Pada 5 April lalu, seorang tahanan pria ditemukan terinfeksi di pusat penahanan Osaka, yang menampung sekitar 1.000 orang.
Rekan-rekannya juga memiliki gejala demam dan kondisi fisik yang buruk.
Di pusat penahanan, 119 orang, seperlima dari semua staf, ditahan, dan 40 narapidana ditahan di kamar tunggal.
Di AS yang terus berkembang, penjara di California, New York, dan Texas membebaskan ratusan hingga ribuan tahanan, dengan fokus pada pelaku yang melakukan kejahatan relatif kecil.
Di Jepang, kepala penjara hanya dapat membebaskan narapidana untuk sementara waktu selama "bencana" seperti gempa bumi dan kebakaran, dan tindakan medis dan tindakan isolasi digunakan untuk mengendalikan penyakit menular.
"Kecuali undang-undang tersebut diamandemen, tidak akan ada pembebasan massal seperti di Amerika Serikat," kata dia.
Namun demikian, jika infeksi menyebar ke pusat-pusat penahanan dan penjara di seluruh tempat di Jepang, kurangnya staf dapat mengurangi fungsi manajemen dan menyulitkan untuk mempertahankan fasilitas.
"Pertama-tama, penting bagi kita masing-masing untuk bertindak dengan rasa kritis, mengupayakan pencegahan kejahatan, dan mengurangi jumlah kejahatan, dengan demikian mengurangi beban pada polisi, kantor kejaksaan, pengadilan dan sejenisnya," ujarnya.
"Dengan demikian tempat tahanan atau penjara di Jepang sampai detik ini tidak membebaskan para narapidana yang ada di sana, karena tak ada dasar hukumnya di saat pandemi Covid-19," jelasnya lebih lanjut.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Bagaimana Penjara di Jepang Mengantisipasi Penyebaran Virus Corona?"