Serangkaian tes dan latihan militer tahun ini tampaknya bertujuan untuk menggarisbawahi kembalinya Korea Utara ke kebijakan garis keras, kata Ankit Panda, seorang rekan senior di Federasi Ilmuwan Amerika yang berbasis di Washington.
"Ada elemen memproyeksikan citra bisnis-seperti-biasa di tengah situasi COVID-19, tapi saya pikir itu tidak mengesampingkan," katanya.
"Tes-tes ini memungkinkan Kim Jong Un untuk menunjukkan bahwa dia berpegang teguh pada kebijakan garis keras yang dia buat pada Desember 2019," pungkasnya.
Dilansir dari Antara, aksi penembakan rudal itu merupakan aksi termutakhir yang oleh Korea Selatan dikecam sebagai "tak patut" di tengah pandemi virus corona global.
Berdasarkan laporan Kepala Staf Gabungan (JCS) Korea Selatan, dua "peluru jarak pendek" diluncurkan dari kawasan pantai Wonsan, dan melayang sejauh 230 kilometer pada ketinggian maksimum 30 kilometer.
"Dalam situasi di mana dunia mengalami kesulitan akibat corona, tindakan militer semacam ini oleh Korea Utara sangat tidak pantas dan kami menyerukan penghentian segera," kata JCS Korea Selatan dalam sebuah pernyataan, menurut kantor berita Yonhap.
Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan yang ditembakkan itu tampaknya rudal-rudal balistik, dan rudal-rudal itu tak mendarat di wilayah Jepang atau zona ekonomi eksklusifnya.
Rudal-rudal itu merupakan peluru yang kedelapan dan kesembilan yang ditembakkan dalam empat putaran uji coba bulan ini saat pasukan Korea Utara sedang melakukan latihan militer, yang biasanya diawasi oleh pemimpin Kim Jong Un.
Rudal-rudal itu merupakan yang terbanyak yang pernah ditembakkan dalam satu bulan oleh Korut, menurut penghitungan oleh Shea Cotton, peneliti senior di Pusat Kajian Nonproliferasi James Martin.peluncuran terakhir pada 21 Maret.
Tapi Kim memperingatkan bahwa Korut sedang mengembangkan "senjata strategis" baru untuk diperlihatkan tahun ini.