Gridhot.ID - Indonesia memang sering bersenggolan dengan Malaysia di area perbatasan.
Salah satu kisahnya saat Indonesia sedang berusaha membangun mercusuar di titik terluar perbatasan Tanah Air hingga harus menerjunkan tim aju Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL selalu menjadi ujung tombaknya.
Krisis perbatasan RI-Malaysia di Ambalat pada pertengahan tahun 2005 merupakan salah satu contoh konkrit ketika Kopaska TNI AL melaksanakan tindakan heroik demi menjaga keutuhan NKRI.
Saat itu dalam upaya pembangunan mercusuar Karang Unarang sebagai salah satu titik terluar perbatasan, TNI AL menempatkan satu tim Kopaska asal Satkopaska Armada Timur (Armatim) ke lokasi tersebut.
Tujuan penggelaran pasukan Kopaska adalah untuk mengamankan proses pembangunan sekaligus juga melindungi para pekerja RI yang ada di situ.
Sebelumnya pihak Malaysia memang pernah berusaha menghambat pembangunan mercusuar tersebut.
Caranya adalah dengan mengerahkan kapal-kapal milik Marine Police dan TLDM (Tentara Laut Diraja Malaysia) untuk melakukan manuver-manuver yang bisa menimbulkan ombak tinggi sehingga bisa mengganggu pembangunan mercusuar.
Tak hanya itu, mereka bahkan sempat berlabuh di lokasi pembangunan dan melakukan penganiayaan terhadap para pekerja.
Pada 1 April 2005, sekitar pukul 06.00 WITA (Waktu Indonesia Tengah), kapal-kapal Malaysia kembali melakukan aksinya.
Dua kapal mereka terdeteksi buang jangkar di jarak sekitar 500 yard dari Pontoon Lius Indah, lokasi di mana tim Kopaska di tempatkan.
Ketika diidentifikasikan dua kapal itu adalah satu kapal milik Marine Police Malaysia, sedang satunya lagi adalah kapal TLDM.
Satu jam kemudian upaya pertama pengusiran dilakukan oleh sebuah kapal patroli TNI AL, KRI Todong Naga (819).
Tapi upaya ini tak membuahkan hasil, kedua kapal Malaysia tetap berada di tempatnya.
Kondisi ini telah diamati oleh personel Kopaska yang berada di pontoon Lius Indah dan tug boat DC-2.
Tak berapa lama kemudian, dari radio komunikasi DC-2 terdengar panggilan radio Komandan KRI Todung Naga. Intinya adalah permintaan untuk membantu upaya pengusiran.
Permintaan ini langsung ditanggapi dengan tegas oleh Serka Ismail, anggota Kopaska yang saat itu berada di anjungan tug-boat.
Sebelum melaksanakan aksinya, Serka Ismail terlebih dahulu melaporkan dan meminta izin untuk meluncur ke posisi kedua kapal Malaysia kepada Komandan tim Kopaska, Lettu Laut (E) Berny.
Permintaan Ismail dituruti, Lettu Berny membekali Ismail dengan satu perahu karet bermesin, ditemani dua personel Kopaska tapi dilarang membawa senjata apapun agar tidak memicu reaksi kekerasan
Tanpa banyak membuang waktu, Ismail langsung meluncur dengan perahu karet bermotor menuju kapal Malaysia pertama.
Ia ditemani personel Kopaska bernama Serda Muhadi dan Kelasi Satu Yuli Sungkono.
Begitu mulai mendekati sasaran, Ismail mengambil alih kemudi perahu karet untuk melakukan manuver zig-zag sebagai upaya pengelabuan.
Gerakan ini dilakukan dengan kecepatan tinggi sehingga menarik perhatian seluruh awak kapal Malaysia yang sudah tampak siaga.
Yakin bahwa konsentrasi seluruh ABK (Anak Buah Kapal) Malaysia tertuju pada gerakan perahu karet, berikutnya giliran rencana Ismail yang berinisiatif naik ke atas geladak kapal Malaysia.
Caranya dengan terjun menjatuhkan diri (cast) dari sisi yang tidak terlihat oleh pihak Malaysia. Lalu berenang senyap menuju kapal Malaysia.
