GridHot.ID -Masikah kalian ingat dengan Sosok Dwi Hartanto?
Dwi Hartanto pernah menjadi pembicaraan hangat pada 2017 silam.
Sebagaimana diketahui, Dwi Hartanto yang pernah dijuluki sebagai pengganti BJ Habibie telah berbohong mengenai capaiannya yang telah diumbarnya di sejumlah media.
Kebohongan itu, mulai dari hal yang remeh seperti unggahan berbagai prestasi palsu di media sosial Facebook-nya (kini sudah deaktivasi), hingga klaim memiliki beberapa paten dan terlibat dalam pembuatan pesawat tempur generasi keenam
Tentu saja sebagian besar orang, termasuk para orang tua, yang membaca berita tersebut merasa geram dengan Dwi Hartanto.
Namun, perlu diingat bahwa perilaku Dwi Hartanto yang gemar berbohong bisa jadi disebabkan oleh pola asuh orang tuanya di masa kecil.
Sadar atau tidak, pola asuh yang salah dari orang tua bisa membentuk karakter anak menjadi pembohong.
Berikut ulasannya sebagaimana dikutip dariTribunnews.com.
Memancing dan bohong
Anak kecil adalah makhluk yang paling mudah meniru (imitate).
Apa yang dilakukan orang tuanya akan ditiru.
Seribu kata-kata orang tua bisa dilupakan oleh anak begitu saja, tetapi satu saja kebiasaan orangtua akan menancap dalam perilakunya.
Sayangnya, banyak orang tua yang sejak kecil telah berbohong kepada anak.
Ini yang kemudian direkam oleh anak dan ditirunya.
Misalnya, ketika anak menangis, si ibu akan membujuknya, "Diam ya nak, kalau kamu diam, ibu akan memberikan mainan".
Anak pun diam karena terpancing dengan kompensasi yang akan diterimanya.
Tapi setelah sekian lama menunggu, ia tidak pernah mendapatkan mainan yang dijanjikan oleh sang ibu.
Sekali saja orang tua berbohong, ini akan direkam oleh sang anak.
Anak akan membuat kesimpulan, berbohong itu tidak apa-apa.
Malah nengajari
Entah sadar atau tidak, ada orang tua yang mengajari anaknya agar berbohong.
Mana mungkin? Iya, begini contohnya.
Ketika ada tamu yang tidak dikehendaki oleh oran tua, atau ketika ada pengamen yang dianggap mereka mengganggu, orang tua menyuruh anak untuk mengatakan, "Papa mama sedang tidak ada" dan sejenisnya.
Mungkin orang tua tidak menyadari bahwa hal ini akan sangat fatal membentuk jiwa anak biasa berbohong.
Maka jangan salahkan anak jika suatu saat kita dibohongi, karena kitalah yang telah mengajarinya berbohong.
Salah menghukum
Ada pula anak yang semula jujur menjadi 'berlatih' berbohong karena perlakuan orang tua yang menghukumnya saat ia jujur.
Abah Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari saat mengisi pelatihan parenting di Dresden mencontohkan,mengatakananak yang mengaku memecahkan vas bunga malah dimarahi oleh orang tuanya.
Padahal anak tersebut telahjujur dan mengaku berbuat salah, tapi malah dijatuhi hukuman.
Belajar dari hal tersebut, anak bisa berpikir, "kalau saya mengaku, kalau saya jujur, saya pasti kena hukuman".
Akhirnya, ia berbohong.
Ketika suatu hari ia ditanya oleh ayahnya, "Siapa yang memecahkan gelas di ruang tamu?"
Anak pun menjawab "Bukan saya, Yah".
Anak akanberbohong karena dengan berbohong seperti itu, anak akan selamat dari marah dan hukuman.
Apresiasi yang salah
Bisa pula anak suka berbohong karena sewaktu ia pertama kali berbohong, ia justru diapresiasi oleh orangtuanya.
Misalnya anak kita berbohong atau membohongi kakaknya, lalu kita tertawa karena merasa terhibur.
Nah, ini bisa dianggap sebagai apresiasi.
Dan anak yang membutuhkan perhatian lalu ia mendapatkannya dengan cara begini, berbohong bisa menjadi suatu yang ia suka.
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul "Kebohongan Dwi Hartanto: Hati-hati, 4 Kebiasaan Orangtua Ini Bisa ‘Lahirkan’ Anak Pembohong"
(*)