskhas bisa mengendalikan operasi Bandara Komoro dengan profesional secara diam-diam justru membuat pasukan Australia merasa segan.
Di kalangan pasukan negara-negara Persemakmuran Inggris, mereka memang memiliki pasukan terlatih yang bisa mengoperasikan bandara atau pangkalan udara, yakni pasukan khusus SAS (Special Air Service).
Rupanya kualifikasi pasukan Paskhas yang setingkat SAS itulah yang membuat pasukan Australia makin segan.