Njinga menggunakan taktik gerilya dan diplomasi saat mempertahankan kerajaannya--Ndongo dan Matamba--dari Portugis. Berusia hampir 75 ketika memimpin pertempuran, ia menyiapkan pasukan yang jauh lebih muda dan melatih mereka berperang dengan menggunakan tombak dan panah.
Laskarina Bouboulina, Komandan Perang Yunani (1771-1825)
Pemilik kapal berkebangsaan Yunani, Bouboulina, diam-diam memesan kapal perang, mengumpulkan armada, kemudian memerintahkan mereka untuk berperang dalam rangka memerdekan diri dari Kesultanan Ustmaniyah. Dikenang karena keberhasilannya menyerang angkatan laut di pelabuhan Ustmaniyah, Bouboulina dijuluki sebagai Kapetanisa, Kapten Perempuan.
Juana Azurduy De Padilla, Pemberontak Amerika Selatan (1780-1862)
Azurduy bergabung dengan suaminya, Manuel Padilla, sebagai penentang dominasi Spanyol pada awal abad ke-19. Mereka mengumpulkan pasukan pemberontak dan bertarung bersama di wilayah yang kini dikenal sebagai Bolivia dan Argentian. Azurduy memimpin para prajurit pria, dikenal dengan reputasinya sebagai pemberani di medan perang, dan terus bertempur meski suaminya telah meninggal.
Nakano Takeko, Samurai Jepang (1847-1868)
Takeko memimpin 30 samurai perempuan melawan tentara kekaisaran pada abad ke-19 di utara Jepang. Ia dan pasukannya menggunakan senjata naginata dan pedang untuk membunuh para tentara bersenapan. Meninggal akibat luka tembak, Takeko meminta agar kepalanya dipenggal dan dikubur sehingga musuhnya tidak bisa menjadikannya trofi.