Laporan Wartawan Gridhot, Desy Kurniasari
Gridhot.ID - Pandemi global virus corona belum berakhir.
Pada Sabtu (25/4/2020) sebanyak 1181 kasus baru terjadi di seluruh dunia.
Bahkan, China yang sebelumnya mengklaim tidak ada kasus baru pasien terinfeksi virus corona pun kembali melaporkan adanya penambahan sebanyak 11 kasus.
Mengutip Kompas.com, dalam beberapa bulan ke depan, bencana kelaparan dalam skala besar diperkirakan akan melanda seluruh dunia.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa bencana kelaparan tersebut adalah imbas dari pandemi virus corona yang saat ini masih melanda seluruh dunia.
Melansir Tribunnews.com, David Beasley, kepala World Food Programme (WFP) menegaskan aksi cepat diperlukan untuk menghindari bencana tersebut.
Sebuah laporan mengestimasi bahwa jumlah orang yang menderita akibat kelaparan bisa melonjak dari 135 juta jiwa menjadi 250 juta jiwa.
Jutaan orang di dunia bergantung pada bantuan makanan agar terhindar dari kelaparan.
Ekonom senior WFP, Arif Husain, mengatakan dampak pandemi terhadap ekonomi berpotensi menimbulkan bencana untuk jutaan jiwa "yang sudah berada di ujung tanduk".
"Ini adalah pukulan godam bagi jutaan jiwa yang hanya bisa makan jika memperoleh upah," sebut Husain dalam pernyataan.
Sementara itu, dilansir dari Antara, Direktur Pelaksana Bank Dunia, Mari Elka Pangestu, menyampaikan soal beda krisis ekonomi yang terjadi pada 2008 dengan saat pandemi COVID-19 pada 2020.
“Jika kita bandingkan dengan 2007, di 2020 situasi sejak awal sudah melemah. Di 2008 tidak, namun kemudian terjadi krisis,” kata Mari Elka pada Public Webinar yang digelar Center for Strategic and International Studies (CSIS), Sabtu.
Mari menyampaikan, pada 2008, tidak semua negara terdampak secara ekonomi, di mana kebanyakan hanya pada negara berkembang.
Sementara saat ini, krisis ekonomi terjadi di hampir seluruh negara di dunia.
Selain itu, lanjut Mari, krisis yang terjadi saat ini mengganggu seluruh aspek ekonomi, mulai dari permintaan, stok, perdagangan, keuangan, komoditas, hingga pariwisata.
“Secara terminologi apa yang terjadi saat ini bisa dibilang yang terburuk setelah perang dunia,” tukas Mari.
Menurut Mari, hal terpenting yang perlu dilakukan saat resesi terjadi di tengah pandemi COVID-19 adalah penyelamatan jiwa, dengan menjaga jarak atau karantina.
Selain itu, memastikan masyarakat menjalankan protokol kesehatan, misalnya melalui penyediaan sanitasi yang memadai.
“Bagaimana mungkin kita meminta masyarakat selalu mencuci tangan namun airnya tidak tersedia. Itu penting,” ungkap Mari.
Selain itu, memastikan ketersediaan pangan tercukupi, salah satunya dengan tetap menjaga agar sektor pertanian dapat berjalan dengan tetap menjalankan protokol kesehatan.
Kemudian, sektor manufaktur yang menjadi penggerak ekonomi juga dapat tetap beroperasi, dengan ketat menjalankan protokol kesehatan.
“Bahkan mungkin sebagian lini produksi manufaktur dapat digunakan untuk memprkduksi produk kesehatan yang dibutuhkan seperti masker,” ujar Mari.
Hal yang tidak kalah penting adalah mendukung tenaga medis sebagai garda terdepan dalam mengahadapi pandemi COVID-19.
(*)
Source | : | Kompas.com,Antara |
Penulis | : | Desy Kurniasari |
Editor | : | Dewi Lusmawati |
Komentar