Agar berjalan dengan lancar, perahu yang pengendaliannya dialihkan kepada Muhadi sengaja ‘masuk’ ke sasaran dari arah haluan lambung kiri.
Perahu karet lalu menuju buritan untuk selanjutnya memutar dengan cepat ke arah haluan melalui lambung kanan.
Begitu melewati bagian tangga kapal. Ismail diam-diam seperti siluman laut telah melompat ke atas geladak kapal Malaysia tersebut.
Sementara pada saat yang sama perahu karet tetap meluncur ke arah haluan dengan cepat.
Gerakan itu begitu cepat, membuat tak ada satu pun ABK kapal Malaysia yang menyadari kehadiran Ismail di atas kapal.
Tanpa basa-basi Ismail langsung mendobrak pintu samping kapal. Suara keras dari dobrakan pintu itu membuat salah satu ABK keluar.
“Di mana komandan kapal?!”, suara lantang meluncur dari mulut Ismail. Dengan wajah ketakutan ABK itu menunjuk ruang komandan kapal.
Sebelum komandan kapal muncul, Ismail sempat berteriak pada ABK yang berada di haluan. “Sedang apa kamu berada di haluan!”, bentak Ismail.
Bentakan ini mendapat jawaban lirih dari logat melayu yang begitu kental. Dari jawaban itu bisa diketahui kalau ia sedang bertugas mengawasi meriam.
Dalam artian ABK itu sebenarnya sedang pada posisi siap tempur.
Tak lama kemudian sang Komandan kapal keluar menemui Ismail.
“Mengapa lego jangkar di sini dan sedang apa kamu di sini?” bentak Ismail masih dengan nada tinggi.
Sang Komandan pun menjawab bahwa keberadaan kapal adalah hanya sebatas menjalankan perintah.
Sebuah jawaban yang begitu normatif. “Baiklah kalau begitu, saya turun dari kapal ini, segera pergi dari wilayah ini. Kalau tidak, jangkar akan saya putuskan!” sergah Ismail kepada komandan kapal Malaysia.
Pihak Malaysia sama sekali tak menduga aksi Ismail dan rekan-rekannya yang bak siluman muncul di siang bolong itu.
Pasalnya mereka bisa mendekati dan naik ke kapal tanpa dibekali satu pucuk senjata pun. Hal ini pula yang membuat mereka gentar.
Begitu Ismail loncat kembali ke perahu karet, kapal pertama langsung angkat jangkar dan kabur dari Karang Unarang.
Sebaliknya, kapal Malaysia kedua sama sekali belum memperlihatkan tanda-tanda untuk pergi dari wilayah itu.
Rupanya kapal kedua itu mencoba mengetes ancaman Ismail.
Apa boleh buat, Ismail dan rekan-rekannya langsung membelokkan arah laju perahu karet menuju kapal Malaysia yang kedua sebagai sasaran berikutnya.
Namun target rupanya sudah mengantisipasi gerakan tim Kopaska ini.
Mereka melakukan penjagaan di lambung kanan, kiri, dan buritan dengan senjata lengkap.
Hal ini tentu saja mempersempit ruang gerak Ismail, Muhadi, dan Yuli untuk melaksanakan lompatan ke kapal (ship-boarding).
Tak kurang akal, mereka kemudian merapatkan perahu karet ke rantai jangkar kapal Malaysia yang sedang dilegokan.
Di sini kembali Ismail berteriak mengancam akan memutuskan rantai jangkar dengan meledakkannya.
Ancaman Ismail dilakukan sambil menggoyang-goyangkan rantai jangkar yang terulur.
Teriakan Ismail rupanya sempat didengar oleh seorang ABK kapal Malaysia yang kemudian melaporkannya ke anjungan.
Tak berapa lama kemudian kapal kedua ini juga meninggalkan wilayah perairan Karang Unarang dalam kondisi ketakutan.
Setelah melakukan pengawasan sejenak ketiga anggota Kopaska yang baru saja melakukan aksi heroik tanpa senjata itu selanjutnya kembali ke posnya di Pontoon Lius Indah.
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul Seperti Siluman, Personel Kopaska Ini Seorang Diri Tanpa Senjata Menyusup ke Kapal Perang Malaysia dan Mengusirnya.
(*)