Louis Mounbatten berpendapat hal tersebut merupakan penghinaan martabat angkatan laut Inggris.
Namun demikian, jawaban dari Louis Mounbatten itu mendapat reaksi negatif dari para perwira di AL Inggris (Royal Navy).
Para perwira itu mengingatkan, jika HMS Victorious masih bebal dan nekat lewat selat sunda maka ancaman tenggelamnya flagship Royal Navy itu segera terjadi.
Parlemen Inggris juga berpendapat sama, bahwa dengan lewatnya HMS Victorious di selat sunda bisa membawa Inggris ke peperangan yang tak perlu terjadi.
Baca Juga: Diam-diam Membayar Makanan untuk Petugas Kepolisan, Gadis 8 Tahun Ini Rupanya Punya Alasan Memilukan
Kekahawatiran ini dinilai wajar karena angkatan perang Indonesia punya segudang alat utama sistem senjata (alutsista) seperti pembom Tupolev Tu-16 dan kapal cepat rudal Komar Class yang punya senjata khusus untuk membabat kapal induk.
Karena keinginan Louis Mounbatten yang tak bisa dibendung, mau tak mau menhan Inggris saat itu, Peter Thorneycroft, kepala staf Royal Navy David Luce dan perwira tinggi Royal Navy, Varyl Begg membuat rencana operasi pengamanan lewatnya HMS Victorious di selat sunda.
Operasi pengamanan tersebut dinamai Althorpe dan Shalstone.
Untuk operasi Althorpe, Varyl Begg mendatangkan satu skuadron pembom ringan Canberra, satu skuadron pesawat jet Gloster Javeli, beberapa pembom berat V-Bomber RAF, pesawat intai maritim, sertakapal induk HMS Centaur yang membawa jet tempur Sea Vixen dan Bucaneer.
Operasi Althorpe dilaksanakan untuk berjaga-jaga apabila angkatan perang Indonesia menyerbu HMS Victorious, pihak Inggris bisa langsung melakukan balasan dengan melumpuhkan semua pangkalan AURI (TNI AU) dan ALRI (TNI AL) di Indonesia.